Selasa, 19 Agustus 2014

Yamin dan Konstitusi

                                               Yamin dan Konstitusi

Bandung Mawardi  ;   Penulis
KORAN TEMPO, 19 Agustus 2014
                                                
                                                                                                                                   

Empat belas tahun setelah pengesahan UUD 1945, 18 Agustus 1945, Muhammad Yamin menerbitkan buku fenomenal berjudul Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945. Buku sengaja diterbitkan agar ada dokumentasi lengkap tentang kesejarahan konstitusi, meski tak lengkap dan mengandung kelemahan. Yamin bermaksud: "… mendalamlah pengertian kita kepada penulisan pertama dari sedjarah ketatanegaraan Indonesia jang disusun oleh ahli 62 pemikir Indonesia dalam abad ke-20 jang kita huni."

Selama puluhan tahun, buku susunan Yamin itu menjadi bacaan penting untuk studi konstitusi. Sekarang, kita bisa membaca secara kritis dan mengomentari keterangan-keterangan berlebihan dari ambisi imajinatif Yamin untuk membesarkan sejarah Indonesia.

Yamin memang rajin menulis kajian-kajian hukum dan sejarah bermisi memberi pemaknaan Indonesia. Kritik pun diarahkan ke Yamin akibat "kegemaran" membawa semangat imajinatif bercampur fakta. Ingat, Yamin adalah pujangga, sejak masa 1920-an. Sides Sudiyarto D.S. (1979), dalam puisi berjudul Prof. Muhammad Yamin S.H. - 1962, memberi julukan dan pujian: Wahai penyair madah kelana putra Indonesia/ Dikau pemikir hukum dan keadilan/ Pejuang nasib negara pembela bahasa/ tegas lurus membela bangsa. Puisi wagu tapi informatif mengenai peran Yamin bagi Indonesia. Yamin adalah pujangga, ahli bahasa, ahli hukum, dan ahli sejarah. Yamin juga mendapat julukan sebagai pembuat "mitos-mitos" modern di Indonesia.

Yamin berjasa, meski sering berlaku berlebihan dalam urusan literasi sejarah Indonesia. Penerbitan buku Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945 menjadi bukti keinginan Yamin untuk "mengakrabkan" sejarah konstitusi bagi publik. Buku itu bermakna, saat kita memperingati 18 Agustus 1945 sebagai acuan Hari Konstitusi. Sukarno memberi anjuran untuk membaca buku susunan Yamin: "Membolak-balik halaman buku ini sama dengan menggali tambang emas Konstitusi-Proklamasi. Pada hakekatnja sama pula hal itu dengan membatja penuh chidmat epos Revolusi Indonesia jang merintis djalan kebesaran bangsa Indonesia."

Sukarno tampak memberi sanjungan dan menempatkan Yamin sebagai "pengisah" mumpuni mengenai arus sejarah Indonesia, bermula dari Proklamasi dan UUD 1945. Yamin tentu pantas diakui sebagai penulis ampuh, mendokumentasikan dan memberi penjelasan-penjelasan konstitusi melalui publikasi buku Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia, Konstitusi Indonesia dalam Gelanggang Demokrasi, Uraian tentang Undang-Undang Dasar 1945, Pembahasan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Yamin adalah pelopor literasi konstitusi.

Ambisi menggerakkan literasi untuk sejarah dan konstitusi sudah diumumkan Yamin dalam Kongres Pemuda II (1928). Yamin menantang peminggiran sejarah Indonesia oleh para intelektual Barat. Yamin menginginkan ada rintisan penulisan sejarah Indonesia. Penulisan dan publikasi buku dari Yamin adalah ombak literasi agar sejarah dan konstitusi bisa dipelajari secara reflektif dan kritis.

Kita mulai membuat tradisi peringatan Hari Konstitusi. Peringatan tentu mengacu ke peristiwa bersejarah 18 Agustus 1945. Kita pun pantas memberi penghormatan bagi Yamin saat mengingat agenda literasi konstitusi demi pembelajaran publik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar