Sabtu, 23 Agustus 2014

Pengarusutamaan Ekonomi Syariah

                          Pengarusutamaan Ekonomi Syariah

Rahmat Hidayat  ;   Bekerja di Kemenpera, Anggota Pleno DSN MUI
HALUAN, 22 Agustus 2014

Artikel RH ini telah dimuat di REPUBLIKA 13 Agustus 2014
                                                                                                                       
                                                                                                                                   

Indonesia me­ru­pakan negara ber­penduduk muslim terbesar di dunia. Ini merupakan pasar yang besar dan potensial bagi per­kem­bangan ekonomi syariah. Dengan demikian, se­sung­guhnya Indonesia berpotensi dan berpeluang menjadi ke­kuatan ekonomi syariah ter­besar di dunia.

Berbicara tentang ekonomi syariah spektrumnya sangat luas, yaitu segala upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup, baik kebutuhan dasar/pokok (addharuriyat), kebutuhan sekunder (al-hajiyat), maupun kebutuhan tersier (attahsiniyat) sesuai dengan prinsip syariah.

Pemenuhan kebutuhan hidup tersebut dapat dilakukan melalui kegiatan produksi, konsumsi, investasi, perda­gangan, dan jasa.

Dalam praktiknya, ekonomi syariah men­cakup industri keuangan syariah seperti per­bankan, asuransi, pasar modal, lembaga pem­biayaan, dan sukuk;  pariwisata syariah, termasuk di dalamnya hotel syariah, salon dan spa syariahhalal food termasuk bahan pangan, pangan, obat-obatan, kosmetik, dan produk olahan lainnya;  pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan laboratorium;  life style seperti fashion serta lembaga/instrumen sosial, seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf.

Ekonomi syariah dikem­bangkan dalam rangka meme­nuhi (mengakomodasi) kebu­tuhan masyarakat, khususnya  umat Islam yang ingin ber­transaksi, berinvestasi, dan memenuhi kebutuhan hidupnya sesuai dengan prinsip syariah (sharia compliance).

Seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk bermuamalat sesuai syariah, kegiatan ekonomi syariah terutama dalam 20 tahun terakhir tumbuh secara signifikan, baik dari sisi kelembagaan, regulasi, maupun bisnis.

Dari sisi kelembagaan ba­nyak sekali berdiri lembaga keuangan syariah (LKS), mulai dari perbankan, asuransi, re-asu­ransi, lembaga pembiayaan, pa­sar modal, rek­sadana, lem­baga penjaminan, ko­perasi syariah, BMT, dan lem­baga wakaf. Dan da­ri sisi ke­­­lem­­ba­ga­an ini,  In­donesia yang pa­ling ba­­nyak dan variatif di dunia.

Dari si­­­si re­gu­lasi, la­hir se­jum­lah pe­­­­r­a­turan per­­­undang-undangan di bi­dang ekonomi syariah, seperti UU Perbankan Syariah, UU Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), Pera­turan Bank Indonesia (PBI), dan Surat Edaran BI yang terkait dengan Perbankan Syariah, Peraturan Jasa Koperasi Keuangan Syariah, Peraturan Menteri Keuangn (PMK) yang terkait dengan Lembaga Keuangan Syariah (LKS), Peraturan OJK, dan juga berbagai fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI.

Dari sisi bisnis, perbankan syariah di Indonesia tumbuh sekitar 30-40 persen yoy. Sementara perbankan kon­vesional berkisar 18-21 persen  per tahun. Asuransi syariah tumbuh sekitar 45 persen yoy dan pembiayaan syariah tum­buh 27,22 persen yoy. Nilai kapitalisasi pasar saham syariah mencapai Rp 2.618,1 triliun atau 58,4 persen dari kapitalisasai pasar BEI dan sampai Oktober 2013 mencapai Rp 4.485 triliun  (OJK, 10 Desember 2013). Total pener­bitan sukuk negara (SBSN) sampai Juli 2014 telah men­capai Rp 233,1 triliun (Ke­menkeu, 15 Juli 2014) dan  menjadi salah satu sumber potensial pembiayaan APBN- untuk menutup defisit APBN.

Namun demikian, pangsa pasar (market share) ekonomi syariah di Indonesia masih rendah. Untuk perbankan baru sekitar 4,9 persen dari industri perbankan nasional. Demikian pula market share industri keuangan syariah non-bank masih berkisar 3,01 persen. Padahal, potensi ekonomi syariah di Indonesia sangat besar.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam amanatnya padat acara peresmian Gerakan Ekonomi Syariah (GRES) di silang Monas tahun 2013 menyampaikan optimisme terhadap prospek perkem­bangan ekonomi syariah di Indonesia dan menjadikan Indonesia sebagai Pusat Ekonomi Dunia. Mengingat, Indonesia meru­pakan negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, serta semakin meningkatkan kesa­daran masyarakat untuk bermuamalat sesuai dengan prinsip syariah.

Selama ini perkembangan ekonomi syariah di Indonesia lebih banyak didorong oleh masyarakat (bottom-up) dan peran pemerintah dirasakan masih kurang.
Berdasarkan pengalaman beberapa negara di mana eko­nomi syariahnya tumbuh secara meyakinkan dan pangsa pasarnya cukup besar, seperti Malaysia, Arab Saudi, Iran, dan UEA, peran dan kebijakan pemerintahnya sangat nyata mendorong per­kembangan ekonomi syariah di beberapa negara tersebut.

Oleh karena itu, agar eko­nomi syariah tumbuh secara lebih baik di Idonesia dan market share-nya meningkat secara signifikan, pemerintah harus memberikan dukungan secara lebih nyata melalui berbagai kebijakan pro syariah yaitu “pengarusutamaan ekono­mi syariah” (sharia main­streaming).

Kebijakan tersebut dirumus­kan dan dilakukan secara sistematis, komprehensif, in­tegratif, dan sinergis antar­pemangku kepentingan, men­cakup: (1) peningkatan koor­dinasi, kerja sama dan sinergi berbagai pihak untuk men­du­kung pengembangan eko­nomi syariah di Indo­nesia; (2) pem­berian iklim  yang kondusif (friendly) baik di tataran makro mau­pun mikro, agar eko­nomi syariah da­pat ber­kem­bang se­cara lebih baik dan cepat di In­d­o­nesia; (3)  har­monisasi ke­bija­kan dan pera­turan pe­rundang-undangan ter­ma­suk ke­pas­tian hu­kum tentang pe­nge­naan atau pem­be­basan pajak atas pro­duk/jasa industri ke­uangan sya­riah di Indo­nesia; (4)  pe­ngem­bangan/inovasi pro­duk industri ke­uangan syariah untuk men­du­kung pendanaan pemba­ngunan infra­struk­tur; (5) pengembangan sarana prasa­rana serta infra­struktur industri ke­uangan syariah untuk me­ningkatkan pelayanan kepada masyarakat; (6) memas­tikan dana haji ditempatkan di perbankan syariah; (7) mendorong berkem­bangnya lembaga-lembaga pengumpul dan pe­ngelola dana sosial ke­agamaan seperti BAZNAS dan BWI, serta memastikan lem­baga-lembaga tersebut bekerja secara lebih profesional, akun­tabel, dan amanah; (8) penem­patan sebagian dana APBN dan BUMN di per­bankan syariah, sehingga menjadi dana murah bagi pengembangan perbankan syariah; (9) harus didorong berkembanganya industri pariwi­sata syariah, halal food, dan fashion syariah; (10) peningkatan kualitas SDM ekonomi syariah; dan (11)  peningkatan kesadaran masya­rakat untuk bermuamalat sesuai dengan syariah.

Untuk itu, sepatutnya ada kementerian yang dapat mela­kukan peran sharia main­streaming dengan melakukan koordinasi, sinkronisasi serta hamonisasi kebijakan dan program,  agar ekonomi syariah di Indonesia dapat berkembang lebih baik, mampu bersaing baik di kancah regional ASEAN maupun global,  menjadi yang terbesar di dunia, serta mem­berikan maslahah kepada umat, bangsa, dan negara. Amin. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar