Arus
Balik, Reformasi
Irfan Ridwan Maksum ; Ketua Program Pascasarjana Ilmu Administrasi
dan Guru Besar FISIP UI
|
KORAN
SINDO, 02 Desember 2014
Pascapelantikan Jokowi-JK menjadi presiden dan wakil presiden RI,
masyarakat banyak harap kepada susunan Kabinet Kerja. Detik-detik penantian
penetapan susunan kabinet tersebut sampai menimbulkan polemik di antara para
pakar, pengamat, dan praktisi. Pertanyaan yang serius dari disain kabinet ini
menyangkut nasib reformasi pembangunan Indonesia yang sudah digulirkan
periode kepemimpinan sebelumnya, apakah terjaga keberlanjutannya?
Politiko-Adminsitrasi
Jokowi-JK harus mampu mengomunikasikan ide dan visinya kepada anggota
kabinetnya. Kabinetnya adalah alat untuk mewujudkan visi-misi Jokowi-JK.
Untuk itu, peta pembangunan bangsa juga harus dikuasai anggotanya tersebut
minimal sesuai bidangnya.
Kabinet Kerja tidak mungkin diisi pribadi yang antireformasi dan
memiliki rekam jejak yang tidak kondusif dalam mengelola organisasi publik.
Jokowi-JK saat ini telah dan akan merasakan kelembaman organisasi
pemerintahannya. Faktor kelembaman organisasi pertama datang dari dalam
birokrasi kabinetnya. Pribadipribadi cakap saja yang mampu menghadapi soal
seperti ini.
Untuk itu, seleksi yang dilakukan Jokowi-JK yang memperhatikan
pertimbangan dari KPK, PPATK, DPR RI, dan dari kelompok kepentingan di
dalamnya haruslah sejalan dengan nilai kecakapan para menterinya karena soal
ini menentukan pengelolaan kelembaman organisasi yang akan dikelola Jokowi-
JK lima tahun ke depan.
Namun, terdapat pula potensi pendorong perubahan arah yang datang dari
visi elite politik pemerintahan Jokowi- JK, setidaknya sejak diputuskan
susunan kabinet. Pertama, diputusnya MP3EI adalah arah baru yang tidak mudah
diikuti manajemen pemerintahan Jokowi-JK.
Kedua, waktu tunggu putusan mengenai pilkada. Faktor ini bahkan akan
mendominasi perjalanan panjang lima tahun pemerintahan Jokowi- JK dan akan
terasa lebih panjang. Ketiga, isu kenaikan BBM. Keempat, arah baru
kemaritiman yang belum tampak jelas. Faktor ketiga dan keempat mampu memutar
balik jarum reformasi yang sudah ada. Memang ancaman utama lebih banyak dari
dalam. Pengalaman Jokowi-JK dan para menterinya akan banyak berbicara.
Masyarakat luas akan sama-sama menilai bagaimana sepak terjangnya dalam
100 hari pertama, satu tahun pertama, dan selanjutnya. Kinerja mereka
terbaca, apakah ancaman reformasi yang justru muncul atau keberlanjutan
reformasi yang akan banyak mewarnai di bawah Jokowi-JK. Keduanya dikenal
sebagai pribadi-pribadi yang efektif. Inilah yang harus dibuktikan selama
periode kepemimpinannya.
Keberlanjutan
Tentu sebagian masyarakat berharap terjadi kesinambungan dan terdapat
upaya untuk penyempurnaan. Akal sehat meminta Jokowi-JK tidak membuat hal
baru yang justru menimbulkan arah yang berbalik.
Namun, arah yang berbalik dalam reformasi seringkali tidak disadari
oleh pemain utama reformasi itu sendiri. Arah berbalik ini ancaman jika
reformasi berjalan sudah sesuai (on the
track reform). Dengan demikian, Jokowi-JK harus menyadari perlu early warning system dalam reformasi
yang akan dilakukan. Deteksi dini ancaman reformasi ditentukan seberapa besar
kemampuan memahami reformasi yang sudah berjalan sebelumnya dibandingkan
platform Jokowi-JK ke depan.
Karena itu, nilai keberlanjutan dapat dikembangkan dengan tetap kritis
karena dapat saja ketika kondisi berjalan terjadi berbagai hal distortif
terhadap reformasi yang sesungguhnya diinginkan bangsa Indonesia. Arah
reformasi yang berbalik dapat juga terjadi oleh kelembaman organisasi
birokrasi yang dikelola para menterinya. Namun, reformasi juga tidak sekadar
pelarangan rapat di hotel, pengurangan kertas-kertas kantor, pengurangan
jatah telepon, dan ihwal teknis lain.
Reformasi bergradasi dari yang teknis sampai strategis. Jika ihwal
teknis semata yang dilakukan, kesimpulannya justru mengarah bahwa kelembaman
organisasi pemerintahan RI amatlah besar yang sedang dihadapi Jokowi-JK.
Masyarakat telah memahami bahwa pasangan terpilih Jokowi-JK sudah memiliki
desain pembangunan Indonesia.
Jokowi-JK bahkan menyiapkan tim transisi– yang sudah membubarkan
diri–untuk soal tersebut bahkan bertugas pula sampai mendesain struktur
Kabinet Kerja yang sudah terisi kini. Jokowi-JK kini sedang memainkan
revolusi mental dalam tindakan.
Dua hal besar menggolongkan
reformasi untuk kepentingan pembangunan Indonesia ke depan yang dapat menjadi
alat deteksidinikeberlanjutanreformasi: (1) prosedural, bagaimana manajemen
terarah mampu dilakukan oleh Jokowi-JK terhadap kabinetnya; (2) soal-soal
substansial apa yang menjadi pokok-pokok perubahan manajemen bangsa Indonesia
yang mampu menjadi pilar perwujudan platform Jokowi-JK.
Alat pertama menyangkut matra komunikasi politik dengan lembaga tinggi
negara dan manajemen terhadap birokrasi kabinetnya. Alat kedua adalah
meneliti ihwal pokok mana yang merupakan pilar pembangunan Indonesia. Yang
kedua dapat dirinci antara lain (1) kesejahteraan bangsa, (2) hubungan
pusat-daerah dan manajemen otonomi daerah, serta (3) daya saing nasional,
Inilah revolusi mental plus.
Alat pertama menentukan bagaimana alat kedua mampu dikelola dengan
baik. Jika alat pertama tidak kondusif, dapat saja pembangunan bangsa
terancam. Begitupun sebaliknya, kemampuan menggambarkan alat pertama yang
tidak diimbangi menelaah secara baik alat kedua, pun dapat mengancam
pembangunan bangsa Indonesia. Jika alat pertama kondustif, dapat ditengarai
bahwa kesejahteraan masyarakat meningkat dan disertai keadilan dan pemerataan
tentunya.
Berikutnya hubungan pusat-daerah dan manajemen otonomi daerah semakin
nyata dan bertanggung jawab memiliki implikasi pembangunan lokal dan nasional
yang efektif. Terakhir daya saing nasional pun terjamin. Dengan demikian,
sistem politik nasional yang ada harus dikelola dengan baik oleh Jokowi-JK
dan hasil Kabinet Kerja yang sudah diketahui masyarakat luas harus segera
bekerja keras sesuai prinsip Presiden Jokowi.
Kerja keras akan mendorong keberlanjutan reformasi menutup stigma
banyak kepentingan bermain di balik penyusunan Kabinet Kerja. Semoga. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar