Kamis, 11 Desember 2014

Backlog Perumahan PR Serius

                                  Backlog Perumahan PR Serius

Maryono  ;   Direktur Utama Bank BTN
KORAN SINDO,  09 Desember 2014

                                                                                                                       


Sejak Kabinet Kerja dilantik, target-target strategis pemerintah dipasang. Penyehatan anggaran dengan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, memetakan kebutuhan infrastruktur berikut mengundang investor, memberikan fasilitas kepada masyarakat atas layanan kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan hingga upaya pemerintah melakukan swasembada pangan.

Last but not least adalah masalah perumahan. Permasalahan dalam perumahan nasional sungguh kompleks. Dari perizinan, pengadaan lahan, penataan rencana tata ruang dan wilayah hingga penataan pengembang berikut institusi keuangan yang terlibat. Saat ini, kebutuhan papan yang merupakan kebutuhan primer masyarakat berada pada titik yang dapat dikatakan memprihatinkan.

Backlog pemenuhan kebutuhan perumahan di wilayah Nusantara mencapai lebih dari 15 juta unit atau 60 juta jiwa belum memiliki rumah tinggal yang layak. Backlog ini jumlahnya kian banyak beriringan dengan makin timpangnya demand dan suplai properti di Indonesia. Setiap tahun pertumbuhan permintaan mengalahkan pasokan. Akibatnya harga properti terus meningkat tajam dari waktu ke waktu.

Data tiga tahun terakhir (2011- 2013) menunjukkan tren permintaan rumah meningkat. Ini dapat dilihat dari pertumbuhan pembiayaan kredit Bank BTN berturut-turut dari tahun 2011, 2012 hingga 2013 adalah 24,32%, 24,60%, dan 28,29%. Pertumbuhan ini di atas rata-rata industri. Tahun 2014 tren diperkirakan menurun terlihat pada data September 2014 yang rata-rata pertumbuhannya 24,71%.

Tren penurunan lebih karena faktor ekonomi makro dan kebijakan loan to value (LTV) walaupun secara bisnis tidak memberikan dampak signifikan terhadap bisnis Bank BTN dengan core business pembiayaan perumahan. Berdasarkan data Bank BTN, diperkirakan hingga tahun 2022 Indonesia membutuhkan sekitar 21 juta unit rumah.

Padahal, saat ini kemampuan untuk suplai rumah baru hanya sekitar 400.000 unit per tahun. Sementara itu, data tahun 2001 menyebutkan dari 61 juta kepala rumah tangga, 78% atau sekitar 48 juta sudah punya rumah dan menyisakan 13,4 juta kepala rumah tangga tanpa tempat tinggal. Atau tinggal di rumah yang tidak layak huni. Ketimpangan perumahan di Indonesia terjadi di sisi suplai dan demand.

Tingginya permintaan terhadap rumah tidak sebanding dengan ketersediaan pasokan rumah. Faktor penyebabnya beragam. Mulai dari keterbatasan lahan, kebijakan yang kurang efektif, kemampuan pelaku usaha hingga mahalnya pasokan bahan baku menjadi aspek yang menghambat penyediaan rumah.

Dari sisi permintaan, faktor pembiayaan yang terbatas menjadi kendala utama. Permasalahan backlog perumahan ini hanya bisa diselesaikan bersama antara program pemerintah pusat, daerah, pengembang, dan institusi keuangan. Pemerintah pusat perlu menyusun perangkat hukum dan percepatan aturan-aturan yang aplikatif mengenai perizinan dan pengadaan lahan.

Pemerintah daerah perlu menyusun arah pengembangan kota yang berwawasan lingkungan, bermartabat, dan memiliki dasar pengembangan tata ruang dan tata wilayah yang prima. Dengan demikian pengembang dapat membangun perumahan sesuai dengan kebutuhan wilayah dan pengembangan daerah. Institusi keuangan dapat mempercepat proses masyarakat memiliki rumah dengan pembiayaan.

Koordinasi adalah barang langka di negeri ini. Apalagi koordinasi besar yang melibatkan banyak stakeholder strategis seperti perumahan. Harus ada pihak yang mengerti bisnis ini dari hulu ke hilir menjadi penghubung atau tepatnya integrator. Keberadaan forum komunikasi ini sangat substansial untuk mencari solusi bersama menyelesaikan backlog.

BTN Housing Finance Center (HFC)

Sebagai wujud komitmen dan partisipasi Bank BTN dalam mengatasi masalah backlog perumahan, Bank BTN akan membentuk BTN Housing Finance Center (HFC). Lembaga ini diharapkan dapat berkontribusi dalam mencari solusi masalah perumahan nasional. BTN HFC didesain sebagai pusat penelitian dan inovasi perumahan. Selain menjadi learning center, HFC juga akan menjadi lembaga riset serta advisory.

Sebagai learning center, BTN HFC akan menjadi sentra edukasi yang berkaitan dengan semua aspek mortgage. Terutama peningkatan kualitas SDM di bidang kredit dan properti. Bank BTN telah menyiapkan tiga tempat sebagai learning center, yaitu di kantor pusat BTN di Jakarta, berikutnya di Pusdiklat BTN di Jakarta, serta salah satu kantor cabang di Makassar.

Tiga lokasi tersebut selama ini sudah berfungsi sebagai training center bagi karyawan BTN. Selain tiga tempat ini, Bank BTN juga telah menyiapkan lokasi khusus di Bandung. HFC memiliki 200 instruktur profesional yang terlatih. Screening terhadap mereka telah dilakukan secara ketat dan sertifikasi atas spesialisasi masing-masing sudah teruji.

Para instruktur dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu gold, silver, dan bronze. Tiap tingkatan memiliki jam terbang yang telah disesuaikan dengan kurikulum. Begitu pula sebagai lembaga riset, HFC diharapkan dapat menjadi lembaga rujukan utama dan tepercaya dalam pengembangan sektor properti. Untuk itu, HFC akan menyediakan informasi, indeks, serta data terakurat mengenai perumahan.

Pada tahap awal, Bank BTN telah menjalin komitmen dengan beberapa lembaga riset terkemuka. HFC juga akan menjadi lembaga konsultan yang memberikan konsultasi dan advisory di bidang mortgage serta properti kepada stakeholder khususnya kepada pelaku usaha di sektor properti. Diharapkan Bank BTN dapat turut terlibat dalam pengambilan keputusan perumahan yang dilakukan pemerintah.

Ketiga fungsi utama HFC tersebut bertujuan mencari terobosan dan solusi dalam menyelesaikan ketimpangan suplai dan demand perumahan di Indonesia. Semua itu tak lepas dari komitmen Bank BTN sebagai bank yang fokus di sektor perumahan. Tentunya, untuk mendukung peningkatan peran Bank BTN dibutuhkan dukungan dari pemerintah.

Salah satunya dengan menyiapkan peraturan berupa undang-undang yang mengatur Bank BTN sebagai bank khusus di sektor perumahan. Belum adanya aturan khusus tersebut membuat Bank BTN selama ini tidak optimal dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga pembiayaan di sektor perumahan. Perlu dipahami, Bank BTN mempunyai karakter bisnis yang unik.

Bank BTN memiliki fungsi strategis untuk mendukung program pemerintah dalam penyediaan rumah bagi masyarakat. Hal itu bisa dilihat dari portofolio kredit Bank BTN sebanyak 88,07% disalurkan ke sektor perumahan, khususnya menengah bawah. BTN HFC adalah bentuk komitmen Bank BTN membantu pemerintah dalam mencari solusi untuk menyelesaikan masalah perumahan nasional.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar