Akankah
Megawati (Kembali) Legawa?
Bawono Kumoro ; Peneliti Politik The Habibie Center
|
JAWA
POS, 17 Desember 2014
ADA
temuan menarik yang terungkap dari hasil survei terbaru Cyrus Network. Yakni,
publik menginginkan adanya regenerasi kepemimpinan di Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDIP). Dua politikus muda PDIP, Joko Widodo dan Puan
Maharani, lebih diinginkan publik untuk menjadi ketua umum berikutnya
ketimbang Megawati Soekarnoputri yang telah memimpin selama beberapa periode.
Berdasar
survei pada 1–7 Desember tersebut, terungkap jika Megawati tidak
diikutsertakan dalam kompetisi pemilihan ketua umum PDIP pada kongres tahun
depan, Joko Widodo mendapat dukungan 29,3 persen. Puan berada di urutan kedua
dengan dukungan 24,5 persen dan Ganjar Pranowo menempati urutan ketiga dengan
dukungan 12,4 persen.
Kemudian,
saat nama Megawati tidak diikutkan, Joko Widodo tetap ungul dengan dukungan
26,1 persen. Puan berada di urutan kedua dengan dukungan 18,6 persen. Nama
Megawati baru muncul di urutan ketiga dengan dukungan 16,7 persen. Hasil
survei tersebut menunjukkan bahwa publik menginginkan Megawati merelakan
tampuk kepemimpinan PDIP kepada tokoh muda dalam kongres April 2015.
Memang
regenerasi dan kaderisasi menjadi salah satu persoalan akut yang dihadapi
sebagian besar partai politik di Indonesia. Selama ini, partai politik seolah
tidak sadar akan dua hal tersebut. Partai politik baru tersadar arti penting
regenerasi dan kaderisasi tatakala kebingungan saat menyusun calon anggota
legislatif sebelum menjelang pelaksanaan pemilu.
Dominasi
tokoh-tokoh tua pada pucuk kepemimpinan partai merupakan bukti paling sahih
dari krisis regenerasi dan kaderisasi partai politik. Selain Megawati di
PDIP, ada Aburizal Bakrie di Partai Golkar, Prabowo Subianto di Partai
Gerindra, Surya Paloh di Partai Nasdem, Wiranto di Partai Hanura, dan Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) di Partai Demokrat. Meskipun telah berusia di atas 60
tahun, seluruh tokoh itu masih kerasan menduduki kursi ketua umum di partai
masing-masing.
Krisis
kaderisasi yang dialami sebagian besar partai politik saat ini terkait erat
dengan pemberian kesempatan kepada kaum muda untuk melakukan partisipasi
politik di lingkungan internal partai masing-masing. Jika kita cermati,
dominasi tokoh tua memang masih sangat kuat mencengkeram sebagian besar
partai politik di Indonesia.
Dewasa
ini, kaum muda seakan tidak lagi mendapat ruang yang memadai di partai-partai
politik dalam menyalurkan aspirasi politik masing-masing. Padahal, sejak
dulu, kaum muda selalu ada di balik setiap episode penting perjalanan bangsa.
Sejarah mencatat peran siswa-siswa School tot Opleiding van Indische Artsen
(STOVIA) dalam merintis pendirian Budi Utomo. Para pemuda bersatu dalam
jalinan semangat Sumpah Pemuda.
Selain
itu, republik ini didirikan oleh para tokoh yang sebagian besar masih berusia
muda. Soekarno menjadi presiden pada usia 44 tahun. Sedangkan Mohammad Hatta
menjadi wakil presiden saat masih berusia 43 tahun. Semua itu mengindikasikan
bahwa bangsa Indonesia memiliki landasan historis sangat kuat bagi
kepemimpinan tokoh-tokoh muda.
Seiring
dengan perjalanan waktu, keadaan itu perlahan-lahan mulai berubah, terutama
pada era Orde Baru. Di bawah rezim Orde Baru, kehidupan politik bangsa
Indonesia berjalan tanpa partisipasi luas tokoh-tokoh muda di birokrasi
pemerintahan. Proses regenerasi dihambat secara sistematis dan struktural.
Karena
itu, sangat kuat alasan bagi bangsa Indonesia mempromosikan (kembali) kaum
muda di level kepemimpinan nasional dewasa ini. Para elite partai politik
harus sadar akan urgensi keterlibatan tokoh-tokoh muda dalam jajaran
kepengurusan partai. Jika partai politik ingin tetap eksis, tuntutan untuk
senantiasa melahirkan generasi politik baru sulit dielakkan.
Ketergantungan
sejumlah partai politik pada figur-figur tertentu sering menjadi tembok besar
penghalang mobilitas vertikal tokoh-tokoh muda. Selama ini, perhelatan
suksesi kepemimpinan di sejumlah partai politik menunjukkan bahwa kehadiran
tokoh-tokoh muda sebagai pelaku politik belum teradopsi dengan baik.
Dalam
konteks itu, keinginan publik agar PDIP dipimpin tokoh muda –sebagaimana
terekam dalam survei– patut disambut dengan tangan terbuka yang disertai
sikap lapang dada oleh elite-elite partai tersebut. Para elite PDIP harus
secara sungguh-sungguh memastikan dan menunjukkan kepada publik bahwa kongres
mendatang dijalankan secara demokratis demi memberikan jalan kepada tokoh
muda untuk muncul di pucuk kepemimpinan partai.
Bila
jalan kepada Joko Widodo menuju kursi RI-1 telah dengan sangat legawa
diberikan, seharusnya bukan hal sulit bagi Megawati untuk juga legawa
memberikan kesempatan kepada tokoh muda memimpin PDIP selama lima tahun ke
depan. Sebagai salah satu partai terbesar di Indonesia, PDIP memiliki
tanggung jawab moral untuk memastikan keterlibatan tokoh-tokoh muda secara
masif di kepengurusan partai politik. Tanggung jawab moral yang sama juga
berlaku bagi partai politik lain.
Keterlibatan tokoh-tokoh muda secara masif di partai politik dapat
menjadi pembuka jalan bagi kemunculan benih-benih baru kepemimpinan nasional.
Masa depan bangsa ini terlalu penting untuk diserahkan kepada tokoh-tokoh
lawas yang telah sekian lama mendominasi panggung politik. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar