Asa
Baru ODHA
Badrul Munir ; Peneliti Neuro AIDS-Ilmu Penyakit Saraf RS Saiful
Anwar;
Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya, Malang
|
JAWA
POS, 01 Desember 2014
Kabar baik berembus dari dunia penelitian HIV-AIDS. Para peneliti
HIV-AIDS dari Prancis melaporkan ”hilangnya” HIV dari dua pengidap HIV-AIDS
yang menderita selama 30 tahun (pasien tersebut telah diteliti dan diobati
selama berpuluh-puluh tahun). Berita itu telah dimuat di jurnal internasional
yang bernama Clinical Microbiology and
Infection edisi 2014. Dalam laporan jurnal itu, didapatkan harapan baru
untuk penyembuhan HIV-AIDS dengan cara rekayasa genetika agar tidak
bereplikasi –yang mereka sebut dengan teori
endogenous.
Seperti yang dipaparkan para ahli, HIV (human immunodeficiency virus) menyerang manusia dengan cara
melumpuhkan sistem imun tubuh seseorang. Sistem imun tubuh dikendalikan oleh
sekelompok sel darah putih yang bernama limfosit. Limfosit itulah yang
diserang HIV. Pada awalnya, HIV akan melekat di reseptor limfosit yang
disebut CD 4+. Di sanalah dimulai proses melekat dan meleburkan diri ke dalam
sel limfosit, kemudian melepaskan kode genetik HIV (dalam bentuk RNA). Di
dalam sel limfosit, RNA itu akan bereplikasi dengan cepat dan kemudian
berubah menjadi DNA. Dengan bantuan enzim yang dikeluarkan oleh virus, DNA
milik virus itu kemudian masuk ke inti sel dan ”merampas kendali” dari
pembelahan sel limfosit. Akibatnya, sel limfosit menjadi ”abnormal”.
Abnormalnya sel limfosit menyebabkan hilangnya kendali pembentukan
sistem pertahanan tubuh, baik seluler maupun humoral. Akibatnya, tubuh akan
mudah terserang segala bentuk penyakit, terutama infeksi (jamur, TBC, virus,
dan lain-lain) karena ”komando” sistem imun berupa limfosit telah dirampas
oleh HIV. Ilmuwan Prancis tersebut berhasil mengendalikan perubahan RNA virus
dengan sistem yang mereka sebut endogenasi (sistem rekayasa genetika yang
mencegah peleburan RNA virusmenjadi DNA sel limfosit).
Walaupun laporan tersebut masih dalam bentuk case report dan mendapat banyak tanggapan kritis dari para
ilmuwan lain, itu temuan penting untuk memberikan ”secercah harapan” tentang
terapi definitif HIV dan seolah memberikan spirit baru setelah dilakukan penelitian
maraton sejak beberapa dekade terakhir.
Artikel itu juga seolah menjadi ”pengobat” bagi dunia penelitian
HIV-AIDS yang telah mengalami ujian berat, di mana banyak pakar HIV yang ikut
jadi korban kecelakaan pesawat Malaysia Airlines MH-17 yang jatuh di daerah
Ukraina dan sampai sekarang belum ditemukan titik terang soal penyebab
jatuhnya pesawat nahas tersebut.
Akibat jatuhnya pesawat MH-17 itu, sekitar 100 ahli dan peneliti
HIV-AIDS yang sedianya akan berkumpul di Sydney, Australia, dalam rangka
Kongres Internasional HIV-AIDS 2014 harus kehilangan nyawa. Salah satunya
adalah Prof Joep Lange, seorang peneliti utama HIV-AIDS yang sangat berjasa
dalam pengembangan antiretroviral (ARV). Bukti ilmiah menunjukkan bahwa
terapi ARV memberikan manfaat yang luar biasa. Tidak hanya memperpanjang
angka harapan hidup dan memperbaiki kualitas hidup ODHA, ARV juga sangat
bermanfaat menekan penyebaran HIV. Sebab, jumlah virus yang beredar di dalam
tubuh ODHA (virulensi) sangat menurun.
Penemuan ARV yang sudah memasuki generasi keempat merupakan kemajuan
dalam terapi HIV-AIDS. Proses kerja obat yang menekan replikasi virus seolah
menjadi jembatan emas untuk mengurangi HIV-AIDS pada masa yang akan datang.
Dan laporan dari Prancis awal bulan lalu tentang hilangnya HIV semakin
memperbesar semangat para peneliti untuk menuntaskan terapi HIV yang sudah
berjangkit selama beberapa dekade terakhir.
Berpacu
dengan Waktu
Temuan ilmuwan Prancis yang dilaporkan di jurnal tersebut masih dalam
tahap awal dan dibutuhkan serangkaian penelitian lanjutan. Sementara itu,
pertumbuhan pasien dengan HIV-AIDS di seluruh dunia, termasuk Indonesia,
terus mengkhawatirkan.
Peran pemerintah setiap negara sangat penting dalam rangka menekan
pertumbuhan itu. Tingkat penyebaran HIV-AIDS berkorelasi positif dengan
keseriusan pemerintah setempat untuk memerangi penyakit tersebut. Hal yang
jelas bisa kita lihat, berapa anggaran pemerintah yang disediakan untuk
penanggulangan maupun biaya riset HIV-AIDS.
Hal penting lain adalah kesungguhan pemimpin daerah dalam rangka
penanggulangan HIV-AIDS. Satu contoh bagus ditunjukkan oleh Wali Kota
Surabaya Tri Rismaharini. Keberhasilannya menutup lokalisasi Dolly
pertengahan tahun ini sangat penting untuk menekan pertumbuhan pasien HIV
baru.
Seperti kita ketahui bersama, penyebab utama penyebaran HIV adalah
perilaku seksual yang menyimpang. Beberapa ahli menyatakan, potensi penularan
HIV lewat seks yang tidak aman 0,5–1 per 1.000 aktivitas seksual (bahkan bila
terjadi anal seks meningkat 50 per 1.000 aktivitas seksual). Bila diambil
rata-rata, penularan HIV 1–50 per 1.000 aktivitas seksual.
Menurut beberapa data, saat Dolly ditutup pada Juni 2014, didapati 100
PSK positif terjangkit HIV. Dalam sehari semalam, mereka melayani tamu
rata-rata 2–5 kali. Artinya, dalam sehari, ada 200–500 aktivitas seksual.
Bila dikalikan sebulan, ada 42.000–105.000 aktivitas seksual yang berpotensi
menyebarkan HIV. Kesimpulannya, ada 42–105 orang per bulan yang berpotensi
terinfeksi HIV. Kalau penutupan Dolly sudah enam bulan, ada 252–630 orang
yang diselamatkan Bu Risma dari potensi terinfeksi HIV-AIDS. Suatu langkah
pencegahan yang luar biasa. Apalagi bila lokalisasi lain di seluruh Indonesia
bisa ditutup seperti Dolly, sungguh banyak rantai penularan HIV yang terputus
dan banyak generasi yang terselamatkan dari virus itu. Selamat Hari AIDS. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar