Program
Kemiskinan Jokowi
Masri Hanus ;
Alumnus University of
Malaya, Kuala Lumpur,
Widyaiswara
Madya Kementerian Sosial
|
KORAN
JAKARTA, 30 Juli 2014
Pada 22 Juli, KPU sebagai penyelenggara Pemilu 2014 menetapkan
Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) sebagai presiden dan wakil presiden
terpilih. Selamat kepada Jokowi dan JK.
Seluruh rakyat Indonesia, terutama puluhan juta warga miskin
yang tinggal di perkotaan dan perdesaan, berharap Jokowi-JK bekerja lebih
fokus untuk mengurangi kemiskinan seperti dijanjikan saat kampanye.
Warga miskin menunggu dengan penuh harap akan perbaikan nasib
mereka di bawah rezim baru Jokowi-JK. Sebagian besar rakyat optimistis
keduanya bisa menjalankan amanat rakyat sebaik-baiknya. Apalagi presiden dan
wakil ini dikenal merakyat, rendah hati, dan sederhana. Mereka memiliki
kepekaan sosial tinggi. Itulah alasannya mengapa 70.997.833 suara rakyat
memilih duet tersebut. Sosok Jokowi telah menghipnosis pemilih.
Ketika berkampanye, Jokowi dan JK menjual sebuah program bagus
yang berorientasi dan berpihak pada keluarga miskin. Apa pun nama program
tersebut nantinya, setelah Jokowi menjabat presiden, bukan soal bagi rakyat.
Publik sudah bisa membaca bahwa sasaran program adalah keluarga prasejahtera
sebagai kelompok masyarakat miskin. Program tersebut akan memberi kontribusi
besar dan langsung bagi percepatan pengurangan kemiskinan. Prasejahtera
adalah keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih dari lima
kebutuhan dasar seperti pangan, papan, sandang, dan kesehatan.
Deputi Kepala BKKBN, Kasmiyati, mengatakan bahwa laju
pertumbuhan penduduk yang tinggi mempersulit keseimbangan hidup penduduk.
Apalagi jumlah keluarga prasejahtera masih cukup tinggi, 13 persen dari
sekitar 60 juta keluarga. Jadi, diperkirakan ada sekitar 7,8 juta keluarga
prasejahtera.
Pemerintah telah mengeluarkan Kartu Perlindungan Sosial (KPS)
bagi 15,5 juta rumah tangga miskin dan rentan (RTM) yang merupakan 25 persen
rumah tangga berstatus sosial ekonomi terendah. Jika 7,8 juta keluarga
prasejahtera juga tergolong pemegang KPS, berarti separo dari 15,5 juta RTM
sudah memperoleh bantuan pemerintah, mulai dari Program Keluarga Harapan
(PKH), Beasiswa Miskin (BSM), Beras Miskin (raskin), hingga Jaminan Kesehatan
Nasiona (JKN) dalam BPJS Kesehatan.
PKH, BSM, raskin, dan JKN masuk program penghapusan kemiskinan
kluster I. Mereka adalah pemegang KPS yang berhak memperoleh berbagai bantuan
pemerintah. Kelak, pemerintahan Jokowi dan JK harus menata kembali nama dan
alamat tiap keluarga yang telah mendapat KPS. Keluarga miskin yang belum
memperoleh KPS harus diprioritaskan.
Saat kampanye, Jokowi-JK berjanji membantu uang tunai satu juta
rupiah setiap bulan kepada keluarga prasejahtera. Jika bantuan tersebut
sungguh terealisasi, amat memperkuat daya beli keluarga prasejahtera. Daya
beli keluarga prasejahtera selalu lemah menghadapi fluktuasi ekonomi sehingga
sulit beranjak dari keluarga miskin.
Keluarga prasejahtera menjadi korban inflasi setiap tahun.
Merekalah pihak yang langsung terpukul. Ekonomi keluarga makin terpuruk
akibat kebijakan pemerintah di bidang ekonomi. Keterpurukan mereka antara
lain bisa dilihat dari ketidakmampuan membeli sembilan kebutuhan pokok
sebagai keperluan sehari-hari karena mahal. Kesehatan anggota keluarga
terpuruk. Pendidikan anak pun terganggu.
Pemerintahan SBY menaikkan harga BBM beberapa kali. Pemerintah
tahu persis bahwa kebijakan tersebut amat memukul keluarga prasejahtera.
Pemerintah berupaya menolong agar tidak oleng diterpa kenaikan harga barang
dan jasa. Pertolongan berupa bantuan uang tunai 100 ribu tiap bulan tiga kali
untuk setiap keluarga.
Bantuan yang amat kecil tidak banyak membantu. Ekonomi orang
miskin tak berubah lebih baik, malahan makin parah. Program yang dicanangkan
Jokowi-JK untuk membantu keluarga prasejahtera harus unggul dari sisi indeks
bantuan dan durasi waktu. Bantuan satu juta rupiah per keluarga tiap bulan
tidak hanya mampu memberi rangsangan bagi peningkatan bahkan penguatan daya
beli. Tiap keluarga juga akan mampu melahirkan berbagai skema usaha
pemberdayaan ekonomi.
Maka, ekspektasi rakyat pada Jokowi-JK sangat tinggi. Bantuan
tidak hanya demi menguatkan daya beli yang bersifat konsumtif, tetapi juga
bisa untuk menciptakan berbagai kegiatan produktif pada skala lokal. Pada
titik ini, sebetulnya berbagai usaha lokal dengan memanfaatkan sumber daya
setempat bisa didayagunakan dengan baik.
Maritim
Mengaitkan skema bantuan satu juta rupiah setiap keluarga
prasejahtera dengan usaha ekonomis produktif skala mini pada tingkat lokal
menjadi menarik. Jokowi-JK sudah memutuskan dan bertekad membangun dunia
kemaritiman. Variabel “tol laut” menurut Jokowi-JK kelak digenjot agar
kelancaran angkutan barang antarpulau melalui laut lebih lancar. Ini akan
memperkecil disparitas harga barang antarpulau.
Jika upaya membangun maritim ini dikaitkan dengan bantuan uang
tunai bagi keluarga prasejahtera, program ini secara khusus membuka peluang
nelayan meningkatkan kualitas hidup. Kini, sebagian besar nelayan masih
miskin.
Bantuan tunai dengan jumlah memadai akan memicu keluarga nelayan
memulai usaha ekonomis produktif skala lokal juga. Ini memungkinkan keluarga
nelayan memperoleh nilai tambah atas produk ikan serta hasil laut lainnya.
Hal sama berdampak bagi petani dan peternak gurem. Mereka menjadi sasaran
program.
Keluarga miskin/prasejahtera harus mampu memanfaatkan uang tunai
guna meningkatkan kualitas hidup. Dengan demikian, mereka lama-kelamaan bisa
mandiri dalam mencukupi kebutuhan keluarga. Presiden dan wakil harus
benar-benar memprioritaskan perwujudan program mengentaskan rakyat dari
kemiskinan ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar