Rabu, 03 Desember 2014

Asa Baru ODHA

                                                      Asa Baru ODHA

Badrul Munir  ;   Peneliti Neuro AIDS-Ilmu Penyakit Saraf RS Saiful Anwar;
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang
JAWA POS,  01 Desember 2014

                                                                                                                       


Kabar baik berembus dari dunia penelitian HIV-AIDS. Para peneliti HIV-AIDS dari Prancis melaporkan ”hilangnya” HIV dari dua pengidap HIV-AIDS yang menderita selama 30 tahun (pasien tersebut telah diteliti dan diobati selama berpuluh-puluh tahun). Berita itu telah dimuat di jurnal internasional yang bernama Clinical Microbiology and Infection edisi 2014. Dalam laporan jurnal itu, didapatkan harapan baru untuk penyembuhan HIV-AIDS dengan cara rekayasa genetika agar tidak bereplikasi –yang mereka sebut dengan teori endogenous.

Seperti yang dipaparkan para ahli, HIV (human immunodeficiency virus) menyerang manusia dengan cara melumpuhkan sistem imun tubuh seseorang. Sistem imun tubuh dikendalikan oleh sekelompok sel darah putih yang bernama limfosit. Limfosit itulah yang diserang HIV. Pada awalnya, HIV akan melekat di reseptor limfosit yang disebut CD 4+. Di sanalah dimulai proses melekat dan meleburkan diri ke dalam sel limfosit, kemudian melepaskan kode genetik HIV (dalam bentuk RNA). Di dalam sel limfosit, RNA itu akan bereplikasi dengan cepat dan kemudian berubah menjadi DNA. Dengan bantuan enzim yang dikeluarkan oleh virus, DNA milik virus itu kemudian masuk ke inti sel dan ”merampas kendali” dari pembelahan sel limfosit. Akibatnya, sel limfosit menjadi ”abnormal”.

Abnormalnya sel limfosit menyebabkan hilangnya kendali pembentukan sistem pertahanan tubuh, baik seluler maupun humoral. Akibatnya, tubuh akan mudah terserang segala bentuk penyakit, terutama infeksi (jamur, TBC, virus, dan lain-lain) karena ”komando” sistem imun berupa limfosit telah dirampas oleh HIV. Ilmuwan Prancis tersebut berhasil mengendalikan perubahan RNA virus dengan sistem yang mereka sebut endogenasi (sistem rekayasa genetika yang mencegah peleburan RNA virusmenjadi DNA sel limfosit).

Walaupun laporan tersebut masih dalam bentuk case report dan mendapat banyak tanggapan kritis dari para ilmuwan lain, itu temuan penting untuk memberikan ”secercah harapan” tentang terapi definitif HIV dan seolah memberikan spirit baru setelah dilakukan penelitian maraton sejak beberapa dekade terakhir.

Artikel itu juga seolah menjadi ”pengobat” bagi dunia penelitian HIV-AIDS yang telah mengalami ujian berat, di mana banyak pakar HIV yang ikut jadi korban kecelakaan pesawat Malaysia Airlines MH-17 yang jatuh di daerah Ukraina dan sampai sekarang belum ditemukan titik terang soal penyebab jatuhnya pesawat nahas tersebut.

Akibat jatuhnya pesawat MH-17 itu, sekitar 100 ahli dan peneliti HIV-AIDS yang sedianya akan berkumpul di Sydney, Australia, dalam rangka Kongres Internasional HIV-AIDS 2014 harus kehilangan nyawa. Salah satunya adalah Prof Joep Lange, seorang peneliti utama HIV-AIDS yang sangat berjasa dalam pengembangan antiretroviral (ARV). Bukti ilmiah menunjukkan bahwa terapi ARV memberikan manfaat yang luar biasa. Tidak hanya memperpanjang angka harapan hidup dan memperbaiki kualitas hidup ODHA, ARV juga sangat bermanfaat menekan penyebaran HIV. Sebab, jumlah virus yang beredar di dalam tubuh ODHA (virulensi) sangat menurun.

Penemuan ARV yang sudah memasuki generasi keempat merupakan kemajuan dalam terapi HIV-AIDS. Proses kerja obat yang menekan replikasi virus seolah menjadi jembatan emas untuk mengurangi HIV-AIDS pada masa yang akan datang. Dan laporan dari Prancis awal bulan lalu tentang hilangnya HIV semakin memperbesar semangat para peneliti untuk menuntaskan terapi HIV yang sudah berjangkit selama beberapa dekade terakhir.

Berpacu dengan Waktu

Temuan ilmuwan Prancis yang dilaporkan di jurnal tersebut masih dalam tahap awal dan dibutuhkan serangkaian penelitian lanjutan. Sementara itu, pertumbuhan pasien dengan HIV-AIDS di seluruh dunia, termasuk Indonesia, terus mengkhawatirkan.

Peran pemerintah setiap negara sangat penting dalam rangka menekan pertumbuhan itu. Tingkat penyebaran HIV-AIDS berkorelasi positif dengan keseriusan pemerintah setempat untuk memerangi penyakit tersebut. Hal yang jelas bisa kita lihat, berapa anggaran pemerintah yang disediakan untuk penanggulangan maupun biaya riset HIV-AIDS.

Hal penting lain adalah kesungguhan pemimpin daerah dalam rangka penanggulangan HIV-AIDS. Satu contoh bagus ditunjukkan oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Keberhasilannya menutup lokalisasi Dolly pertengahan tahun ini sangat penting untuk menekan pertumbuhan pasien HIV baru.

Seperti kita ketahui bersama, penyebab utama penyebaran HIV adalah perilaku seksual yang menyimpang. Beberapa ahli menyatakan, potensi penularan HIV lewat seks yang tidak aman 0,5–1 per 1.000 aktivitas seksual (bahkan bila terjadi anal seks meningkat 50 per 1.000 aktivitas seksual). Bila diambil rata-rata, penularan HIV 1–50 per 1.000 aktivitas seksual.

Menurut beberapa data, saat Dolly ditutup pada Juni 2014, didapati 100 PSK positif terjangkit HIV. Dalam sehari semalam, mereka melayani tamu rata-rata 2–5 kali. Artinya, dalam sehari, ada 200–500 aktivitas seksual. Bila dikalikan sebulan, ada 42.000–105.000 aktivitas seksual yang berpotensi menyebarkan HIV. Kesimpulannya, ada 42–105 orang per bulan yang berpotensi terinfeksi HIV. Kalau penutupan Dolly sudah enam bulan, ada 252–630 orang yang diselamatkan Bu Risma dari potensi terinfeksi HIV-AIDS. Suatu langkah pencegahan yang luar biasa. Apalagi bila lokalisasi lain di seluruh Indonesia bisa ditutup seperti Dolly, sungguh banyak rantai penularan HIV yang terputus dan banyak generasi yang terselamatkan dari virus itu. Selamat Hari AIDS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar