Pascaputusan
MK Kita Bersyukur
Radhar Panca Dahana ;
Budayawan
|
MEDIA
INDONESIA, 22 Agustus 2014
BAGI hati yang jernih
dan pikiran bersih, keputusan final yang ditunggu dari Mahkamah Konstitusi
(MK) sebenarnya sudah dapat diterka. Bahkan lebih jauh lagi, hasil akhir dari
pemilihan umum presiden (pilpres) pun sesungguhnya mudah diperkirakan.
Hambatan dari hati dan
pikiran jernih biasanya adalah penyelenggara atau pengambil keputusan yang
bias atau terinduksi kepentingan partisan hingga keuntungan pribadi.
Kita pun bersyukur,
juga berbahagia, kali ini kita mendapatkan para pemimpin, baik dalam lembaga
penyelenggara maupun pengadilan yang memproses semua keluhan, protes, dan
dakwaan ternyata dapat menjaga dengan teguh kebersihan pikiran dan kejernihan
hatinya, sehingga semua yang mereka putuskan tidak keluar dari nilai-nilai
mulia dan luhur, dari emosi dan imajinasi publik yang murni.
Artinya, semua hasil
dan keputusan selama proses pilpres bukanlah hal yang mengejutkan bagi semua
niat baik, yang kita bersyukurnya, masih menjadi mayoritas rakyat.
Apa yang mengejutkan
ada lah proses yang berlangsung ketat, mengharu-biru, bahkan menciptakan
kecemasan di sebagian kalangan ini telah memunculkan figur-figur atau
tokoh--bahkan tergolong muda--yang tidak hanya memiliki kecerdasan,
kapabilitas menguasai persoalan, kapasitas manajerial dan organisasional yang
baik, dan lebih dari itu semacam kearifan yang menempatkan mereka sebagai
pemimpin dengan integritas kepribadian di level tinggi.
Dalam penglihatan
lain, integritas tinggi yang ditunjukkan para pemimpin itu membuat kita
bersyukur bahwa ternyata kita tidak kekurangan (calon) pemimpin masa depan,
bahkan dengan kualitas seorang negarawan.
Pemimpin yang tidak
hanya selesai dengan masalah individualnya, tapi juga mampu menjadi trouble
shooter bagi persoalan-persoalan kompleks di negeri multietnik,
multikultural, multiagama, dan segala keragaman lainnya.
Kita bisa menjadi
saksi bersama bagaimana Hamdan Zoelva, dengan ketenangan, ketegasan, dan
kecermatannya, mampu memimpin delapan hakim senior lainnya untuk menghasilkan
produk-produk konstitusional yang historis dalam lembaganya.
KITA mengapresiasi
para pemimpin seperti Husni Kamil Manik, dengan sedikit cacat yang tak
berarti, gemilang memuluskan semua proses pemilihan demokratis yang
berlangsung selama ini. Tanpa harus menafikan juga peran lugas dan padat
moral dari Hadar N Gumay serta pemimpin KPU lainnya.
Di bagian lain, kita
juga bersyukur melihat, memeriksa, dan mengapresiasi hasil kerja dari
pemimpin Bawaslu, seperti ketuanya, Muhammad, yang teduh, kuat, religius dan
sangat menghargai perbedaan hingga mampu menyelesaikan berbagai masalah rumit
yang di waktu lalu tampak begitu sukar dituntaskan.
Semua prestasi
kemanusiaan, lebih dari sekadar prestasi politik di atas, memberi kita lagi
alasan paling dalam untuk bersyukur saat menyadari prestasi tersebut tidak
lain ialah prestasi kita, prestasi sebuah bangsa.
Satu capaian yang
membuktikan bagaimana bangsa ini sesungguhnya bukan hanya telah mencapai
kematangan atau kedewasaan (per)adab(an)nya, tapi juga memang memberi bukti
tingkat keadaban tinggi itu sebenarnya sudah sejak lama ada. Satu keadaban
yang tidak mungkin memberi kita kematangan sebagai bangsa bila ia tidak
tertanam sejak kita dilahirkan, bahkan sejak nenek moyang kita dulu muncul di
bumi ini.
Rasa syukur itulah
yang sejak awal memberi saya keyakinan kuat, proses
sosialpolitik-ekonomi-kultural, apa pun yang terjadi, tidak akan menciptakan
chaos apalagi perang terbuka atau perpecahan. Karena perhatikanlah bagaimana
suara-suara kecil bermunculan di pelbagai penjuru negeri, bahkan hingga
penjuru dunia, dari individu-individu, komunitas hingga satuan-satuan
kebangsaan lain yang secara masif bahkan seperti sebuah choir menyerukan, mengimbau, dan mencegah secara moral
kemungkinan-kemungkinan terjadinya tindakan yang mendestruksi diri kita
sendiri, dari tingkat personal hingga nasional.
Semua itu tidak
mungkin muncul dari sebuah adab dan budaya satu bangsa yang rendahan, murahan
dan `kemarin sore'. Akhirnya, adab bangsa itu pula yang memberi kita rasa
syukur tersendiri melihat dan mendengar beberapa pemimpin dari kubu capres
pemohon yang menyuarakan rasa legawanya, kecerdasan batin dalam menerima hasil
perjuangan-sepahit apa pun--bahkan sebelum keputusan MK dibacakan.
Semoga suara-suara
kubu pemohon itu, betapa pun masih sporadis, dapat menciptakan atmosfer yang
membuka ruang-ruang jernih dan bersih dari para pemimpin sekubunya sehingga
kita semua akan sama bersyukur, sama berbangga, betapa bangsa kita, bangsa
Indonesia, ialah bangsa terdepan dalam adab dan budayanya di dunia. Dengan
tantangan apa pun yang harus dihadapinya. Saya percaya, kita semua bisa,
tanpa kecuali. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar