Muhammadiyah,
Presiden Baru dan Pemerintahan Baru
David Krisna Alka ;
Peneliti Maarif Institute
for Culture and Humanity,
Kader
Muda Muhammadiyah
|
MEDIA
INDONESIA, 23 Agustus 2014
KONON, Muhammadiyah
lahir lebih dahulu daripada kelahiran negara-bangsa Indonesia. Muhammadiyah
lahir 1921, sedangkan kelahiran bangsa 1920-an dan negara Indonesia 1945.
Namun, persoalannya bukan tentang siapa yang lahir lebih dulu. Pastinya, Muhammadiyah
sudah menyatu-padu dalam sebelum dan sesudah kemerdekaan Indonesia.
Walau, menurut Ahmad
Syafii Maarif (2009), ungkapan nasionalisme memang tidak populer di kalangan
Muhammadiyah. Akan tetapi, perbuatan yang bercorak nasionalistik telah menjadi
wataknya sejak semula kebangkitan Muhammadiyah. Muhammadiyah langsung
bergerak untuk membenahi kultur umat terjajah melalui proses pencerahan dan
kemanusiaan. Sesuatu yang sangat mendasar bagi bangunan sebuah bangsa yang
bakal lahir. Keterbukaannya terhadap gagasan-gagasan baru yang lebih segar
telah menjadi sifat Muhammadiyah selama sekian dasawarsa.
Dalam catatan sejarah,
gerakan Muhammadiyah berperan penting dalam pembangunan bangsa. Hampir di
seluruh Indonesia, Muhammadiyah membangun perguruan tinggi, sekolah-sekolah,
rumah sakit, lembaga ekonomi, dan panti asuhan. Karenanya, hal itu mesti
lebih diperkuat dan dikembangkan, jangan sampai hanya tinggal menjadi catatan
sejarah.
Kepentingan golongan
Kini, bersama presiden
baru dan pemerintahan baru yang sedang dibentuk, gerakan Muhammadiyah
diharapkan lebih maju untuk mengutamakan program-program pemberdayaan yang
nyata menyentuh kalangan bawah. Soalnya, orangorang papa sering kali
mengeluh, mengapa pelayanan terhadap orang-orang kaya selalu menjadi prioritas
yang utama.
Di segala zaman yang
dihuni manusia selalu ada ketidakadilan yang diderita kaum papa. Begitu pula
pada setiap era pemerintahan di Indonesia, kaum miskin tetap eksis. Bukankah
setiap agama sangat menolak setiap bentuk penindasan, penyelewengan dalam
urusan-urusan sosial, ekonomi, dan urusan manusia lainnya, seperti pungutan-pungutan
ekstra, penyuapan, dan hadiah-hadiah yang dipaksakan untuk mengamankan
kedudukan atau kenaikan pangkat.
Beberapa masalah
pemerintah menumpuk peninggalan era pemerintahan masa lalu, sebab tampaknya
selalu bersidahulu dengan perdebatan sana-sini tanpa realisasi yang cepat
menjadi.
Elite negara yang
mendahulukan kepentingan diri dan golongannya sulit menjadi daya penggerak
bagi kemajuan negeri ini. Hasrat kekuasa an yang tidak memihak rakyat akan
memperlambat perubahan menuju taraf hidup yang lebih baik. Langkah perubahan
akan berjalan di tempat. Perubahan hanya terjadi pada data statistik, belum
jelas tampak perubahan yang nyata.
Karena itu,
Muhammadiyah memiliki semangat dasar menghapuskan kezaliman, membongkar
struktur dan sistem yang salah, serta mengubah mental manusia Indonesia. Kesadaran
transformatif dan kesadaran kritis rakyat dalam gerakan civil society seperti Muhammadiyah dan ormas lainnya menjadi
penting untuk mewujudkan perubahan di Indonesia.
Pemerintahan baru
Nah, Muhammadiyah
hendaknya menjadi penggerak utama menumbuhkembangkan kepedulian terhadap kaum
miskin di negeri ini. Bersama pemerintahan baru, mendorong dan memberikan pelayanan
publik yang layak terhadap kaum papa, biaya kesehatan yang tak mahal, dan
pendidikan yang berkualitas dan terjangkau. Lebih baik jika itu gratis.
Selain itu, Muhammadiyah
juga bersinergi mengawal, mengawasi, dan memberantas segala akar korupsi,
manipulasi, dan eksploitasi yang terjadi di negeri ini. Jangan sampai
kerisauan kembali menyelimuti mereka yang didera kemiskinan di pelosok desa
dan perkampungan kumuh perkotaan akibat kebijakan pemerintah yang belum
banyak berpihak terhadap mereka.
Di sinilah pentingnya
kesadaran perbuatan secara kolektif antara pemerintahan baru dan Muhammadiyah
sebagai gerakan civil society, untuk
berjuang mencapai kesejahteraan kehidupan masyarakat yang lebih baik. Oleh
karena itu, gerakan Muhammadiyah, selain mengembangkan dan memajukan gerakan
pendidikan dan sosial keagamaan yang sudah ada, juga memberikan kesadaran
kritis dan kesadaran transformatif.
Menurut Paul Freire
(1921-1997), kesadaran transformatif adalah `kesadarannya' (the conscie of the consciousness).
Artinya, orang makin praksis dalam merumuskan suatu persoalan. Antara ide,
perkataan, dan tindakan serta progresivitas dalam posisi seimbang. Kesadaran
transformatif akan menjadikan manusia itu betul-betul dalam derajat sebagai manusia
yang sempurna.
Dalam paradigma
transformasif, kesadaran yang ada pada masyarakat memungkinkan semua warganya
mengambil bagian dalam kekuasaan dan kemakmuran. Itu berarti, kunci gerakan
Muhammadiyah ialah menumbuhkan kesadaran kritis, menghapus struktur yang
menindas, dan memberikan akses kepada masyarakat bawah terhadap sumber daya
modal, pendidikan, keterampilan, teknologi, informasi, dan sebagainya.
Bersama presiden baru
dan pemerintahan baru serta dengan gerakan sosial-keagamaan lainnya, Muhammadiyah
dan masyarakat Indonesia saatnya berjibaku menjadi kekuatan ekonomi dunia,
menjadi teladan kebajikan politik dan kebajikan publik, melestarikan dan
mengembangkan kebudayaan nasional, serta tatkala pentingnya menanamkan
penghayatan keagamaan yang damai, mencerahkan, dan berkemajuan.
Itu karena
menggerakkan Muhammadiyah dan mewujudkan kemerdekaan Indonesia awalnya tak
semudah membalikkan telapak tangan. Soalnya, KH Ahmad Dahlan ketika
mendirikan Muhammadiyah dan para pejuang bangsa memerdekakan Indonesia, bukan
dengan simsalabim dan abrakadabra. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar