Pembangunan
Manusia dan Subsidi BBM
Kadir ; Bekerja di Badan Pusat Statistik
|
KORAN
TEMPO, 04 Agustus 2014
Laporan pembangunan manusia 2014 yang dirilis Program
Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) pada 25 Juli memberi konfirmasi
bahwa pembangunan manusia Indonesia, yang diukur dengan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM), memperlihatkan kecenderungan perlambatan pertumbuhan.
Dalam laporan itu disebutkan, IPM Indonesia pada 2013 sebesar
0,684, atau sedikit mengalami kenaikan bila dibanding IPM pada 2012 yang
sebesar 0,681. Meski naik, peringkat IPM Indonesia tetap bertengger di urutan
ke-108 dari 287 negara. Konsekuensinya, Indonesia belum beranjak dari
kelompok menengah dalam soal capaian pembangunan manusia.
Akselerasi pembangunan manusia Indonesia juga sedikit lambat.
Sepanjang 2000-2013, pertumbuhan IPM Indonesia rata-rata hanya sebesar 0,9
persen per tahun. Akselerasi yang lambat juga tecermin dari perubahan
peringkat IPM Indonesia yang hanya naik empat peringkat sepanjang 2008-2013.
Karena itu, menggenjot peningkatan kualitas pembangunan manusia Indonesia
harus menjadi salah satu agenda utama pemerintah mendatang.
Agar efektif, upaya akselerasi pembangunan manusia harus
difokuskan pada ukuran-ukuran IPM. Diketahui, IPM mengukur kualitas
pembangunan manusia melalui tiga dimensi, yakni hidup sehat dan umur panjang
yang diukur berdasarkan umur harapan hidup, akses terhadap ilmu pengetahuan
yang diukur berdasarkan rata-rata lama bersekolah dan lama rata-rata yang
diharapkan bersekolah, dan standar hidup layak yang diukur berdasarkan
pendapatan nasional bruto per kapita.
Untuk meningkatkan umur harapan hidup, strategi yang dapat
ditempuh adalah meminimalkan resiko kematian pada kelompok bayi. Keberhasilan
dalam menekan angka kematian bayi, yang kini mencapai 34 kematian per tahun
untuk tiap 1.000 kelahiran hidup, akan berdampak signifikan terhadap peningkatan
umur harapan hidup.
Untuk menggenjot pendidikan, upaya yang dapat ditempuh adalah
meningkatkan angka partisipasi sekolah, terutama pada kelompok umur 13-15
tahun (SMP) dan 16-18 tahun (SMA). Diketahui, angka partisipasi sekolah pada
kelompok SMP baru mencapai 89,66 persen, sementara untuk kelompok SMA baru
sebesar 61,06 persen.
Sebetulnya, cukup sulit mengharapkan akselerasi pembangunan
manusia yang tinggi dalam lima tahun mendatang dengan menggenjot dimensi
pendidikan dan kesehatan. Ruang yang cukup besar untuk memacu akselerasi
pembangunan manusia sebenarnya ada pada dimensi ketiga: standar hidup layak.
Karena itu, pertumbuhan ekonomi harus digenjot. Tentu saja, pertumbuhan
tersebut harus dibarengi dengan pemerataan.
Patut pula dicamkan, upaya memacu akselerasi pembangunan manusia
membutuhkan dukungan anggaran yang memadai. Program-program pemerintah
mendatang yang berdampak besar terhadap pembangunan manusia, seperti Kartu
Jakarta Pintar dan Kartu Jakarta Sehat, bakal sulit direalisasi tanpa dukungan
anggaran yang memadai.
Sayangnya, saat ini ruang fiskal pemerintah sangat terbatas.
Salah satu penyebabnya adalah subsidi BBM yang terus membengkak dan telah
mencapai Rp 350,3 triliun. Karena itu, pasangan Jokowi-JK harus berani
menghapus subsidi BBM secara bertahap dalam lima tahun ke depan. Bila tidak,
dikhawatirkan pembangunan manusia Indonesia bakal semakin tertinggal oleh
negara-negara lain yang mengalami akselerasi lebih tinggi dalam pembanguanan
manusianya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar