Rabu, 20 Agustus 2014

Sinergi Pemerintah Baru-KPK

                                  Sinergi Pemerintah Baru-KPK

Bambang Soesatyo  ;   Anggota Komisi III DPR RI,
Presidium Nasional KAHMI 2012-2017
KORAN SINDO, 19 Agustus 2014
                                               
                                                                                                                                   

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan DPR sebaiknya memberi kesempatan kepada pemerintah baru dan DPR periode mendatang untuk menyikapi formasi kepemimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK) terkini.

Perubahan formasi kepemimpinan KPK sebaiknya menunggu momentum yang tepat dan ideal. Faktor lain yang perlu dipertimbangkan SBY adalah kenyataan bahwa formasi kepemimpinan KPK adalah masalah strategis dan menjadi isu yang sangat sensitif bagi masyarakat. Dewasa ini formasi kepemimpinan KPK telah diapresiasi oleh publik karena kinerjanya yang menjanjikan. Walaupun awalnya tidak mudah, ketua dan para wakil ketua KPK pada akhirnya bisa solid seperti sekarang ini.

Karena itu, mengubah formasi kepemimpinan KPK terkini harus ditempuh dengan penuh hati-hati. Benar bahwa sesuai ketentuan, Wakil Ketua KPK Busyro Muqqodas akan mengakhiri masa baktinya pada 10 Desember 2014 mendatang. Segera mencari dan menyiapkan pengganti Busyro, otomatis menjadi konsekuensi logis. Itu sebabnya, Presiden SBY telah membentuk panitia seleksi (pansel) yang diketuai menkumham untuk mencari pengganti Busyro. Namun, persoalannya adalah seberapa jauh pansel itu bisa efektif bekerja.

Pertanyaan ini wajar mengingat pemerintahan SBY akan berakhir sekitar dua bulan lagi, tepatnya 20 Oktober 2014. Belum lagi dengan faktor fit and proper test oleh DPR. Bukankah masa bakti DPR periode terkini akan berakhir dalam hitungan hari? Paling ideal, dan untuk mengikuti prosedur, pansel itu tetap bekerja menjaring kandidat pengganti Busyro. Namun, pansel sebaiknya tidak memfinalkan para figur kandidat. Alasannya, akan terjadi pergantian menkumham. Berarti terjadi pula pergantian ketua pansel.

Bukan tidak mungkin ketua pansel baru punya kebijakan atau selera yang lain. Pertimbangan lainnya, para kandidat pilihan pansel tentu memerlukan restu presiden. Figur kandidat yang direstui SBY belum tentu diiyakan oleh presiden baru. Faktor lain yang juga harus diperhitungkan adalah sikap atau reaksi DPR periode mendatang. Karena itulah, mencari pengganti Busyro tidak perlu terburu-buru atau dipaksakan. Apalagi, persoalannya bukan terletak pada buruknya kinerja atau alasan gangguan kesehatan yang bersangkutan.

Isu tentang pengganti Busyro memang belum menyita perhatian, karena publik masih fokus menyorot sengketa Pemilihan Presiden 2014 yang mulai disidangkan Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, begitu proses seleksi mulai dilaksanakan dan profil para kandidat mulai disosialisasikan, akan terjadi kebisingan baru karena pro-kontra publik. Bagi masyarakat, isu tentang KPK sangatlah strategis bahkan sensitif. Perubahan formasi kepemimpinan pasti memunculkan debat di ruang publik.

SBY bisa saja tidak diuntungkan karena publik curiga dia berkepentingan terhadap figur-figur kandidat yang direstuinya. Daripada membuat kebisingan baru, lebih bijak jika SBY mau menahan diri terkait dengan konsekuensi perubahan formasi kepemimpinan KPK sekarang ini. Terpenting, dan agar tidak dipersalahkan, SBY sudah melaksanakan kewajiban prosedural dengan membentuk pansel itu. Dengan memberi ruang seperti itu, SBY membuka peluang bagi pemerintah baru menyikapi formasi kepemimpinan KPK saat ini.

Publik pun akan mengapresiasi SBY karena mengakhiri masa bakti kepresidenannya dengan meninggalkan formasi kepemimpinan KPK yang solid dan agresif. Apakah kepemimpinan KPK saat ini perlu diubah, biarkanlah pemerintah baru dan DPR yang menyepakatinya.

Sinergi

Menyongsong hadirnya pemerintah baru, soliditas kepemimpinan KPK saat ini untuk sementara perlu dipertahankan. Pemerintah baru dan KPK butuh ruang untuk saling adaptasi tentang agresivitas dan skala memerangi korupsi. Bukan rahasia lagi bahwa pemerintah baru pun cukup ambisius dalam perang ini. Karena itu, tanpa harus saling intervensi, pemerintah baru dan KPK perlu bersinergi.

Selama masa kampanye, dua kandidat capres telah memberi komitmen untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, kuat, dan berwibawa. Mereka juga telah memaparkan agenda pemberantasan korupsi. Agenda masing-masing capres tentang hal itu menjadi faktor pendukung yang signifikan bagi KPK. Namun, KPK tentu saja juga perlu menyikapi komitmen dan aksi nyata pemberantasan korupsi dari pemerintah baru. Pemerintahan bersih dan kuat bisa terwujud jika didukung oleh sistem pengendalian dan pengawasan yang kuat.

Salah satu wacana yang diangkat lagi ke permukaan adalah pembatasan transaksi tunai. Pembatasan transaksi tunai efektif mengurangi atau mencegah praktik suap atau perilaku menyimpang lainnya. Pemerintah baru pun berniat menerapkan pembatasan transaksi tunai di lingkungan pemerintah dari tingkat pusat ke pemerintah daerah. PPATK pun sedang menyiapkan draf rancangan undang-undang (RRU) tentang pembatasan transaksi tunai untuk institusi nonpemerintah. Dengan UU ini, transaksi tunai dibatasi dalam jumlah tertentu.

Dalam konteks perang melawan korupsi, program seperti e-budgeting hingga e-catalog dan pembatasan transaksi tunai lebih bermuatan pencegahan tindak pidana korupsi (tipikor). Hal ini sejalan dengan salah satu agenda utama KPK, yakni pencegahan. Artinya, jika pemerintah baru mengimplementasikan sejumlah program dan agenda yang terarah pada pencegahan tipikor, KPK tentu saja sangat berkepentingan. Agar agenda pencegahan tipikor itu lebih efektif, KPK bisa memberi masukan kepada pemerintah berdasarkan temuan dan pengalaman di lapangan.

Di sini jelas terlihat adanya kebutuhan membangun sinergi antara pemerintah baru dengan KPK dalam pencegahan tipikor. Tentang pembatasan transaksi tunai, misalnya, pimpinan KPK mengaku sudah lama mendiskusikannya. Namun, pembatasan transaksi tunai masih saja berstatus wacana karena kebijakan atas ketentuan ini menjadi wewenang Bank Indonesia dan pemerintah. Kalau pemerintah baru bisa merealisasikan kebijakan ini, tugas KPK untuk mencegah tipikor bisa lebih efektif. Untuk membangun sinergi dengan pemerintah baru, soliditas kepemimpinan KPK menjadi syarat mutlak.

Dalam konteks ini, KPK sudah barang tentu harus menunggu inisiatif pemerintah baru. Mungkin butuh waktu karena pemerintah baru harus berkonsolidasi lebih dulu. Dalam periode seperti itulah, soliditas kepemimpinan KPK harus selalu terjaga. Pemerintah baru hendaknya diberi kesempatan untuk memahami formasi kepemimpinan KPK saat ini. Kalau pemerintah baru mengapresiasi kinerja KPK, bukan tidak mungkin pemerintah baru berkepentingan dengan formasi kepemimpinan KPK saat ini. Periode kepemimpinan KPK saat ini akan berakhir pada Desember 2015.

Kalau soliditas paket kepemimpinan KPK saat ini masih dibutuhkan, pemerintah baru bisa saja menawarkan opsi memperpanjang masa bakti Busyro Muqqodas hingga Desember 2015. Alternatif lainnya adalah membiarkan kursi wakil ketua yang ditinggalkan Busyro kosong hingga Desember 2015. Cara ini bermanfaat untuk menjaga soliditas kepemimpinan KPK. Dan, pada Desember 2015 akan dipilih paket pimpinan KPK baru dengan rentang masa bakti yang sama, tidak terputus-putus seperti sebelumnya.

Terpenting dari semua itu, perubahan formasi kepemimpinan KPK tidak boleh mengganggu agresivitas perang terhadap korupsi, sebagaimana telah ditunjukkan oleh formasi kepemimpinan KPK saat ini. Rezim pemerintah boleh berganti, tetapi independensi KPK sedikit pun tidak boleh digerogoti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar