Sengkarut
Sengketa Pilpres
Idil Akbar ;
Staf Pengajar FISIP Unpad dan Peneliti Politik di Nusantara
Institute
|
KORAN
SINDO, 19 Agustus 2014
Sidang
sengketa pilpres di MK kian mendekati waktu keputusan. Bukti dan saksi juga
terus dihadirkan untuk dilihat dan dimintai keterangan tentang pelanggaran
dan kecurangan pilpres yang diklaim pihak pemohon telah dilakukan KPU sebagai
termohon.
Keterangan
saksi dan penunjukan bukti adalah kunci penting bagi MK untuk memutuskan
sengketa pilpres ini dengan adil. Terakhir, saksi ahli juga telah dihadirkan
untuk memperoleh keterangan bagaimana penanganan sengketa pilpres secara
menyeluruh. Dalam konteks saksi ahli ini menarik keterangan yang disampaikan
oleh Prof Yusril Ihza Mahendra yang menyatakan bahwa MK harus berani
memutuskan sengketa sebagaimana yang terjadi di Thailand. Sebagaimana
diketahui, MK Thailand memutuskan untuk melakukan penundaan Pemilu.
MK
Thailand memandang masih adanya persoalan konstitusional pada penyelenggaraan
pemilu yang menyebabkan masalah besar pada legitimasikekuasaan. Maka,
peringatan Ahli Tata Negara Prof. Yusril Ihza Mahendra ini perlu diperhatikan
serius. MK Indonesia harus meletakkan fondasi keputusan pada persoalan
legitimasi hasil pemilu, apakah konstitusional atau tidak dalam memutuskan
perkara PHPU. Menyelesaikan sengkarut sengketa pilpres ini memang perlu
dilakukan sistematis. MK harus berani mengambil keputusan yang imparsial dan
berkelanjutan.
Maka
itu, penyelesaian PHPU ini sudah seharusnya bersifat substantif, yakni
menangani persoalan legitimasi dan interpretasi berdasar UU dan tidak lagi
pada persoalan angka dan perdebatan kuantitatif. Lantas, bagaimana MK seharusnya
menyelesaikan sengkarut sengketa pilpres ini?
Pilpres
yang Demokratis dan Substansial
Dalam
pandangan politik, keputusan MK nantinya akan berdampak pada dua hal.
Pertama, keputusan MK akan mengandung pembelajaran penting bagi pembangunan
demokrasi yang substansial atau tidak, dan kedua, pemerintahan ke depan
akankah terpengaruh terhadap legitimasi kekuasaan. Kita semua sepakat, sangat
penting menyelenggarakan pemilu dan pilpres yang demokratis.
Pemilihan
umum yang demokratis diyakini akan menciptakan pemerintahan yang demokratis
pula dan bertanggung jawab. Mustahil jika dalam penyelenggaraan pemilu sudah
tak memenuhi nilai-nilai demokrasi akan diperoleh hasil yang demokratis.
Karena itu, perwujudan pemilu yang demokratis tak hanya pada persoalan keterlibatan
dan partisipasi rakyat secara aktif dan masif. Tetapi juga, pada
penyelenggara pemilu yang kredibel, akuntabel, terbuka dan transparan. Inilah
bentuk demokrasi substansial yang perlu dibangun dan dikedepankan.
Saat
ini penyelenggaraan pemilu baru memenuhi perwujudan dari demokrasi prosedural
yang mengedepankan hasil pemilu. Sementara itu, rakyat masih berperan sebagai
objek bagi penyelenggaraan pemilu dan pilpres. Untuk itulah mengapa
perdebatan yang mengemuka dalam setiap gugatan hasil pemilu cenderung
kuantitatif, mempersoalkan kalkulasi hasil perhitungan suara dan indikasi
kecurangan atas ketidaksinkronan kalkulasi tersebut.
Padahal
dalam konteks demokrasi substansial, perdebatan pentingnya adalah sudahkah
partisipasi rakyat diproses secara kualitatif di mana setiap orang yang telah
memiliki hak bisa terpenuhi hak konstitusionalnya. Lalu, apakah penyelenggara
pemilu juga telah menjalankan kewajiban konstitusionalnya menyelenggarakan
pemilihan umum yang adil, transparan, dan terbuka. Penyelenggara pemilu yang
akuntabel sangat penting di dalam menjaga kualitas pemilu yang demokratis.
Karena
itu, MK perlu melihat secara komprehensif penyelenggaraan pemilu yang
demokratis dan substansial sebagai pertimbangan penting didalam memutuskan
sengketa. Jika dibutuhkan, MK juga bisa memerintahkan untuk melakukan audit
terhadap KPU sebagai penyelenggara pemilu dan pilpres bilamana MK menilai
bahwa sengketa pilpres ini juga terkait dengan penyelenggaraan pemilu yang
tidak transparan, akuntabel dan adil. Sebagai contoh pada adanya permasalahan
DPKTb, MK bisa menilai apakah DPKTb ini sudah sesuai dengan UU.
Apakah
UU dengan jelas memberi ruang bagi perlunya daftar pemilih khusus tambahan
tersebut. MK perlu memberi penilaian tidak terjadi adanya eksperimentasi
dalam penyelenggaraan pilpres. Pasalnya, eksperimentasi politik dalam
penyelenggaraan pemilu bukanlah langkah yang tepat terlebih sampai
menciptakan sengketa yang rumit. Karena itu, interpretasi MK ini penting
sebagai pedoman bahwa penyelenggaraan pemilu memang telah sesuai dengan UU
dan secara substansi memenuhi perwujudan pemilu yang demokratis, baik dari sisi
pemilih maupun penyelenggara pemilu.
Polemik
Legitimasi Kekuasaan
Keputusan
MK nanti juga akan memberi pengaruh terhadap legitimasi kekuasaan dan
jalannya pemerintahan. Unsur terpenting dari putusan MK atas masalah
legitimasi ini adalah adanya kepastian hukum yang menilai bahwa sengketa
pilpres sudah selesai dan tidak menciptakan polemik berkepanjangan yang
memberi peluang adanya tuntutan lain terhadap perkara yang sama.
Karena
itu dibutuhkan ketegasan dalam amar putusan tersebut. Legitimasi kekuasaan
ini sangat penting terutama dalam menjalankan pemerintahan. Beberapa ilmuwan
politik bahkan menganggap legitimasi menjadi prasyarat bagi pemerintahan yang
sah. Kekuasaan yang tidak legitimasi tidak akan bisa menjalankan pemerintahan
dengan baik dan lancar. Segala kebijakan akan selalu mendapat pertentangan
dan rentan terhadap upaya melakukan penggulingan kekuasaan.
Legitimasi
kekuasaan juga berarti membangun pemerintahan yang berwibawa, bermartabat,
berkekuatan hukum, dan dihormati oleh rakyat. Lebih jauh, legitimasi
kekuasaan membangun citra politik Indonesia di mata dunia sebagai negara
dengan pemerintahannya yang mendapat pengakuan dari rakyat dan karenanya juga
diakui oleh dunia internasional. Keputusan MK karena itu perlu menunjukkan
kelas sebagai lembaga terakhir di dalam usaha para pihak yang bersengketa
mencari keadilan.
MK
harus menunjukkan marwahnya sebagai lembaga penjamin kepastian hukum atas
sengkarut sengketa pilpres yang sedang berlangsung. Karena itu, di tangan MK
dipertaruhkan kedaulatan hukum sekaligus kedaulatan politik negara ini.
Sengkarut sengketa pilpres ini perlu segera diurai dan dinilai agar diperoleh
keputusan yang adil dan bijaksana.
Maka
bijaksana pula jika menyerahkan sepenuhnya pada MK dengan memberi ruang
keleluasaan pada MK untuk memutuskan, yang tentu saja berbasis fakta hukum
dan bukti yang nyata. Maka apa pun keputusan MK nantinya sepenuhnya diyakini
merupakan keputusan terbaik bagi kepentingan bangsa dan negara. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar