Kamis, 18 Desember 2014

Akankah Megawati (Kembali) Legawa?

                     Akankah Megawati (Kembali) Legawa?

Bawono Kumoro  ;   Peneliti Politik The Habibie Center
JAWA POS,  17 Desember 2014

                                                                                                                       


ADA temuan menarik yang terungkap dari hasil survei terbaru Cyrus Network. Yakni, publik menginginkan adanya regenerasi kepemimpinan di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Dua politikus muda PDIP, Joko Widodo dan Puan Maharani, lebih diinginkan publik untuk menjadi ketua umum berikutnya ketimbang Megawati Soekarnoputri yang telah memimpin selama beberapa periode.

Berdasar survei pada 1–7 Desember tersebut, terungkap jika Megawati tidak diikutsertakan dalam kompetisi pemilihan ketua umum PDIP pada kongres tahun depan, Joko Widodo mendapat dukungan 29,3 persen. Puan berada di urutan kedua dengan dukungan 24,5 persen dan Ganjar Pranowo menempati urutan ketiga dengan dukungan 12,4 persen.

Kemudian, saat nama Megawati tidak diikutkan, Joko Widodo tetap ungul dengan dukungan 26,1 persen. Puan berada di urutan kedua dengan dukungan 18,6 persen. Nama Megawati baru muncul di urutan ketiga dengan dukungan 16,7 persen. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa publik menginginkan Megawati merelakan tampuk kepemimpinan PDIP kepada tokoh muda dalam kongres April 2015.

Memang regenerasi dan kaderisasi menjadi salah satu persoalan akut yang dihadapi sebagian besar partai politik di Indonesia. Selama ini, partai politik seolah tidak sadar akan dua hal tersebut. Partai politik baru tersadar arti penting regenerasi dan kaderisasi tatakala kebingungan saat menyusun calon anggota legislatif sebelum menjelang pelaksanaan pemilu.

Dominasi tokoh-tokoh tua pada pucuk kepemimpinan partai merupakan bukti paling sahih dari krisis regenerasi dan kaderisasi partai politik. Selain Megawati di PDIP, ada Aburizal Bakrie di Partai Golkar, Prabowo Subianto di Partai Gerindra, Surya Paloh di Partai Nasdem, Wiranto di Partai Hanura, dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Partai Demokrat. Meskipun telah berusia di atas 60 tahun, seluruh tokoh itu masih kerasan menduduki kursi ketua umum di partai masing-masing.

Krisis kaderisasi yang dialami sebagian besar partai politik saat ini terkait erat dengan pemberian kesempatan kepada kaum muda untuk melakukan partisipasi politik di lingkungan internal partai masing-masing. Jika kita cermati, dominasi tokoh tua memang masih sangat kuat mencengkeram sebagian besar partai politik di Indonesia.

Dewasa ini, kaum muda seakan tidak lagi mendapat ruang yang memadai di partai-partai politik dalam menyalurkan aspirasi politik masing-masing. Padahal, sejak dulu, kaum muda selalu ada di balik setiap episode penting perjalanan bangsa. Sejarah mencatat peran siswa-siswa School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA) dalam merintis pendirian Budi Utomo. Para pemuda bersatu dalam jalinan semangat Sumpah Pemuda.

Selain itu, republik ini didirikan oleh para tokoh yang sebagian besar masih berusia muda. Soekarno menjadi presiden pada usia 44 tahun. Sedangkan Mohammad Hatta menjadi wakil presiden saat masih berusia 43 tahun. Semua itu mengindikasikan bahwa bangsa Indonesia memiliki landasan historis sangat kuat bagi kepemimpinan tokoh-tokoh muda.

Seiring dengan perjalanan waktu, keadaan itu perlahan-lahan mulai berubah, terutama pada era Orde Baru. Di bawah rezim Orde Baru, kehidupan politik bangsa Indonesia berjalan tanpa partisipasi luas tokoh-tokoh muda di birokrasi pemerintahan. Proses regenerasi dihambat secara sistematis dan struktural.

Karena itu, sangat kuat alasan bagi bangsa Indonesia mempromosikan (kembali) kaum muda di level kepemimpinan nasional dewasa ini. Para elite partai politik harus sadar akan urgensi keterlibatan tokoh-tokoh muda dalam jajaran kepengurusan partai. Jika partai politik ingin tetap eksis, tuntutan untuk senantiasa melahirkan generasi politik baru sulit dielakkan.

Ketergantungan sejumlah partai politik pada figur-figur tertentu sering menjadi tembok besar penghalang mobilitas vertikal tokoh-tokoh muda. Selama ini, perhelatan suksesi kepemimpinan di sejumlah partai politik menunjukkan bahwa kehadiran tokoh-tokoh muda sebagai pelaku politik belum teradopsi dengan baik.

Dalam konteks itu, keinginan publik agar PDIP dipimpin tokoh muda –sebagaimana terekam dalam survei– patut disambut dengan tangan terbuka yang disertai sikap lapang dada oleh elite-elite partai tersebut. Para elite PDIP harus secara sungguh-sungguh memastikan dan menunjukkan kepada publik bahwa kongres mendatang dijalankan secara demokratis demi memberikan jalan kepada tokoh muda untuk muncul di pucuk kepemimpinan partai.

Bila jalan kepada Joko Widodo menuju kursi RI-1 telah dengan sangat legawa diberikan, seharusnya bukan hal sulit bagi Megawati untuk juga legawa memberikan kesempatan kepada tokoh muda memimpin PDIP selama lima tahun ke depan. Sebagai salah satu partai terbesar di Indonesia, PDIP memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan keterlibatan tokoh-tokoh muda secara masif di kepengurusan partai politik. Tanggung jawab moral yang sama juga berlaku bagi partai politik lain.

Keterlibatan tokoh-tokoh muda secara masif di partai politik dapat menjadi pembuka jalan bagi kemunculan benih-benih baru kepemimpinan nasional. Masa depan bangsa ini terlalu penting untuk diserahkan kepada tokoh-tokoh lawas yang telah sekian lama mendominasi panggung politik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar