Wisata
Budaya
Purnawan Andra ; Peminat Kajian Sosial Budaya Masyarakat
|
KORAN
TEMPO, 09 Agustus 2014
Pada masa liburan, kita biasanya pergi berwisata ke pantai,
kebun binatang, atau pegunungan. Bagi orang yang biasa tinggal di kota besar,
hal ini menjadi penting untuk melepas lelah dan menyegarkan diri dari tekanan
keseharian. Tempat-tempat tersebut menjadi tujuan favorit karena minimnya
lokasi alternatif untuk berwisata di kota.
Maka menarik untuk menyelami lebih jauh konsep "wisata
budaya". Wisata dalam konsep ini bukan dalam pengertian rekreasi belaka,
namun lebih sebagai upaya untuk masuk dalam proses belajar guna mengenali
produk simbol. Dan, kebudayaan dalam konteks ini dimaknai sebagai sebuah
sistem simbol. Karena itu, wisata budaya adalah cara lain untuk melakukan
proses belajar dengan mengenali (dan mendalami) simbol-simbol kebudayaan yang
ada (Untoro, 2008).
Ada banyak simbol-simbol kebudayaan dan jejak sejarah yang bisa
dipelajari dari tempat-tempat wisata seperti candi atau museum. Mengunjungi
Museum Diponegoro di Magelang, misalnya, orang tidak hanya melihat lokasi
Sang Pangeran terperangkap dan ditangkap Belanda, tapi juga aktivitas
historis yang tertinggal serta pergulatan pemikiran untuk mempertahankan
harkat dan martabat bangsa. Di museum ini, dalam beberapa kesempatan juga
ditampilkan bentuk-bentuk seni budaya lokal yang sebagai sumber ide dan
merepresentasikan perjuangan Diponegoro, seperti kesenian hadrah, tablo, dan obros.
Wisata budaya adalah upaya untuk menapaki jejak sejarah,
rekreasi berkualitas yang berguna untuk mengisi hari libur. Rekreasi tidak
hanya bersenang-senang, tapi juga bergembira mengenali dan mendalami kultur
lokal yang ada di satu masyarakat, termasuk keseniannya. Dan menempatkan
identitas lokal dalam kehadiran publik yang diberi label wisata budaya adalah
upaya untuk memahami pariwisata secara lain.
Kita juga bisa belajar kepada konsep artventure di Grintingan, sebuah dukuh di dataran tinggi Selo,
Boyolali, Jawa Tengah. Ia merupakan kombinasi antara outbound dan kegiatan
seni budaya. Para peserta diajak mengikuti latihan menabuh gamelan untuk
melatih kebersamaan, respons, dan tanggung jawab dalam kelompok. Mereka juga
mengikuti latihan kesenian rakyat, berlatih gerak, memainkan properti kuda
lumping dan topeng buto (raksasa),
serta belajar merias wajah dan mengenakan kostumnya. Kegiatan ini melatih
kepekaan emosi, keyakinan diri, dan mengolah sisi afektif psikomotorik
manusia melalui kesenian. Lived-in di rumah penduduk setempat juga mengajak
peserta mengikuti seluruh kegiatan pertanian yang dilakukan sehingga mereka
lebih mengenal, memahami, dan pada akhirnya mampu menghargai kerja para
pelaku pertanian. Dalam kehidupan ekonomi komunal, sikap ini menjadi penting
untuk menciptakan keseimbangan ekonomi.
Artventure sebagai wisata budaya mensinergikan berbagai macam disiplin
ilmu dan pendekatan empirik ataupun sosial budaya dalam sebuah industri
pariwisata yang berorientasi pada bisnis terpadu, sekaligus sebagai industri
kreatif berbasis masyarakat. Potensinya bisa diuji dan diterapkan dalam
membangun Indonesia yang lebih berkualitas. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar