Rapor
Penyelenggara Pilpres
Ramlan Surbakti ;
Guru
Besar Perbandingan Politik
pada FISIP Universitas Airlangga, Surabaya
|
KOMPAS,
12 Agustus 2014
APAKAH penyelenggaraan Pemilu Presiden 2014 sudah sesuai dengan
prinsip-prinsip pemilu demokratis? Seperti pernah ditulis di rubrik ini, saya
merumuskan tujuh parameter pemilu demokratis yang merupakan penjabaran dari
Pasal 22E Ayat (1) UUD 1945, Deklarasi Accra tentang Principles of Electoral
Justice, dan Electoral Integrity dari Komisi Global tentang Pemilu,
Demokrasi, dan Keamanan yang diketuai Kofi Annan. Uraian berikut merupakan
versi ringkasan hasil evaluasi tentang penyelenggaraan Pilpres 2014
berdasarkan ketujuh parameter tersebut. Penyelenggaraan Pilpres 2014 secara
umum telah berlangsung secara demokratis.
Pertama, jumlah warga negara yang berhak memilih di Indonesia
diperkirakan mencapai 75 persen dari jumlah penduduk Indonesia pada hari
pemungutan suara (sekitar 253 juta) bukan hanya karena umur penduduk
Indonesia sangat muda, melainkan terutama karena syarat umum memilih di
Indonesia merupakan terendah di dunia (umur 17 tahun atau lebih atau
sudah/pernah menikah).
Kesetaraan antarwarga negara dalam pilpres relatif telah terjamin:
95-97 persen warga negara Indonesia berhak memilih telah terdaftar dalam
daftar pemilih tetap pilpres yang mencapai 190.307.134 jiwa. Setiap suara
pemilih tidak hanya dihitung, tetapi juga dihitung secara setara. Selain itu,
mereka yang berhak memilih, tetapi belum terdaftar dalam DPT masih dapat
menggunakan hak pilih mulai pukul 12.00 sampai pukul 13.00 pada hari
pemungutan suara. Oleh karena itu, jumlah WNI berhak memilih akan melebihi
DPT.
Kedua, sejumlah ketidakpastian hukum dalam penyelenggaraan
pilpres terjadi karena Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden tak diubah. Namun, ketakpastian hukum ini telah
diperbaiki: anggota TNI dan anggota Polri tidak menggunakan hak pilihnya pada
Pilpres 2014 dipastikan amar putusan MK ketika merespons permohonan uji
materi terhadap Pasal 260 UU No 42/2008; kriteria keterpilihan pasangan
capres dalam pilpres yang hanya diikuti dua peserta dipastikan MK dalam
merespons permohonan uji materi terhadap Pasal 159 UU No 42/2008; dan apakah
PPS akan melaksanakan rekapitulasi hasil penghitungan suara dipastikan
peraturan KPU berdasarkan UU No 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu.
Ketiga, persaingan antar-pasangan capres telah berlangsung
secara bebas dan adil, yang dibuktikan fakta berikut: kedua pihak menggunakan
kesempatan yang sama berkampanye melalui lima kali debat capres dan cawapres
yang disiarkan 11 stasiun televisi; kedua pihak memasang iklan kampanye
melalui televisi dan surat kabar relatif sama durasi dan frekuensinya; kedua
pihak menerima dan menggunakan sumbangan dana kampanye yang tidak berbeda
secara signifikan.
Namun, persaingan menjadi kurang adil oleh dua fakta: (a)
kampanye yang berisi berita bohong dan fitnah (kampanye hitam) mengenai ras
dan agama capres nomor urut 2, terutama dengan penerbitan tabloid Obor Rakyat
yang disebarkan tanpa biaya di sejumlah pesantren di Jawa Barat dan Jawa
Timur. Kampanye hitam seperti ini dinilai wujud persaingan yang tidak adil
karena berisi berita bohong. Kalaupun, misalnya, seorang calon berasal dari
keturunan etnik tertentu dan memeluk agama tertentu, hal itu tidak menjadi
soal karena warga yang berasal dari keturunan etnik dan memeluk agama
tertentu tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari bangsa
Indonesia. Kampanye hitam seperti ini dipandang sebagai wujud persaingan yang
tidak adil karena bertentangan dengan Pasal 41 Ayat (1) Huruf c tentang
larangan kampanye pada UU No 42/2008.
Dan (b), pemberitaan kegiatan kampanye kedua pasangan
berlangsung kurang seimbang: enam stasiun televisi dinilai menyiarkan
kegiatan kampanye yang serba positif dari pasangan capres nomor urut 1,
sedangkan satu stasiun televisi menyiarkan kegiatan kampanye serba positif
mengenai pasangan capres nomor urut 2. Namun, pemberitaan stasiun TV lain relatif
obyektif dan berimbang.
Partisipasi dan
transparansi
Keempat, partisipasi dari beragam unsur masyarakat dalam
penyelenggaraan pilpres sangat besar berdasarkan semangat voluntarisme.
Sumbangan sukarela dari pemilih kepada salah satu pasangan capres merupakan
fenomena voluntarisme yang merupakan tandingan terhadap fenomena jual beli
suara.
Partisipasi pemilih di luar negeri mengalami peningkatan
signifikan. Bentuk partisipasi lain warga negara adalah (a) keterlibatan 12
lembaga survei yang melibatkan puluhan ribu petugas untuk melakukan hitung
cepat (quick count) atas hasil penghitungan suara TPS yang menjadi sampel,
(b) satu kelompok anak muda yang terlatih dalam bidang teknologi informasi
yang melibatkan 700 mahasiswa untuk merekam dan memublikasikan hasil
penghitungan suara semua TPS (Kawal Pemilu), serta satu kelompok lagi yang
juga melibatkan ratusan petugas untuk merekam dan memublikasikan hasil
rekapitulasi penghitungan suara tingkat kecamatan, kabupaten/kota, dan
provinsi seluruh Indonesia (rekapdal).
Prakarsa sejumlah seniman (musisi dan artis) menyelenggarakan
konser di Gelora Bung Karno menampilkan 100 penyanyi Indonesia terkenal tanpa
dibayar dan dihadiri lebih dari 100.000 orang. Sejumlah pesohor Indonesia
menggunakan media sosial untuk mengajak jutaan pengikutnya memberikan suara
kepada pasangan capres tertentu. Sekitar 70 persen pemilih menggunakan hak
pilih pada Pilpres 2014 (lebih rendah daripada Pemilu Legislatif 2014, tetapi
secara kualitatif lebih baik).
Kelima, penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) telah berupaya
keras bertindak independen/netral, profesional, transparan dan akuntabel,
serta melayani pemilih. KPU telah menyelenggarakan pilpres sesuai tahapan,
program, dan jadwal pilpres yang telah ditetapkan sejak awal. Panwas/Bawaslu
merespons hampir semua keberatan atau pengaduan dari saksi dengan mengajukan
rekomendasi kepada KPU/KPU provinsi/KPU kabupaten/kota. Pada gilirannya KPU
merespons hampir semua rekomendasi Panwas/Bawaslu dengan mengadakan perbaikan
seperlunya, membuka kotak suara secara terbuka untuk membuktikan apakah
keberatan/pengaduan saksi terbukti atau tidak, mengadakan pemungutan suara
ulang atau penghitungan suara ulang sesuai tingkatan (TPS, PPS, PPK, dan
seterusnya) dan jangka waktu yang ditetapkan UU.
KPU dan Bawaslu mengganti semua petugas dan pengawas pemilu yang
terbukti melakukan pelanggaran hukum atau kode etik penyelenggara pemilu pada
pemilu legislatif sesuai dengan rekomendasi Dewan Kehormatan Penyelenggara
Pemilu atau keputusan pengadilan. KPU telah melakukan inovasi dalam
transparansi hasil pemilu dalam arti mendorong dan mengizinkan semua pihak
merekam dan memublikasikan hasil pemungutan dan penghitungan suara TPS dan
hasil rekapitulasi penghitungan suara di PPK sampai KPU. Berbagai pihak menggunakan
kesempatan ini: 12 lembaga survei hasil hitung cepat, Bawaslu, Polri, TNI AD,
pemerintah daerah, Kawal Pemilu pada tingkat TPS, serta rekapdal pada tingkat
PPS dan PPK memiliki data (real count) secara lengkap. Tidak ada negara
demokrasi di dunia ini yang menjalankan keterbukaan seperti ini dalam pemilu.
Keenam, integritas pemungutan dan penghitungan suara dan
rekapitulasi hasil penghitungan suara lebih terjamin daripada pemilu
legislatif. Logistik diadakan dan didistribusikan secara tepat jumlah, tepat
waktu, tepat sasaran, tetapi masih banyak yang rusak (lebih dari satu juta
lembar surat suara yang harus dicetak ulang). Pelayanan kepada pemilih,
terutama pemilih dengan kebutuhan khusus seperti difabel, pasien di RS,
narapidana di lapas, dan mahasiswa yang berasal dari daerah, mengalami
perbaikan dibandingkan dengan pemilu legislatif. Fasilitasi yang diberikan
KPU adalah mahasiswa dan pekerja dari daerah lain tak perlu pulang ke daerah
asal untuk mendapatkan formulir A5, tetapi cukup mendatangi KPU kabupaten/kota
untuk mendapatkan formulir A5. Lembaga Pemantau Pemilu memiliki akses dan
kebebasan melakukan pemantauan seluruh tahapan pemilu di seluruh Indonesia.
Pemungutan dan penghitungan suara di TPS pada umumnya
berlangsung sesuai dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan
adil, transparan, dan akuntabel. Bahkan hasil penghitungan suara TPS yang
dicatat pada kertas plano, sertifikat hasil penghitungan suara TPS, dan
sertifikat hasil rekapitulasi penghitungan suara tingkat PPS sampai tingkat
provinsi dapat direkam dan dipublikasikan siapa saja. Inovasi dalam
keterbukaan yang telah mampu membangkitkan partisipasi dari banyak pihak
mempunyai fungsi ganda: sebagai pembanding atas hasil pemilu yang ditetapkan
dan diumumkan KPU, dan sebagai informasi yang terpercaya bagi rakyat untuk
menilai kredibilitas dan legitimasi hasil pemilu.
Penyelesaian sengketa
Hampir semua TPS disaksikan saksi kedua pasang capres. Yang jadi
pertanyaan, mengapa gugatan terhadap persoalan yang terjadi pada pemungutan
dan penghitungan suara di TPS atau pada proses rekapitulasi hasil
penghitungan suara di PPS tak muncul dari saksi di TPS atau PPS, tetapi dari
tim pemenangan pasangan capres tingkat nasional? Persoalan yang digugat tim
pemenangan pasangan capres nomor urut 1 semuanya terjadi pada pemungutan
suara di TPS. Apakah karena pasangan capres tidak mampu menghadirkan saksi di
seluruh TPS ataukah tidak mampu menghadirikan saksi yang terlatih? Sertifikat
hasil penghitungan suara (C1) TPS seluruh Indonesia dipindai dan dikirimkan
kepada KPU serta dipublikasikan dan dapat diakses publik.
Kredibilitas hasil pilpres relatif terjamin berdasarkan dua
bukti berikut. Bukti-bukti itu adalah (1) hasil pilpres yang ditetapkan dan
diumumkan KPU 22 Juli 2014 tak berbeda secara signifikan dari hasil hitung
cepat (quick count) yang dilakukan
dan diumumkan tujuh dari 12 lembaga survei secara ilmiah. Lalu (2) satu
kelompok masyarakat yang terlatih dalam teknologi informasi merekam dan
memublikasikan hasil pilpres berdasarkan sertifikat hasil penghitungan suara
seluruh TPS di Indonesia (Kawal Pemilu), dan satu kelompok lain merekam dan
memublikasikan hasil pilpres berdasarkan rekapdal. Keduanya menyajikan data
hasil pilpres persis sama hasil pilpres yang ditetapkan dan diumumkan KPU.
Ketujuh, penyelesaian sengketa pemilu belum seluruhnya selesai
ketika tulisan ini dibuat. Penyelesaian sengketa model korektif (mengoreksi
keputusan KPU/KPU daerah jika ditemukan kesalahan) melalui Panwas/Bawaslu
telah berlangsung secara transparan dan akuntabel. Hampir semua keberatan
atau pengaduan telah direspons Panwas/Bawaslu dalam bentuk rekomendasi,
berupa pembukaan kotak suara untuk memastikan kebenaran pengaduan dari saksi,
perbaikan atas data tak akurat, pemungutan suara ulang, atau penghitungan ulang
kepada KPU atau aparat KPU di daerah. KPU atau aparatnya di daerah
melaksanakan rekomendasi Panwas/Bawaslu sepanjang sesuai tingkatan dan jangka
waktu yang ditetapkan UU.
Penyelesaian sengketa pemilu model korektif oleh MK melalui
penyelesaian sengketa pemilu tengah berlangsung. Pasangan capres nomor urut 1
pada 24 Juli 2014 mengajukan permohonan ke MK untuk membatalkan keputusan KPU
tentang hasil Pilpres 2014. MK memutuskan menyidangkan permohonan
Prabowo-Hatta meski pasangan capres itu telah menyatakan mengundurkan diri
dari penyelenggaraan pilpres pada 22 Juli 2014 ketika rekapitulasi hasil
pilpres secara nasional hampir selesai dan selisih jumlah suara kedua
pasangan capres mencapai 8,5 juta suara.
Penyelesaian sengketa pemilu model punitif (pihak yang terbukti
melanggar UU dikenai sanksi pidana: penjara dan denda, atau sanksi
administratif berupa peringatan tertentu atau pemberhentian), baik melalui
penegak hukum (Polri, kejaksaan, dan pengadilan) untuk dugaan pelanggaran
pidana pemilu maupun melalui DKPP untuk dugaan pelanggaran Kode Etik
Penyelenggara Pemilu, tengah berlangsung. Penerbitan dan peredaran tabloid
Obor Rakyat yang berisi berita bohong dan fitnah mengenai ras dan agama yang
dipeluk capres nomor urut 2 terlambat direspons Bawaslu dan Polri.
Penggunaan UU Pers terhadap kasus yang menurut Dewan Pers bukan
produk jurnalistik mencederai rasa keadilan karena sanksi bagi pelaku
pelanggaran berdasarkan UU Pers hanya berupa denda. Seharusnya Polri
menggunakan KUHP/Pidana Umum. DKPP menerima tujuh pengaduan tentang dugaan
pelanggaran Kode Etik, tetapi hanya lima yang memenuhi syarat untuk
disidangkan segera. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar