Rabu, 06 Agustus 2014

Menumbuhkan Daya Saing Daerah

Menumbuhkan Daya Saing Daerah

Abdullah Azwar Anas  ;   Bupati Banyuwangi
JAWA POS, 06 Agustus 2014
                                                
                                                                                                                                   

SETELAH sempat larut dalam hiruk pikuk politik sejak pemilu legislatif hingga pilpres, bangsa ini perlu kembali bergegas melanjutkan banyak agenda besar. Terutama terkait dengan peningkatan daya saing (competitiveness) dalam menghadapi kompetisi global. Masa depan bangsa ditentukan oleh daya saing yang merupakan bauran berbagai macam variabel yang menyangkut semua sektor kehidupan.

Sangat pentingnya daya saing perlu diingatkan kembali setidaknya karena dua alasan. Pertama, implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN sudah di depan mata. Beberapa hal teknis jangka pendek terkait dengan peningkatan daya saing perlu dikebut.

Kedua, saat ini adalah waktu yang tepat untuk memperkukuh fondasi guna menyongsong momentum bonus demografi pada 2030–2035 yang kala itu terjadi ledakan penduduk usia produktif. Indonesia akan terbang tinggi jika siap menyambut momentum emas tersebut. Namun, jika daya saing bangsa lemah, bonus demografi akan berlalu begitu saja tanpa arti dan itu berarti kerugian besar bagi bangsa.

Dibangun dari Daerah

Mari kita rujuk soal daya saing itu pada konsep Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum/WEF). WEF secara rutin merilis ’’The Global Competitiveness Report’’. Saat ini, dari 148 negara, Indonesia berada di posisi ke-38 dari sebelumnya ranking ke-50.

Terdapat sejumlah poin dalam konsep daya saing WEF yang akan dibahas dalam tulisan ini. Hal itu bisa dimulai dari dan relevan dengan pembangunan di tingkat daerah.

Pertama, institusi, baik institusi publik maupun swasta. Institusi publik perlu membangun tata kelola yang baik. Saat ini instrumen teknologi informasi (TI) telah mampu membantu pemerintah untuk melayani publik secara lebih akuntabel dan responsif. Namun, ke depan cakupannya perlu diperluas. Adapun institusi swasta, perlu ada dorongan untuk menegakkan praktik good corporate governance (GCG). Dalam hal ini, pemerintah daerah bisa memberikan stimulus/insentif.

Kedua, infrastruktur merupakan jantung ekonomi. Kapasitas fiskal daerah untuk pembangunan infrastruktur jelas terbatas. Karena itu, dibutuhkan cara baru. Misalnya, kemitraan bersama masyarakat dan dunia usaha. Infrastruktur jalan, bandara, pelabuhan, dan kereta api di daerah seyogianya diperkuat. Salah satu yang urgen adalah mengupayakan jalur ganda KA sampai wilayah timur Jawa dan berbagai daerah luar Jawa. Dalam konteks Indonesia, dua bidang infrastruktur yang tidak boleh dilupakan adalah pertanian dan energi. Infrastruktur pertanian seperti sumber daya air harus dibangun agar sektor penyerap tenaga kerja terbesar di republik ini bisa terbantu.

Ketiga, kondisi makroekonomi. Kontribusi daerah dalam hal ini, antara lain, soal pengelolaan inflasi. Keberadaan tim pengendalian inflasi daerah (TPID) sangat membantu karena penyumbang inflasi di tiap daerah berbeda sehingga membutuhkan solusi unik. Hingga Maret 2014, TPID ada di 33 provinsi dan 168 kabupaten/kota. Peran daerah sangat sentral karena menentukan inflasi secara nasional. Butuh banyak inovasi di TPID (yang anggotanya termasuk pemda) untuk memastikan masalah dan solusi inflasi bisa dipetakan.

Keempat, kesehatan dan pendidikan dasar. Kesehatan dan pendidikan merupakan pilar sumber daya manusia (SDM). Ingat, pembangunan dimulai dari SDM, bukan dari mesin. Soal kesehatan, program-program yang meningkatkan inklusi pelayanan perlu ditingkatkan dan disinergikan dengan aspek administrasi kependudukan. Program BPJS perlu didorong agar aksesibilitas rakyat terhadap layanan kesehatan semakin besar. Di bidang pendidikan, hambatan soal pendidikan dasar bukan melulu masalah ekonomi. Hambatan nonekonomi itu perlu dicarikan solusi.

Kelima, pendidikan tinggi dan pelatihan. Kuncinya adalah peningkatan dan pemerataan kualitas pendidikan serta pelatihan ke daerah-daerah. Pendirian politeknik di daerah-daerah bisa menjadi jawaban. Beasiswa dan pelatihan menjadi kebutuhan mutlak yang mesti digalakkan.

Keenam, kesiapan teknologi. Poin penting dalam hal ini adalah bagaimana layanan teknologi meluas ke daerah dalam beragam bentuk, baik untuk pelayanan publik, industri, maupun penguasaan ilmu. Tingkat kematangan teknologi wajib ditingkatkan dengan terus mendorong dunia usaha meningkatkan nilai tambah produk dengan sentuhan teknologi.

Ketujuh, kompleksitas bisnis. Peningkatan skala sebuah bisnis (mulai kuantitas, kualitas, sentuhan teknologi produksi, porsi nilai tambah, hingga pemasaran) menjadi pekerjaan rumah bersama. Pemerintah pusat dan daerah bisa membantu dunia usaha, khususnya UMKM, untuk mewujudkan bisnis terintegrasi.

Kedelapan, inovasi. Spirit inovasi selayaknya diinternalisasi ke tubuh institusi publik, swasta, universitas, dan masyarakat secara umum. Ketersediaan ilmuwan dan engineer di daerah perlu diperbanyak agar ekonomi bernilai tambah.

Beberapa pilar daya saing itulah yang harus digarap bareng oleh pemerintah pusat dan seluruh daerah. Di Banyuwangi, dengan segala kekurangan dan kelebihan, kami juga berikhtiar sekuat tenaga. Untuk meningkatkan GCG dunia usaha, misalnya, kami memberikan penghargaan bagi perusahaan yang taat aturan. Perwakilan perusahaan diberi penghargaan dalam pesta ulang tahun daerah dengan disaksikan puluhan ribu orang. Di bidang infrastruktur, strategi kemitraan dengan publik dijalankan untuk membangun 300 kilometer jalan per tahun. Infrastruktur pertanian diwujudkan dengan pembangunan waduk serta 600 titik irigasi untuk memastikan pasokan sumber daya air.

Untuk urusan pendidikan, Banyuwangi membentuk semacam Tim Pemburu Anak Putus Sekolah untuk mengajak mereka yang putus sekolah kembali bersekolah. Sejauh ini, tingkat anak putus sekolah mampu ditekan ke level sekitar 0,3 persen. Politeknik negeri dan kampus negeri telah hadir bersinergi dengan kampus swasta untuk menggairahkan iklim pendidikan daerah. Pelatihan seperti bahasa Inggris digalakkan untuk memacu daya saing pariwisata. Bermitra dengan dunia usaha, Banyuwangi juga membangun 1.300 titik wifi di ruang-ruang publik dengan jumlah pengakses rata-rata 164.372 per bulan.

Tidak banyak waktu yang kita miliki. Kata kuncinya adalah mendorong kesadaran daya saing ini hingga ke seluruh negeri. Menumbuhkan daya saing daerah berarti mendongkrak daya saing bangsa. Ini sekaligus menjadi jawaban bagi problem urbanisasi karena disparitas sumber daya pendidikan dan ekonomi antara kota besar dan kota kecil-menengah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar