Rabu, 20 Agustus 2014

Penganggur Transisi

                                                 Penganggur Transisi

Elfindri  ;   Profesor Ekonomi SDM
dan Koordinator Program S-3 Ilmu Ekonomi Universitas Andalas, Padang
KORAN SINDO, 20 Agustus 2014
                                                
                                                                                                                                   

Data pengangguran yang diterbitkan selama lima tahun terakhir memang menggembirakan. Pasalnya angka pengangguran terbuka turun dari 9,1% tahun 2007 atau 10,0 juta orang menjadi 6,1% tahun 2012 atau sebanyak 7,2 juta orang. Memang kita sama-sama maklum bahwa penurunan angka pengangguran terutama karena manfaat dari pertumbuhan ekonomi. Pengangguran yang tertinggi adalah mereka yang berusia muda 15-24 tahun dan berpendidikan menengah (tamat SMA/sederajat). Untuk mereka yang berpendidikan menengah tamat SMA, angka pengangguran terakhir telah mencapai rentang 9,6% sampai 9,9%.

Tidak ada tanda-tanda bahwa angka pengangguran tamat sekolah menengah atas vokasi lebih rendah dibandingkan dengan tamatan SMA pendidikan umum. Secara implisit memang pendidikan menengah pun belum memiliki daya saing. Banyak yang menyangsikan kualitas dari penyelenggaraan pendidikan menengah mengingat orientasi pendidikan kita belum menyiapkan mereka untuk siap pakai, atau siap kerja. Pertanyaannya adalah dimensi apa yang tidak terbaca selama ini dalam data pengangguran? Kenapa hal ini penting dan apa implikasinya?

Penganggur Transisi?

Pemuda dapat diasumsikan pada analisis ini mereka yang berusia 15-24 tahun. Sekiranya kita lihat angka pengangguran terbuka pemuda, secara nasional tahun 2012 adalah sebesar 4,0 juta orang. Jumlah ini lebih separo dari pencari kerja keseluruhannya. Namun ketika patokan kita dalam melihat keadaan adalah pada mereka yang mencari pekerjaan, jelas itu ada pada usia muda.

Selain jumlahnya besar, mereka terdidik dan pengangguran tentunya merupakan beban sosial (social costs) yang serius. Tampaknya ketika kita hanya mengakui mereka yang masuk ke dalam kelompok usia angkatan kerja, jumlah pengangguran anak muda tidak seberat persoalan pengangguran terbuka anak muda di negara-negara maju. Sebab angka pengangguran anak muda telah mencapai di atas dua digit. Berbagai kajian menemukan, ketika angka pengangguran anak muda tinggi, angka partisipasi kerja penduduk usia tua mengalami peningkatan.

Akan tetapi tunggu dulu, survei angkatan kerja memang memperlakukan mereka yang masuk ke dalam usia kerja. Ketika kegiatan utama mereka adalah bekerja atau mencari pekerjaan selama seminggu yang lalu masuk ke dalam angkatan kerja. Bagaimana ketika anak muda berusia 15-24 tahun, mereka tidak bekerja, tidak pula mencari pekerjaan? Mereka ketika ditanya juga tidak sedang sekolah atau tidak mengurus rumah tangga. Maka opsi yang ada dalam jawaban adalah kelompok ini adalah kelompok “lainnya”.

Masalahnya adalah siapa mereka yang menjawab kelompok “lainnya” itu? Sebuah pertanyaan penting mengingat dari segi jumlah, angkanya relatif cukup serius. Ketika jumlah pengangguran pada kelompok usia 15-24 tahun adalah pada kisaran 10,1 juta orang, data mereka yang masuk usia yang sama yang berstatus “lainnya” adalah sebanyak lebih 2 juta orang. Secara logika saja sebenarnya mereka yang mengaku secara terang-terangan menganggur ditambah dengan mereka yang sebenarnya masih tetap menganggur menjadi 6,1 juta orang.

Ini menghasilkan proporsi mereka yang mesti mendapatkan penanganan yang bermakna menjadi lebih luas dan semakin kompleks. Kelompok yang menganggur memang tidak lagi sekolah, mereka sedang mencari pekerjaan. Sementara mereka yang menjawab lainnya pada kelompok usia muda, diperkirakan mereka yang sehari-harinya tidak sekolah lagi, mungkin sedang mempersiapkan diri untuk melanjutkan pendidikan atau beraktivitas yang mereka akui tidak bekerja, padahal mereka memerlukan pekerjaan. Kelompok inilah yang kita istilahkan sebagai kelompok pengangguran “transisi”.

Dari sisi penawaran supply side, mereka yang masa transisi, selain berusia muda, tidak memiliki keterampilan yang memadai untuk bekerja atau dengan kondisi tertentu mereka tetap bertahan dengan kondisi seadanya, tidak berinisiatif untuk menambah keterampilan, atau pasrah dengan keadaan yang ada. Apalagi aktivitas ekonomi sepi gara-gara rendahnya investasi pada daerah tempat mereka tinggal. Begitu juga kelompok transisi ini menjadi target tersendiri agar mereka semakin terbekali. Mereka ini sekiranya tidak termasuk ke dalam target untuk mendapatkan kebijakan, beban pasar kerja dalam waktu yang tidak terlalu lama akan semakin berat.

Tanggung Jawab Siapa?

Pertanyaan kita tentu ditujukan apakah mereka yang menganggur dibiarkan saja? Untuk kelompok penganggur, jelas mereka tidak lagi terikat dalam sistem pendidikan. Maka penganggur ini tentunya sebagian di antaranya adalah merupakan pekerjaan rumah bagi pemerintah, terutama meningkatkan keterampilan mereka serta menyalurkan mereka untuk dapat bekerja. Namun pada kelompok pemuda “lainnya”, mereka tidak lagi sedang sekolah dan bukan merupakan tanggung jawab departemen pendidikan, mengingat mereka bukan lagi pada rentang usia wajib belajar.

Sementara kelompok ini tidak juga merupakan definisi pencari kerja. Pemerintah bisa lepas tangan karena tidak terdefinisi sebagai pencari kerja. Lantas siapa? Sebenarnya telaah lebih mendalam diperlukan mengenai siapa dan kenapa mereka masuk ke dalam kategori “lainnya”. Dalam kaitan ini setidaknya kita dapat menetapkan lebih baik mereka masuk ke dalam kategori transisi selepas menjalani pendidikan, kemudian sebaiknya mereka diarahkan pada penyediaan keterampilan kerja.

Pastikanlah, upaya untuk membekali keterampilan kerja dan membekali mereka untuk merasa terpanggil bekerja adalah salah satu program penting pada masa yang akan datang. Bukankah kita dapat melihat bahwa semakin besar partisipasi angkatan kerja, semakin besar nilai tambah yang dihasilkan? Oleh karenanya, kita perlu menyarankan, agenda peningkatan keterampilan dan kewirausahaan mesti dapat meringankan beban tekanan pasar tenaga kerja pada masa yang akan datang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar