Senin, 04 Agustus 2014

Idul Fitri dan Pemimpin Baru

                                   Idul Fitri dan Pemimpin Baru

Sutrisno  ;   Mahasiswa Pascasarjana Universitas  Muhammadiyah Surakarta
KORAN JAKARTA, 29 Juli 2014

                                                                                                                                   

Secara harfiah, Idul Fitri berarti upaya kembali kepada sesuatu yang suci. Id berarti kembali dan fitri berarti kesucian. Kesucian di sini sering dimaknai sebagai jati diri manusia. Lebih spesifik lagi, manusia yang bertakwa. Sedangkan  takwa  ialah imtitsal awamirihi wa ijtinabi nawahihi (mentaati segala perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya).

Ungkapan ini sering dianalogkan dengan kesucian seorang bayi yang  bersih dari dosa. Itulah sebabnya nabi mengatakan, “Barang siapa  berpuasa dengan dasar iman dan penuh perhitungan akan diampuni dosa-dosanya.” Ini  dosa-dosa  individu kepada Allah. Ssedangkan,  dosa terhadap sesama,  pengampunannya harus melalui sesama pula di antaranya lewat  halal bil halal. 

Begitulah ultimate goal  seorang mukmin yang menyelesaikan  puasa sebulan. Nilai ketakwaan inilah yang mau dicapai dengan berpuasa. Bahkan hampir seluruh ritual mahdah dalam Islam berorientasi untuk membentuk kualitas insan bertakwa.

Hubungan  vertikal dan horizontal inilah yang semestinya dipelihara sebagai bentuk keseimbangan sebagai  konsekuensi makhluk spiritual dan  sosial. Setiap ritual keagamaan sebagai proses   rohani tidak untuk memenuhi kepentingan sendiri atau bahkan semata-mata sebagai “hadiah” untuk Tuhan, tapi  diabdikan kepada kepentingan kemanusiaan secara luas. Jenis ibadah yang bersifat vertikal pada gilirannya harus ditransformasikan secara horizontal ke dalam gerak sosial.

Tanpa disadari, dalam kehidupan keberagamaan  sehari-hari, takbiran hanya dimaknai sebagai sebuah ritual menjelang dan dalam shalat. Padahal, takbir adalah  pengakuan atas kebesaran Tuhan yang melampaui semua bentuk. Tanpa sadar, manusia sering merasa dan menganggap, banyak  yang lebih penting  dari Tuhan. Akhirnya, Tuhan hanya dihampiri dan tengok  menjelang dan waktu shalat.

Allah menciptakan manusia secara  sempurna fisik, psikologis, dan  spiritual. Manusia dilengkapi  akal budi dan  hati. Menurut Muhiuddin Hairi Shirazi (1997: 14) sebagaimana dikutip Abdul Mu’ti (2012), fitrah adalah sifat-sifat positif yang mendorong manusia berbuat kebajikan, sedangkan tabiat adalah sifat-sifat  yang mendorong manusia berbuat jahat. Martabat manusia ditentukan kemampuannya dalam mempertahankan dan mengaktualkan sifat-sifat kemanusiaan yang mulia.

”Sungguh beruntung manusia yang membersihkan jiwanya. Sebaliknya, sungguh malang  dia  yang mengotori jiwanya” (Qs As- Syam: 9-10). Di dalam jiwa yang bersih terdapat pikiran dan hati  jernih sebagai pangkal  kemuliaan. Jiwa  bersih akan mendorong kehidupan baik  secara fisik, social, dan  moral.

Implementasi

Maka, orang yang merayakan Idul Fitri seharusnya mampu mengimplementasikan nilai ketakwaan dalam kehidupan nyata agar tidak hanya beriman, tapi juga mengamalkannya. Dia akan  menjauhkan diri dari tindakan-tindakan yang  merugikan orang lain.

Idul Fitri 1335 H  dirayakan  menjelang  peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia. Dalam perjalanan bangsa selama ini, moral individu tidak sejalan dengan  etika kolektif.  Banyak orang beragama  berdusta karena  gairah beribadah tak diikuti  semangat berkorban. Tempat-tempat ibadah bertumbuh beriringan dengan arus masuk para aktivis keagamaan ke politik kepartaian dan kenegaraan, tapi kehidupan negara makin buruk. Korupsi  dan penyelewengan jabatan merebak di mana-mana.

Jalan terbaik  kembali  ke spirit asal (fitrah), dasar kehidupan bernegara yang memancarkan keimanan, ketulusan, dan kejuangan. Ini perlu dihidupkan ulang sebagai tenaga batin. 

Idul Fitri merupakan momen  berefleksikan  tentang pembawaan diri secara personal dan  kebangsaan agar mampu  menyelesaikan persoalan negara  yang menggunung. Para pemimpin juga harus merenungkan tindakan yang telah dilakukan. Siapa pun mereka, apakah presiden, menteri, gubernur, wali kota, bupati, atau  mereka yang berurusan dengan kepentingan public harus berubah menjadi lebih baik dalam melayani rakyat. Jangan malah  memanfaatkan rakyat untuk kepentingan pribadi.

Jika semua  menjadikan Idul Fitri sebagai awal untuk lebih baik, dipastikan negeri ini dari tahun ke tahun akan makmur. Koruptor, penyuap, pejabat pembohong, pengumbar janji  berkurang. Eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus  menjunjung tinggi moralitas. Mereka harus berani jujur pada  profesi masing-masing.

Mereka harus makin mengembangkan kesadaran kemajemukan. Ritus agama sesungguhnya bukanlah “pepesan kosong”, melainkan senantiasa menyimpan kekuatan mendidik dan melatih  manusia. Bangsa  yang tengah diterpa krisis multidimensi ini sudah saatnya melahirkan pribadi-pribadi bersih, jujur, peduli, antikekerasan, sadar multikultural, dan  tolerans. Semua harus  turut serta dalam pembangunan menuju kemakmuran dan keadilan bagi seluruh rakyat. Inilah sebenarnya pencerahan spiritual Idul Fitri sesungguhnya.

Dalam konteks nasional, Idul Fitri 1435 H bisa dimaknai dengan kemenangan bangsa yang ditandai  terpilihnya Jokowi-Jusuf Kalla sebagai pemimpin 2014-2019. Kehidupan rakyat yang lebih baik hanya mungkin diwujudkan bila ada perubahan fundamental pada  sistem kepemimpinan politik. Dengan demikian  pengelolaan kekuasaan negara dapat diselenggarakan dengan baik, terbuka, rasional, dan tidak korup.

Presiden sudah berganti dari Soekarno, Soeharto, Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati, dan  SBY, tetapi  belum ada perubahan fundamental dalam sistem pengelolaan kekuasaan negara.   Jokowi-JK menjadi  harapan baru akan kelahiran kepemimpinan transformatif  rakyat dan bangsa.

Dengan fitrah kesucian, pemimpin baru harus meneguhkan tekad mewujudkan Indonesia yang mandiri dan berdaulat. Bangsa  merindukan  perubahan ke arah yang lebih baik. Maka, Jokowi-JK diharapkan membawa Indonesia ke arah perubahan yang lebih baik. Rakyat  sangat berharap Jokowi-JK benar-benar mampu mengeluarkan   bangsa  keluar dari keterpurukan.

Dengan demikian, akan terbangun  peradaban baru yang dilandasi  sifat-sifat keutamaan  berintikan kemakmuran dan kesejahteraan. Dengan  Idul Fitri dalam suasana kemenangan Jokowi-JK, semoga bangsa bisa kembali ke  fitrah  kesucian dan  kebangsaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar