Selasa, 19 Agustus 2014

Pemeliharaan dan Pengelolaan Jembatan

                  Pemeliharaan dan Pengelolaan Jembatan

Gatot Rusbintardjo  ;   Dosen Fakultas Teknik
Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang
SUARA MERDEKA, 18 Agustus 2014
                                               
                                                                                                                                   

SEPULUH hari menjelang Lebaran 2014, di tengah kesibukan para pemangku kepentingan mempersiapkan jalan pantura Jateng supaya nyaman dan aman dilalui pemudik, oprit (bagian di depan jembatan atau jalan/jalur pendekat) barat Sungai Comal ambles. Akibatnya, jalur pantura lumpuh, dan semua kendaraan harus memutar lewat jalur selatan/tengah Jateng, atau jalur alternatif.

Terputusnya jalur utama di Jateng itu membuat kalang kabut para penanggung jawab jalan dan jembatan di jalur pantura Jateng, terlebih terjadi menjelang puncak arus mudik Lebaran. Tak pelak pejabat Kementerian PU, dari menteri, dirjen Bina Marga, sampai kepala Dinas Bina Marga Jawa Tengah, turun langsung memantau perbaikan oprit jembatan itu.

Pemangku kepentingan mengerahkan segala upaya, termasuk mengerahkan prajurit TNI AD, supaya jembatan dapat dilewati kendaraan sebelum Lebaran. Hasilnya, Menteri PU Djoko Kirmanto menyatakan bahwa mulai Jumat (25/7/14) atau 3 hari sebelum Lebaran jembatan itu bisa kembali dilewati kendaraan, dengan berat maksimal 10 ton. Mengapa oprit jembatan tiba-tiba ambles pada 18 Juli 2014 itu? Tak pernah ada oprit/ jembatan ambles atau mendadak runtuh.

Mustahil misalnya hari ini kondisi sebuah jembatan baik, tapi besok ambles/mengikis, kecuali ada gempa bumi berskala besar yang merusak struktur utama. Bisa dipastikan kerusakan oprit jembatan Comal disebabkan kurangnya, bahkan tidak adanya pemeliharaan dan pemeriksaan secara rutin. Untuk menelisik faktor penyebab kerusakan jembatan, termasuk bagian oprit, mari kita lihat sketsa jembatan (gambar 1). Lantai dan rangka jembatan biasanya diletakkan di atas kepala jembatan.

Dinding Sayap

Agar kepala jembatan aman dari gerusan air sungai, baik dari belakang maupun bawah maka dibuat dinding sayap di samping kepala jembatan (bisa lurus seperti dinding sayap kiri, atau miring seperti dinding sayap kanan) dan pengaman di depan kepala jembatan. Dinding sayap berfungsi mencegah air sungai masuk ke bagian belakang kepala jembatan yang akan menggerus tanah di bawahnya.

Adapun pengaman kepala jembatan berfungsi mencegah air menggerus bagian bawahnya. Sebelum memasuki jembatan, di bagian depan kepala jembatan biasanya ada pelat pendekat (gambar 2). Fungsi pelat itu menjaga jembatan agar tidak ambles secara mendadak andai tanah di belakang kepala jembatan longsor/hanyut karena tergerus air.

Saya tidak tahu apakah jembatan Sungai Comal dilengkapi dengan pelat pendekat atau tidak. Tapi kerusakan oprit jembatan Comal, bisa dipastikan akibat ada air sungai masuk dan menggerus/ membawa tanah di bagian belakang kepala jembatan. Hal itu pasti membuat bagian belakang kepala jembatan ambles.

Perawatan Rutin

Dari mana air sungai bisa masuk dan menggerus tanah di belakang kepala jembatan? Hampir dipastikan karena ada keretakan pada dinding sayap sehingga air merembes/masuk ke dalam. Bisa saja karena retakan tidak segera ditutup (mengingat tidak ada pemeliharaan dan pemeriksaan rutin yang memadai) maka retakan itu membesar dan berdampak pada pecahnya dinding sayap.

Akibatnya, air sungai tak lagi merembes tapi masuk/ menerjang dengan deras, menghanyutkan tanah di belakang kepala jembatan sehingga oprit pun ambles. Kasus itu tidak bakal terjadi secara tiba-tiba tapi perlahanlahan. Seandainya rutin diperiksa maka mustahil oprit ambles mendadak. Untuk memelihara dan mengelola jembatan, pemangku kepentingan akan mengacu bridge management system (BMS) atau sistem pengelolaan jembatan.

Berdasarkan sistem itu, semua data jembatan disimpan secara lengkap, dari data konstruksi, ukuran bentang, lokasi, jenis bahan jembatan, lebar sungai, serta bangunan-bangunan pelengkap seperti dinding sayap dan sebagainya. Bahkan data harga satuan material di lokasi jembatan pun tersimpan dalam program itu. Adapun protap bridge management system, pertama; petugas Bina Marga di lapangan memeriksa secara rutin (minimal tiap bulan, dan makin sering memantau berarti makin baik) kondisi jembatan yang ada di bawah tanggung jawabnya.

Semua bagian jembatan, baik kepala jembatan, pilar-pilar, dinding sayap, dinding pelindung kepala jembatan, rangka, dan semua bangunan pelengkap, diperiksa secara seksama. Kedua; petugas tersebut membuat laporan atas semua hasil pemantauannya kepada atasan, biasanya kepala Dinas Bina Marga di daerah. Ketiga; kepala Bina Marga (atau PU) di kabupaten/kota meneruskan laporan tentang kondisi jembatan kepada kepala Dinas Bina Marga provinsi.

Keempat; kepala Dinas Bina Marga provinsi kemudian mengirim data kondisi jembatan ke Ditjen Bina Marga disertai usulan perbaikan, bila memang harus ada perbaikan. Kelima; berdasarkan laporan itu, dan mengacu bridge management system, Ditjen Bina Marga akan menganalisis, memberikan jawaban perbaikan apa yang harus dilakukan, dan bahkan mengganggarkan biayanya.

Melihat prosedur bridge management system tersebut, bila manajemen tersebut diterapkan secara konsisten, yang berarti ada pemeliharaan secara rutin jembatan, amblesnya oprit secara mendadak jembatan Comal mustahil terjadi. Saya bisa menyimpulkan, tak pernah ada pemeriksaan/- pemeliharaan rutin, tidak pernah ada laporan ke Dinas Bina Marga, dan juga ke Ditjen Bina Marga. Sebaliknya, dinas provinsi dan Ditjen Bina Marga juga tidak pernah mengadakan pengawasan ke tingkat bawah. Tidak sedikit kerugian akibat amblesnya oprit jembatan Comal.

Berapa biaya perbaikan darurat agar lalu lintas dapat kembali lewat jembatan itu saat Lebaran? Berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk perbaikan permanen, yang kabarnya baru selesai akhir Desember 2014? Berapa kerugian pengguna jalan, terutama truk angkutan barang, mengingat mereka harus memutar lewat jalur tengah/ alternatif? Belum lagi terhambatnya distribusi barang (muatan) karena truk besar memilih parkir menunggu supaya bisa kembali lewat.

Termasuk perhitungan berapa liter BBM yang dibutuhkan bila lewat jalur tengah/selatan, termasuk bertambahnya waktu tempuh dan stres yang diderita pengemudi atau pemilik barang dan pihak pemesan? Kita bisa melihat semua itu akibat tidak berjalannya bridge management system pada kalangan pemangku kepentingan. Bila cara pengelolaan itu tidak dilaksanakan maka dapat dipastikan jembatan-jembatan lain di Jateng bisa saja ”tiba-tiba” rusak, dan kerugian lebih besar kembali terjadi.

Kita bisa berkaca pada rusaknya jembatan-jembatan kecil di jalur alternatif karena menerima limpahan beban kendaraan yang melebihi kekuatannya. Siapa yang bertanggung jawab atas semua kerugian tersebut, dan apa bentuk pertanggungjawabannya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar