Poros
Maritim Dunia
Sahala Hutabarat ;
Guru Besar Oseanografi
Universitas Diponegoro,
Dewan
Pembina Gerakan Pemuda Maritim Indonesia
|
SUARA
MERDEKA, 11 Agustus 2014
JOKOWI-HATTA mendeklarasikan kemenangannya di Pelabuhan Sunda
Kelapa, Penjaringan, Jakarta Utara, pada Selasa, 22 Juli 2014, setelah KPU
menetapkan sebagai presiden-wakil presiden terpilih. Keduanya menyampaikan
pidato kemenangan di atas Kapal Layar Mesin (KLM) Hati Buana Setia, bercat
putih.
Tim kampanye menyatakan hal itu atas permintaan Jokowi untuk
kembali membangkitkan semangat kemaritiman kita. Indonesia adalah negara
kepulauan, dengan ciri geografis terdiri atas ribuan pulau (17.480) dengan
luas wilayah lautan 73% (garis pantai sepanjang 95.181 km) dan wilayah
daratan seluas 27%. Ciri-ciri itulah yang dipersyaratkan oleh hukum
internasional sebagaimana tertuang dalam United
Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), 1982 yang menetapkan
Indonesia adalah negara kepulauan (archipelagic
state).
Undang-Undang Dasar 1945 (amendemen) Pasal 25 a juga menyatakan
bahwa NKRI adalah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang
batas-batas dan hak-haknya ditetapkan undang-undang.
Namun sebuah negara kepulauan bukan merupakan negara maritim
sepanjang potensi sumber kekayaan alam (SKA) lautan, baik hayati maupun
hayati, belum dimanfaatkan secara optimal untuk pembangunan ekonomi negara.
Tak bisa dimungkiri tulang punggung eksistensi, pengembangan, kebesaran, dan
kejayaannya tertumpu pada kekuatan maritim. Indonesia dapat kembali menjadi
negara maritim tangguh mengingat mempunyai potensi sumber kekayaan lautan
yang baik dan sangat melimpah.
Teori pembangunan ekonomi menyatakan bahwa negara akan berhasil apabila
pembangunannya didasarkan pada kondisi objektif geografis negara tersebut.
Hal ini selaras dengan semboyan yang menyatakan bahwa bangsa yang besar
adalah bangsa yang dapat memanfaatkan kekayaan sumber daya wilayahnya secara
optimal demi kemajuan negara dan bangsanya. Kita bisa melihat keberhasilan
Jepang, Korea, Tiongkok, India, dan Norwegia.
Sejak merdeka 69 tahun lalu, arah pembangunan kita masih
berorientasi ke daratan, sehingga terjadi kesenjangan pembangunan kewilayahan
yang cukup besar antara Indonesia bagian timur yang didominasi lautan dan
Indonesia bagian barat yang didominasi daratan. Tahun 1963, Bung Karno dalam
pidatonya pada sebuah forum mengatakan Indonesia tidak akan menjadi bangsa
yang kuat andai rakyatnya tidak mau ”kawin” dengan laut.
Dikatakan pula, apabila bangsa ini mempunyai jiwa samudra, jiwa
pelaut maka Indonesia menjadi bangsa yang besar. Rear Admiral Alfred Thayer
Mahan dalam bukunya yang terkenal The
Influence of Sea Power upon History 1660-1783 juga menulis bahwa kekuatan
laut (sea power) merupakan unsur
sangat penting bagi kejayaan suatu bangsa.
Dalam membangun negara maritim, perlu dibuat konsepsi nasional
jangka pendek dan panjang tentang pola pembangunannya. Penjabaran konsep itu
antara lain mengacu UNCLOS yang telah mengatur masalah wilayah, sumber daya
alam, transportasi laut, sumber kekayaan alam di dasar samudra, termasuk
program solusi terhadap wilayah-wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar.
Peluang besar yang kita miliki untuk membangun negara naritim
adalah letaknya yang di titik persimpangan alur lalu lintas perairan yang
menghubungkan Samudra Pasifik dengan Samudra Hindia. Adapun hambatan yang
dihadapi saat ini adalah mindset bangsa kita yang masih mengangung- agungkan
Indonesia sebagai negara daratan dan belum secara optimal mengedepankan
peranan laut.
Poros Maritim
Namun kita merasa gembira karena Jokowi-Hatta menyampaikan
pidato kemenangannya untuk kali pertama di atas kapal pinisi. Terlebih telah
menyinggung arah pembangunan nasional yang akan lebih memperhatikan potensi
sumber kekayaan alam kelautan Nusantara yang melimpah, demi Indonesia yang
berdaulat, mandiri, dan berkepribadian.
Hal itu dapat dicapai antara lain melalui keamanan nasional yang
mampu menjaga kedaulatan wilayah guna menopang kemandirian ekonomi maritim.
Tentunya perlu didukung kepribadian rakyat sebagai bangsa pelaut yang maju,
demokratis, taat hukum, disertai politik luar negeri yang bebas aktif. Untuk
itu, perlu memperkuat jati diri sebagai bangsa yang mempunyai SDM maju, berkualitas,
dan siap bersaing di pasar global.
Tekad itu untuk mewujudkan negara maritim yang besar, kuat,
makmur, mandiri dan menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Keinginan mengembalikan kejayaan bangsa dan negara sebagai negara maritim
yang kuat dan tangguh apat terwujud sepanjang kita bersatu, bersama-sama
memanfaatkan dan mengelola negara kepulauan ini secara terukur dan bijak.
Termasuk memperhatikan aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial,
budaya, dan pertahanan keamanan yang dilandasi Pancasila dan UUD 1945. Semoga
kembalinya kejayaan negera maritim berbentuk NKRI menjadi tumpuan harapan
seluruh anak bangsa. Sebuah harapan yang sudah sepatutnya kita dorong,
dukung, dan kita kembangkan guna meningkatkan perekonomian bangsa demi
kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar