Selasa, 26 Agustus 2014

Sekolah Legislatif

Sekolah Legislatif

Ahmad Baedowi  ;   Direktur Pendidikan Yayasan Sukma, Jakarta
MEDIA INDONESIA, 25 Agustus 2014
                                                


DRAMA pemilihan presiden berakhir manis bagi pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK), ketika Mahkamah Konstitusi (MK) menolak semua gugatan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Ini berarti secara sah dan meyakinkan, Jokowi akan menjadi Presiden ke-7 RI. Muasal kemenangan Jokowi ialah bergabungnya Partai NasDem besutan Surya Paloh sebagai partai pertama yang menyatakan dukungan terhadap PDIP yang menetapkan Jokowi sebagai calon presiden.

Inisiatif kedua NasDem ialah menggagas workshop para anggota legislatif terpilih dengan balutan `sekolah legislatif '. Kata sekolah menyiratkan adanya kebutuhan jangka pendek, menengah, dan panjang terhadap para legislator asal NasDem untuk terus belajar terhadap bukan hanya hal-hal baru, tetapi juga melakukan simulasi terhadap proses-proses yang akan berlangsung di gedung DPR selama mereka bertugas sebagai wakil rakyat.

Yang menarik dari sekolah legislatif NasDem ialah keragaman materi, mulai dari gaya komunikasi efektif para legislator ketika nanti akan berhadapan dengan publik dan media hingga pengenalan materi table manner.Selain itu, peserta sekolah legislatif NasDem juga diberi pengayaan materi hasil riset beberapa lembaga kredibel dalam rangka memberikan bahan yang cukup dalam menganalisis situasi yang ada di tengah-tengah masyarakat. Jelas sekali ide dasar sekolah legislatif adalah keinginan untuk menjadikan para wakil rakyat asal NasDem memiliki sensitivitas terhadap seluruh isu yang berkembang di masyarakat.

Mengapa sekolah legislatif penting? Bagi saya, partai itu harus kurang lebih sama dengan membangun sebuah sekolah atau lembaga pendidikan. Dalam membuat sekolah, yang terpenting adalah keyakinan bahwa apa yang kita buat hari ini untuk kemenangan dan kesuksesan anak-cucu kita ke depan.Alangkah indahnya jika seluruh partai, tidak terkecuali NasDem, menjadikan partai politik sebagai lembaga pendidikan yang akan menciptakan generasi penerus yang cerdas dan beriman serta membanggakan ibu pertiwi.

Tentu kita ingin restorasi dan gerakan perubahan yang dikumandangkan oleh Surya Paloh dengan Partai NasDem, melihat persoalan pendidikan ini secara serius dengan membuat sayap kajian bidang pendidikan yang komprehensif. Ini lantaran jika NasDem dipilih dan dipercaya rakyat, tidak akan mengulangi kesalahan yang sama seperti yang telah dibuat oleh banyak partai politik yang memasukkan dan memasung isu pendidikan ke dalam ranah politik. Ini artinya jika niat membuat partai hanya untuk kekuasaan semata, malapetaka akan selalu setia mendampingi. Menyentuh pendidikan secara asasi hanya bisa dilakukan dengan keikhlasan. Karena itu, jika NasDem ingin berumur panjang, keikhlasan harus menjadi bagian dari visi besar membangun masa depan yang lebih baik.

Belum membanggakan

“History is a race between education and catastrophe,“ kata HG Wells. Jika NasDem ingin dikenang sepanjang masa, titik pangkal perjuangannya harus dinisbatkan kepada keyakinan untuk memperbaiki kondisi pendidikan di Tanah Air. Sepanjang sejarah Indonesia, pendidikan belum pernah menjadi sektor paling membanggakan bagi bangsa ini. Malah sebaliknya, jika kita becermin dalam-dalam, kita akan sadar bahwa karut-marut kondisi Indonesia merupakan mata rantai yang tak putus dari rendahnya kualitas pendidikan anak bangsa.

Selain itu, sekolah legislatif juga diharapkan dapat menumbuhkan minat para legislator NasDem untuk terus memiliki semangat untuk belajar, terutama dalam membaca fenomena sosial yang berlangsung di tengah masyarakat. Fenomena-fenomena sosial yang terjadi di tengah masyarakat kita saat ini seolah berjalan paralel dengan apa yang terjadi di dunia pendidikan. Semua rupa perilaku tidak terpuji di bidang pendidikan pasti akan memiliki pengaruh yang kuat terhadap apa yang terjadi di masyarakat. Pendidikan, sebagaimana kehidupan, adalah proses tak berujung yang harus direkayasa secara generik dan bertanggung jawab agar apa yang akan terjadi di masya rakat bisa dikendalikan dengan baik. Pada sisi ini, aspek emosional dan sosial proses pembelajaran harus dibentuk melalui sebuah mata rantai yang kuat antara visi dan misi Partai NasDem yang jelas dan terukur.
Para anggota legislator wajib menggali dan mengkaji secara serius keterkaitan antara proses emosional, sosial, dan kognitif masyarakat yang sedang terjadi. Kata kuncinya terletak pada bagaimana sekolah legislatif memiliki sensitivitas yang secara kreatif mendorong terciptanya struktur emosi dan prososial yang tinggi terhadap lingkungan masyarakat. 

Sanna Jarvela dalam Social and Emotional Aspects of Learning (2011) mengurai setidaknya empat hal yang perlu diperhatikan dalam melihat hubungan antara pendidikan dan perilaku masyarakat.

Pertama, kajian tentang aspek motivasi belajar seperti keingintahuan, atribut emosi, motivasi intrinsik dan ekstrinsik harus terus digali berdasarkan konteks sosial saat ini. Kedua, memberikan kesempatan kepada para legislator untuk mengenali aspek emosinya secara cerdas juga penting dilakukan, terutama untuk melihat hubungan emosi dengan kondisi keluarga dan masyarakat sekitarnya. Ketiga, kajian terhadap interaksi sosial dengan beragam bentuknya perlu dieksplorasi melalui serangkaian riset komprehensif. Yang terakhir, keempat, penting untuk memperkenalkan secara perlahan konsep self-regulation sebagai bagian dari pembentukan budaya parlementaria yang sehat.

Sekolah legislatif harus diyakini sebagai salah satu cara partai politik dalam mengurai banyak sekali problem sosial-budaya hingga ekonomi, politik, dan hukum melalui refleksi proses belajar yang terus-menerus. Bahkan jika proses pendidikan dipercaya sebagai cara untuk menyampaikan pesan berharga kepada setiap manusia, dalam rumusan almarhum Nelson Mandela, seorang wakil rakyat harus pandai menggunakan bahasa yang digunakan audiensnya. “Jika Anda berbicara dengan bahasa yang dimengerti orang, hal itu masuk dalam pikirannya. Jika Anda berbicara dalam bahasanya, itu masuk ke hatinya.“  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar