Senin, 04 Agustus 2014

Program Kemiskinan Jokowi

                                    Program Kemiskinan Jokowi

Masri Hanus  ;   Alumnus University of Malaya, Kuala Lumpur,
Widyaiswara Madya Kementerian Sosial
KORAN JAKARTA, 30 Juli 2014
                                               
                                                                                                                                   

Pada 22 Juli, KPU sebagai penyelenggara Pemilu 2014 menetapkan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) sebagai presiden dan wakil presiden terpilih. Selamat kepada Jokowi dan JK.

Seluruh rakyat Indonesia, terutama puluhan juta warga miskin yang tinggal di perkotaan dan perdesaan, berharap Jokowi-JK bekerja lebih fokus untuk mengurangi kemiskinan seperti dijanjikan saat kampanye.

Warga miskin menunggu dengan penuh harap akan perbaikan nasib mereka di bawah rezim baru Jokowi-JK. Sebagian besar rakyat optimistis keduanya bisa menjalankan amanat rakyat sebaik-baiknya. Apalagi presiden dan wakil ini dikenal merakyat, rendah hati, dan sederhana. Mereka memiliki kepekaan sosial tinggi. Itulah alasannya mengapa 70.997.833 suara rakyat memilih duet tersebut. Sosok Jokowi telah menghipnosis pemilih.

Ketika berkampanye, Jokowi dan JK menjual sebuah program bagus yang berorientasi dan berpihak pada keluarga miskin. Apa pun nama program tersebut nantinya, setelah Jokowi menjabat presiden, bukan soal bagi rakyat. Publik sudah bisa membaca bahwa sasaran program adalah keluarga prasejahtera sebagai kelompok masyarakat miskin. Program tersebut akan memberi kontribusi besar dan langsung bagi percepatan pengurangan kemiskinan. Prasejahtera adalah keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih dari lima kebutuhan dasar seperti pangan, papan, sandang, dan kesehatan.

Deputi Kepala BKKBN, Kasmiyati, mengatakan bahwa laju pertumbuhan penduduk yang tinggi mempersulit keseimbangan hidup penduduk. Apalagi jumlah keluarga prasejahtera masih cukup tinggi, 13 persen dari sekitar 60 juta keluarga. Jadi, diperkirakan ada sekitar 7,8 juta keluarga prasejahtera.

Pemerintah telah mengeluarkan Kartu Perlindungan Sosial (KPS) bagi 15,5 juta rumah tangga miskin dan rentan (RTM) yang merupakan 25 persen rumah tangga berstatus sosial ekonomi terendah. Jika 7,8 juta keluarga prasejahtera juga tergolong pemegang KPS, berarti separo dari 15,5 juta RTM sudah memperoleh bantuan pemerintah, mulai dari Program Keluarga Harapan (PKH), Beasiswa Miskin (BSM), Beras Miskin (raskin), hingga Jaminan Kesehatan Nasiona (JKN) dalam BPJS Kesehatan.

PKH, BSM, raskin, dan JKN masuk program penghapusan kemiskinan kluster I. Mereka adalah pemegang KPS yang berhak memperoleh berbagai bantuan pemerintah. Kelak, pemerintahan Jokowi dan JK harus menata kembali nama dan alamat tiap keluarga yang telah mendapat KPS. Keluarga miskin yang belum memperoleh KPS harus diprioritaskan.

Saat kampanye, Jokowi-JK berjanji membantu uang tunai satu juta rupiah setiap bulan kepada keluarga prasejahtera. Jika bantuan tersebut sungguh terealisasi, amat memperkuat daya beli keluarga prasejahtera. Daya beli keluarga prasejahtera selalu lemah menghadapi fluktuasi ekonomi sehingga sulit beranjak dari keluarga miskin.

Keluarga prasejahtera menjadi korban inflasi setiap tahun. Merekalah pihak yang langsung terpukul. Ekonomi keluarga makin terpuruk akibat kebijakan pemerintah di bidang ekonomi. Keterpurukan mereka antara lain bisa dilihat dari ketidakmampuan membeli sembilan kebutuhan pokok sebagai keperluan sehari-hari karena mahal. Kesehatan anggota keluarga terpuruk. Pendidikan anak pun terganggu.

Pemerintahan SBY menaikkan harga BBM beberapa kali. Pemerintah tahu persis bahwa kebijakan tersebut amat memukul keluarga prasejahtera. Pemerintah berupaya menolong agar tidak oleng diterpa kenaikan harga barang dan jasa. Pertolongan berupa bantuan uang tunai 100 ribu tiap bulan tiga kali untuk setiap keluarga.

Bantuan yang amat kecil tidak banyak membantu. Ekonomi orang miskin tak berubah lebih baik, malahan makin parah. Program yang dicanangkan Jokowi-JK untuk membantu keluarga prasejahtera harus unggul dari sisi indeks bantuan dan durasi waktu. Bantuan satu juta rupiah per keluarga tiap bulan tidak hanya mampu memberi rangsangan bagi peningkatan bahkan penguatan daya beli. Tiap keluarga juga akan mampu melahirkan berbagai skema usaha pemberdayaan ekonomi.

Maka, ekspektasi rakyat pada Jokowi-JK sangat tinggi. Bantuan tidak hanya demi menguatkan daya beli yang bersifat konsumtif, tetapi juga bisa untuk menciptakan berbagai kegiatan produktif pada skala lokal. Pada titik ini, sebetulnya berbagai usaha lokal dengan memanfaatkan sumber daya setempat bisa didayagunakan dengan baik.

Maritim

Mengaitkan skema bantuan satu juta rupiah setiap keluarga prasejahtera dengan usaha ekonomis produktif skala mini pada tingkat lokal menjadi menarik. Jokowi-JK sudah memutuskan dan bertekad membangun dunia kemaritiman. Variabel “tol laut” menurut Jokowi-JK kelak digenjot agar kelancaran angkutan barang antarpulau melalui laut lebih lancar. Ini akan memperkecil disparitas harga barang antarpulau.

Jika upaya membangun maritim ini dikaitkan dengan bantuan uang tunai bagi keluarga prasejahtera, program ini secara khusus membuka peluang nelayan meningkatkan kualitas hidup. Kini, sebagian besar nelayan masih miskin.

Bantuan tunai dengan jumlah memadai akan memicu keluarga nelayan memulai usaha ekonomis produktif skala lokal juga. Ini memungkinkan keluarga nelayan memperoleh nilai tambah atas produk ikan serta hasil laut lainnya. Hal sama berdampak bagi petani dan peternak gurem. Mereka menjadi sasaran program.

Keluarga miskin/prasejahtera harus mampu memanfaatkan uang tunai guna meningkatkan kualitas hidup. Dengan demikian, mereka lama-kelamaan bisa mandiri dalam mencukupi kebutuhan keluarga. Presiden dan wakil harus benar-benar memprioritaskan perwujudan program mengentaskan rakyat dari kemiskinan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar