Selasa, 19 Agustus 2014

Ruang Sempit RAPBN 2015

                                      Ruang Sempit RAPBN 2015

Tjahjo Kumolo  ;   Anggota DPR, Sekjen PDI Perjuangan
SUARA MERDEKA, 19 Agustus 2014
                                                
                                                                                                                                   

JAWARA memang harus sering diuji supaya legitimasi kemenangannya bertambah kuat. Jawara itu adalah Jokowi-Jusuf Kalla —presiden-wakil presiden terpilih Pilpres 2014— dengan asumsi keduanya kembali ”ditetapkan” oleh KPU setelah putusan MK pada 21 Agustus 2014. Adapun pengujinya adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melalui Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015 yang dia sampaikan di hadapan sidang bersama DPR dan DPD pada Jumat, 15 Agustus 2014.

Dalam rancangan itu, SBY menyampaikan sejumlah asumsi makro ekonomi Indonesia, yakni pertumbuhan ekonomi 5,6%, inflasi 4,4%, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Rp 11.900, harga minyak mentah 105 dolar AS per barel, target lifting minyak 845 ribu barel per hari, target lifting gas bumi 1.248 ribu barel setara minyak per hari, dan defisit anggaran Rp 257,57 triliun atau 2,32% dari PDB.

Bila kita cermati, RAPBN 2015 tak banyak mengakomodasi visi-misi Jokowi-JK, bahkan tak memberi ruang gerak memadai bagi pemerintahan baru, setelah keduanya dilantik. Ham­pir tak ada sisa ruang fiskal untuk memasukkan program-program. Tercatat defisit fiskal hampir maksimal, yakni 2,32%. Angka itu turun dari defisit APBN-P 2014 sebesar 2,40%. Defisit ini akan ditutup dengan pembiayaan yang bersumber dari dalam negeri Rp 281,39 triliun dan luar negeri Rp 23,81 triliun.

Pada sektor belanja, RAPBN 2015 pun tak merancang penurunan anggaran subsidi, terutama subsidi energi. Anggaran belanja subsidi BBM dialokasikan Rp 433,5 triliun, dan subsidi energi Rp 363,5 triliun. Ini akan menjadi bom waktu karena begitu dilantik, tugas mendesak Jokowi-JK adalah menurunkan subsidi yang berkonsekuensi pada kenaikan harga BBM.

Hal ini disadari Menkeu M Chatib Basri yang berpendapat bahwa pemerintahan baru harus menaikkan harga BBM. Andai memang tak mau mewariskan bom waktu, mengapa harga BBM tak dinaikkan sekarang saja? Kenaikan harga BBM juga akan berdampak pada kenaikan inflasi. Sayang, Presiden SBY sudah mengunci gerak Joko­wi-JK dengan mematok target inflasi 4,4%.

Belanja negara direncanakan Rp 2.019,9 triliun atau naik 7,6% dari pagu pada APBN-P 2014. Dari total anggaran belanja itu, belanja pemerintah pusat mengambil porsi Rp 1.379,88 triliun, sementara anggaran transfer daerah dan dana desa Rp 639,9 triliun. Keduanya mengalami kenaikan masing-masing 7,8% dan 7,3% dari APBN-P 2014. Belanja pemerintah pusat masih didominasi oleh fungsi pelayanan umum, yaitu 68,1% dari total anggaran belanja. Sisanya, yakni 31,9% tersebar pada fungsi-fung­si lainnya.

Dari sisi pen­dapatan, pemerintahan baru akan dipaksa menyesuaikan target jangka pendek program kerja mereka dengan RAPBN 2015. Target pendapatan negara 2015 dipatok Rp 1.762,3 triliun. Target itu naik 7,8% dari APBN-P 2014. Dari total pendapatan tersebut, penerimaan dari sektor pajak ditargetkan Rp 1.370,8 triliun atau naik 10% dari APBN-P 2014. Penerimaan pajak ini 77,8% dari total pendapatan negara. Sementara penerimaan negara bukan pajak ditargetkan Rp388,037 triliun atau naik 0,3% dari APBN-P 2014.

Kendati Jokowi-JK masih bisa mengubah APBN melalui APBN-P 2015, perubahan itu tak akan berdampak signifikan. Sebab itu, kerawanan fiskal 2015 misalnya, harus dibicarakan antara SBY dan Jokowi-JK. Waktu dua bulan sampai SBY mengakhiri jabatan pada 20 Oktober 2014 kiranya cukup untuk membahas aspek kesinambungan APBN.

Akselerasi Ekonomi

Kita berharap, penyusunan RAPBN 2015 oleh DPR periode 2014-2019 dan pemerintahan yang baru ditujukan untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi yang harus beranjak dari 6%. Dengan demikian, rakyat secara bertahap menuju kesejahteraannya. Pembahasan RAPBN 2015 hingga RAPBN-P 2015 harus terfokus pada isu-isu besar seperti pengentasan rakyat dari kemiskinan, serta membangun kedaulatan pangan dan infrastruktur, yang semuanya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Visi-misi presiden-wapres terpilih tersebut harus dimasukkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2025 sebagai skala prioritas anggaran 2015 sehingga RAPBN 2015 setidak-tidaknya masih memberi ruang fiskal bagi pemerintahan baru untuk mengelola anggaran sesuai kebijakan pemerintahannya.

Realitas pengelolaan anggaran nasional memang masih banyak celah yang masih bisa dioptimalkan untuk meningkatkan pendapatan negara. Di sisi lain, faktor penghematan sangat perlu. Karena itu, kebijakan politik anggaran yang baru (2015) harus benar-benar terfokus, tak hanya terkait bidang pendapatan dan belanja, tapi juga memperhatikan berbagai isu besar yang semuanya bermuara pada peningkatan kualitas pembangunan dan kesejahteraan.

Postur RAPBN 2015 mengharuskan pemerintahan baru untuk, pertama; bersikap rasional, dalam arti tak ada ruang untuk coba-coba dengan program yang berbau populis atau sloganistik tapi justru membebani perekonomian nasional. Kedua; realistis, dalam arti rencana program kerakyatan dan implementasi janji kampanye harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi, disertai terobosan baru. Ketiga; tegas, yakni berani mengambil kebijakan yang tidak populer senyampang modal politik masih cukup besar. Keempat; jujur dan transparan dalam berjuang bersama rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar