Senin, 25 Agustus 2014

Muhammadiyah, Presiden Baru dan Pemerintahan Baru

Muhammadiyah, Presiden Baru dan Pemerintahan Baru

David Krisna Alka  ;   Peneliti Maarif Institute for Culture and Humanity,
Kader Muda Muhammadiyah
MEDIA INDONESIA, 23 Agustus 2014
                                                


KONON, Muhammadiyah lahir lebih dahulu daripada kelahiran negara-bangsa Indonesia. Muhammadiyah lahir 1921, sedangkan kelahiran bangsa 1920-an dan negara Indonesia 1945. Namun, persoalannya bukan tentang siapa yang lahir lebih dulu. Pastinya, Muhammadiyah sudah menyatu-padu dalam sebelum dan sesudah kemerdekaan Indonesia.

Walau, menurut Ahmad Syafii Maarif (2009), ungkapan nasionalisme memang tidak populer di kalangan Muhammadiyah. Akan tetapi, perbuatan yang bercorak nasionalistik telah menjadi wataknya sejak semula kebangkitan Muhammadiyah. Muhammadiyah langsung bergerak untuk membenahi kultur umat terjajah melalui proses pencerahan dan kemanusiaan. Sesuatu yang sangat mendasar bagi bangunan sebuah bangsa yang bakal lahir. Keterbukaannya terhadap gagasan-gagasan baru yang lebih segar telah menjadi sifat Muhammadiyah selama sekian dasawarsa.

Dalam catatan sejarah, gerakan Muhammadiyah berperan penting dalam pembangunan bangsa. Hampir di seluruh Indonesia, Muhammadiyah membangun perguruan tinggi, sekolah-sekolah, rumah sakit, lembaga ekonomi, dan panti asuhan. Karenanya, hal itu mesti lebih diperkuat dan dikembangkan, jangan sampai hanya tinggal menjadi catatan sejarah.

Kepentingan golongan

Kini, bersama presiden baru dan pemerintahan baru yang sedang dibentuk, gerakan Muhammadiyah diharapkan lebih maju untuk mengutamakan program-program pemberdayaan yang nyata menyentuh kalangan bawah. Soalnya, orangorang papa sering kali mengeluh, mengapa pelayanan terhadap orang-orang kaya selalu menjadi prioritas yang utama.

Di segala zaman yang dihuni manusia selalu ada ketidakadilan yang diderita kaum papa. Begitu pula pada setiap era pemerintahan di Indonesia, kaum miskin tetap eksis. Bukankah setiap agama sangat menolak setiap bentuk penindasan, penyelewengan dalam urusan-urusan sosial, ekonomi, dan urusan manusia lainnya, seperti pungutan-pungutan ekstra, penyuapan, dan hadiah-hadiah yang dipaksakan untuk mengamankan kedudukan atau kenaikan pangkat.

Beberapa masalah pemerintah menumpuk peninggalan era pemerintahan masa lalu, sebab tampaknya selalu bersidahulu dengan perdebatan sana-sini tanpa realisasi yang cepat menjadi.

Elite negara yang mendahulukan kepentingan diri dan golongannya sulit menjadi daya penggerak bagi kemajuan negeri ini. Hasrat kekuasa an yang tidak memihak rakyat akan memperlambat perubahan menuju taraf hidup yang lebih baik. Langkah perubahan akan berjalan di tempat. Perubahan hanya terjadi pada data statistik, belum jelas tampak perubahan yang nyata.

Karena itu, Muhammadiyah memiliki semangat dasar menghapuskan kezaliman, membongkar struktur dan sistem yang salah, serta mengubah mental manusia Indonesia. Kesadaran transformatif dan kesadaran kritis rakyat dalam gerakan civil society seperti Muhammadiyah dan ormas lainnya menjadi penting untuk mewujudkan perubahan di Indonesia.

Pemerintahan baru

Nah, Muhammadiyah hendaknya menjadi penggerak utama menumbuhkembangkan kepedulian terhadap kaum miskin di negeri ini. Bersama pemerintahan baru, mendorong dan memberikan pelayanan publik yang layak terhadap kaum papa, biaya kesehatan yang tak mahal, dan pendidikan yang berkualitas dan terjangkau. Lebih baik jika itu gratis.

Selain itu, Muhammadiyah juga bersinergi mengawal, mengawasi, dan memberantas segala akar korupsi, manipulasi, dan eksploitasi yang terjadi di negeri ini. Jangan sampai kerisauan kembali menyelimuti mereka yang didera kemiskinan di pelosok desa dan perkampungan kumuh perkotaan akibat kebijakan pemerintah yang belum banyak berpihak terhadap mereka.

Di sinilah pentingnya kesadaran perbuatan secara kolektif antara pemerintahan baru dan Muhammadiyah sebagai gerakan civil society, untuk berjuang mencapai kesejahteraan kehidupan masyarakat yang lebih baik. Oleh karena itu, gerakan Muhammadiyah, selain mengembangkan dan memajukan gerakan pendidikan dan sosial keagamaan yang sudah ada, juga memberikan kesadaran kritis dan kesadaran transformatif.

Menurut Paul Freire (1921-1997), kesadaran transformatif adalah `kesadarannya' (the conscie of the consciousness). Artinya, orang makin praksis dalam merumuskan suatu persoalan. Antara ide, perkataan, dan tindakan serta progresivitas dalam posisi seimbang. Kesadaran transformatif akan menjadikan manusia itu betul-betul dalam derajat sebagai manusia yang sempurna.

Dalam paradigma transformasif, kesadaran yang ada pada masyarakat memungkinkan semua warganya mengambil bagian dalam kekuasaan dan kemakmuran. Itu berarti, kunci gerakan Muhammadiyah ialah menumbuhkan kesadaran kritis, menghapus struktur yang menindas, dan memberikan akses kepada masyarakat bawah terhadap sumber daya modal, pendidikan, keterampilan, teknologi, informasi, dan sebagainya.

Bersama presiden baru dan pemerintahan baru serta dengan gerakan sosial-keagamaan lainnya, Muhammadiyah dan masyarakat Indonesia saatnya berjibaku menjadi kekuatan ekonomi dunia, menjadi teladan kebajikan politik dan kebajikan publik, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional, serta tatkala pentingnya menanamkan penghayatan keagamaan yang damai, mencerahkan, dan berkemajuan.

Itu karena menggerakkan Muhammadiyah dan mewujudkan kemerdekaan Indonesia awalnya tak semudah membalikkan telapak tangan. Soalnya, KH Ahmad Dahlan ketika mendirikan Muhammadiyah dan para pejuang bangsa memerdekakan Indonesia, bukan dengan simsalabim dan abrakadabra.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar