Real
Count PKS
Arfanda ; Pengamat Gerakan dan Politik Islam
|
KORAN
TEMPO, 06 Agustus 2014
Berdasarkan penghitungan manual Pusat Tabulasi Penghitungan
Suara kubu Prabowo–Hatta oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menyatakan
Prabowo–Hatta sebagai pemenang pemilihan presiden (pilpres), Prabowo
mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) ke Mahkamah
Konstitusi. Realistiskah mengajukan gugatan Komisi Pemilihan Umum atas dasar
rekapitulasi manual PKS?
Bisa dikatakan track record PKS melaksanakan real count tak
begitu meyakinkan. Hasil penghitungan manual PKS kerap berbeda dengan hasil
penghitungan yang dilakukan oleh KPU ataupun lembaga-lembaga survei. Beberapa
kali hasil penghitungan manual PKS, khususnya yang berkaitan dengan perolehan
suara partainya, berbeda dengan lembaga lain.
Dalam Pemilu 2014 lalu, hasil ancangan manual yang dilaksanakan
internal PKS menyatakan perolehan suara PKS pada posisi ketiga dengan
perolehan suara total mencapai 9 persen. Tapi, faktanya, hasil penghitungan
cepat beberapa lembaga survei dan real count KPU menyatakan perolehan suara
PKS berkisar 6,67 persen. Begitu juga dalam Pemilu 2009, hasil tabulasi
internal PKS menyatakan perolehan suara PKS mencapai 12 persen, tapi faktanya
hanya 7,88 persen. Dari pilpres 2014, hasil penghitungan PKS menyatakan bahwa
Prabowo menang tipis atas Jokowi, dan inilah yang mendasari Prabowo
mengajukan gugatan ke MK.
Jika penghitungan manual dilakukan dengan jujur, perbedaan hasil
antara tim internal PKS dan KPU tak mungkin terjadi. Penghitungan manual
dilakukan dengan memasukkan data C1 ke Pusat Tabulasi Suara. Selain dipegang
oleh saksi masing-masing pasangan capres, salinan C1 digenggam oleh Panwaslu
dan KPU. Untuk melihat salinan C1 siapa yang paling akurat, tinggal
mencocokkan saja ketiga salinan C1 yang dipegang oleh saksi, KPU, dan
Panwaslu. Hal itu mudah dilakukan karena KPU telah mengunggah formulir
perolehan suara di tingkat TPS yang jumlahnya hampir mencapai setengah juta
ke Internet.
Berdasarkan transparansi C1 tersebut, sebenarnya sangat sulit
memanipulasi suara melalui pemalsuan hasil penghitungan suara yang direkap di
C1. Kecurangan suara baru dapat terjadi jika saksi pasangan capres "bekerja
sama" dengan KPU dan Panwaslu. Tentu bukan hal yang mudah mengkondisikan
KPU dan Panwaslu memenangkan pasangan Jokowi-Jusuf Kalla. Apalagi, hasil
kalkulasi manual KPU menyatakan selisih suara kedua pasangan capres melebihi
8 juta suara.
PKS, sebagai partai kader, pimpinan PKS harus ditampilkan dengan
kualifikasi luar biasa. Kepercayaan (tsiqoh) kader harus dipelihara agar
kebijakan pimpinan pusat partai ditaati seluruh kader.
Untuk menjaga kepercayaan tersebut, pimpinan partai biasanya
memberikan arahan yang dapat membangkitkan kepercayaan dan motivasi kader
dalam mengeksekusi seluruh perintah pimpinannya. Bukan tak mungkin, hasil
perbedaan penghitungan internal juga merupakan bagian dari strategi
internal--apalagi jika dibumbui cerita kekuatan anti-PKS yang diam-diam terus
berusaha menghancurkan partai ini.
Memang, keputusan KPU memenangkan Jokowi belum final karena
pelabuhan terakhir kemenangan berada di pundak MK. Tapi, mengajukan gugatan
tanpa dilandasi data valid yang berasal dari partai politik hanya akan
menguras energi dan air mata. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar