Sinergi
Pemerintah Baru-KPK
Bambang Soesatyo ;
Anggota Komisi III DPR RI,
Presidium Nasional KAHMI 2012-2017
|
KORAN
SINDO, 19 Agustus 2014
Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan DPR sebaiknya memberi kesempatan kepada
pemerintah baru dan DPR periode mendatang untuk menyikapi formasi
kepemimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK) terkini.
Perubahan
formasi kepemimpinan KPK sebaiknya menunggu momentum yang tepat dan ideal.
Faktor lain yang perlu dipertimbangkan SBY adalah kenyataan bahwa formasi
kepemimpinan KPK adalah masalah strategis dan menjadi isu yang sangat
sensitif bagi masyarakat. Dewasa ini formasi kepemimpinan KPK telah diapresiasi
oleh publik karena kinerjanya yang menjanjikan. Walaupun awalnya tidak mudah,
ketua dan para wakil ketua KPK pada akhirnya bisa solid seperti sekarang ini.
Karena
itu, mengubah formasi kepemimpinan KPK terkini harus ditempuh dengan penuh
hati-hati. Benar bahwa sesuai ketentuan, Wakil Ketua KPK Busyro Muqqodas akan
mengakhiri masa baktinya pada 10 Desember 2014 mendatang. Segera mencari dan
menyiapkan pengganti Busyro, otomatis menjadi konsekuensi logis. Itu
sebabnya, Presiden SBY telah membentuk panitia seleksi (pansel) yang diketuai
menkumham untuk mencari pengganti Busyro. Namun, persoalannya adalah seberapa
jauh pansel itu bisa efektif bekerja.
Pertanyaan
ini wajar mengingat pemerintahan SBY akan berakhir sekitar dua bulan lagi,
tepatnya 20 Oktober 2014. Belum lagi dengan faktor fit and proper test oleh DPR. Bukankah masa bakti DPR periode
terkini akan berakhir dalam hitungan hari? Paling ideal, dan untuk mengikuti
prosedur, pansel itu tetap bekerja menjaring kandidat pengganti Busyro.
Namun, pansel sebaiknya tidak memfinalkan para figur kandidat. Alasannya,
akan terjadi pergantian menkumham. Berarti terjadi pula pergantian ketua
pansel.
Bukan
tidak mungkin ketua pansel baru punya kebijakan atau selera yang lain.
Pertimbangan lainnya, para kandidat pilihan pansel tentu memerlukan restu
presiden. Figur kandidat yang direstui SBY belum tentu diiyakan oleh presiden
baru. Faktor lain yang juga harus diperhitungkan adalah sikap atau reaksi DPR
periode mendatang. Karena itulah, mencari pengganti Busyro tidak perlu terburu-buru
atau dipaksakan. Apalagi, persoalannya bukan terletak pada buruknya kinerja
atau alasan gangguan kesehatan yang bersangkutan.
Isu
tentang pengganti Busyro memang belum menyita perhatian, karena publik masih
fokus menyorot sengketa Pemilihan Presiden 2014 yang mulai disidangkan
Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, begitu proses seleksi mulai dilaksanakan dan
profil para kandidat mulai disosialisasikan, akan terjadi kebisingan baru
karena pro-kontra publik. Bagi masyarakat, isu tentang KPK sangatlah
strategis bahkan sensitif. Perubahan formasi kepemimpinan pasti memunculkan
debat di ruang publik.
SBY
bisa saja tidak diuntungkan karena publik curiga dia berkepentingan terhadap
figur-figur kandidat yang direstuinya. Daripada membuat kebisingan baru,
lebih bijak jika SBY mau menahan diri terkait dengan konsekuensi perubahan
formasi kepemimpinan KPK sekarang ini. Terpenting, dan agar tidak
dipersalahkan, SBY sudah melaksanakan kewajiban prosedural dengan membentuk pansel
itu. Dengan memberi ruang seperti itu, SBY membuka peluang bagi pemerintah
baru menyikapi formasi kepemimpinan KPK saat ini.
Publik
pun akan mengapresiasi SBY karena mengakhiri masa bakti kepresidenannya
dengan meninggalkan formasi kepemimpinan KPK yang solid dan agresif. Apakah
kepemimpinan KPK saat ini perlu diubah, biarkanlah pemerintah baru dan DPR
yang menyepakatinya.
Sinergi
Menyongsong
hadirnya pemerintah baru, soliditas kepemimpinan KPK saat ini untuk sementara
perlu dipertahankan. Pemerintah baru dan KPK butuh ruang untuk saling
adaptasi tentang agresivitas dan skala memerangi korupsi. Bukan rahasia lagi
bahwa pemerintah baru pun cukup ambisius dalam perang ini. Karena itu, tanpa
harus saling intervensi, pemerintah baru dan KPK perlu bersinergi.
Selama
masa kampanye, dua kandidat capres telah memberi komitmen untuk mewujudkan
pemerintahan yang bersih, kuat, dan berwibawa. Mereka juga telah memaparkan
agenda pemberantasan korupsi. Agenda masing-masing capres tentang hal itu
menjadi faktor pendukung yang signifikan bagi KPK. Namun, KPK tentu saja juga
perlu menyikapi komitmen dan aksi nyata pemberantasan korupsi dari pemerintah
baru. Pemerintahan bersih dan kuat bisa terwujud jika didukung oleh sistem
pengendalian dan pengawasan yang kuat.
Salah
satu wacana yang diangkat lagi ke permukaan adalah pembatasan transaksi
tunai. Pembatasan transaksi tunai efektif mengurangi atau mencegah praktik
suap atau perilaku menyimpang lainnya. Pemerintah baru pun berniat menerapkan
pembatasan transaksi tunai di lingkungan pemerintah dari tingkat pusat ke
pemerintah daerah. PPATK pun sedang menyiapkan draf rancangan undang-undang
(RRU) tentang pembatasan transaksi tunai untuk institusi nonpemerintah.
Dengan UU ini, transaksi tunai dibatasi dalam jumlah tertentu.
Dalam
konteks perang melawan korupsi, program seperti e-budgeting hingga e-catalog
dan pembatasan transaksi tunai lebih bermuatan pencegahan tindak pidana
korupsi (tipikor). Hal ini sejalan dengan salah satu agenda utama KPK, yakni
pencegahan. Artinya, jika pemerintah baru mengimplementasikan sejumlah
program dan agenda yang terarah pada pencegahan tipikor, KPK tentu saja
sangat berkepentingan. Agar agenda pencegahan tipikor itu lebih efektif, KPK
bisa memberi masukan kepada pemerintah berdasarkan temuan dan pengalaman di
lapangan.
Di
sini jelas terlihat adanya kebutuhan membangun sinergi antara pemerintah baru
dengan KPK dalam pencegahan tipikor. Tentang pembatasan transaksi tunai,
misalnya, pimpinan KPK mengaku sudah lama mendiskusikannya. Namun, pembatasan
transaksi tunai masih saja berstatus wacana karena kebijakan atas ketentuan
ini menjadi wewenang Bank Indonesia dan pemerintah. Kalau pemerintah baru
bisa merealisasikan kebijakan ini, tugas KPK untuk mencegah tipikor bisa
lebih efektif. Untuk membangun sinergi dengan pemerintah baru, soliditas
kepemimpinan KPK menjadi syarat mutlak.
Dalam
konteks ini, KPK sudah barang tentu harus menunggu inisiatif pemerintah baru.
Mungkin butuh waktu karena pemerintah baru harus berkonsolidasi lebih dulu.
Dalam periode seperti itulah, soliditas kepemimpinan KPK harus selalu
terjaga. Pemerintah baru hendaknya diberi kesempatan untuk memahami formasi
kepemimpinan KPK saat ini. Kalau pemerintah baru mengapresiasi kinerja KPK,
bukan tidak mungkin pemerintah baru berkepentingan dengan formasi
kepemimpinan KPK saat ini. Periode kepemimpinan KPK saat ini akan berakhir
pada Desember 2015.
Kalau
soliditas paket kepemimpinan KPK saat ini masih dibutuhkan, pemerintah baru
bisa saja menawarkan opsi memperpanjang masa bakti Busyro Muqqodas hingga
Desember 2015. Alternatif lainnya adalah membiarkan kursi wakil ketua yang
ditinggalkan Busyro kosong hingga Desember 2015. Cara ini bermanfaat untuk
menjaga soliditas kepemimpinan KPK. Dan, pada Desember 2015 akan
dipilih paket pimpinan KPK baru dengan rentang masa bakti yang sama, tidak
terputus-putus seperti sebelumnya.
Terpenting
dari semua itu, perubahan formasi kepemimpinan KPK tidak boleh mengganggu
agresivitas perang terhadap korupsi, sebagaimana telah ditunjukkan oleh
formasi kepemimpinan KPK saat ini. Rezim pemerintah boleh berganti, tetapi
independensi KPK sedikit pun tidak boleh digerogoti. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar