Minggu, 17 Agustus 2014

Menuju Negara Maritim yang Tangguh

                     Menuju Negara Maritim yang Tangguh

Sahala Hutabarat  ;  Guru Besar Oseanografi Universitas Diponegoro
KORAN TEMPO, 16 Agustus 2014
                                                


Negara kepulauan Indonesia secara geografis terdiri atas ribuan pulau (17.480)-dengan 73 persen wilayah lautan (garis pantai sepanjang 95.181 kilometer) dan 27 persen daratan. Ciri-ciri inilah yang dipersyaratkan oleh hukum internasional yang-tertuang dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), 1982-menetapkan bahwa Indonesia adalah sebuah negara kepulauan (an archipelagic state).

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 (Amendemen) Pasal 25 a, juga dinyatakan, "Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang." Sebuah negara kepulauan bukan merupakan negara maritim sepanjang potensi sumber kekayaan alam lautan, baik yang hayati maupun nonhayati, belum dimanfaatkan secara optimal untuk pembangunan ekonomi negara.

Dalam teori pembangunan ekonomi dinyatakan bahwa sebuah negara akan berhasil apabila pembangunannya didasarkan pada kondisi obyektif geografis negara yang bersangkutan. Hal ini selaras dengan semboyan yang menyatakan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat memanfaatkan kekayaan sumber daya wilayahnya secara optimal (lihat keberhasilan Singapura, Jepang, Korea, Cina, India, dan Norwegia).

Indonesia, sejak merdeka 69 tahun yang lalu, arah pembangunannya masih berorientasi ke daratan. Akibatnya, terjadi kesenjangan pembangunan kewilayahan yang cukup besar antara Indonesia bagian timur yang didominasi lautan dan bagian barat yang didominasi daratan. Bung Karno, Presiden Pertama RI, dalam salah satu pidato beliau pada 1963 mengatakan, "Indonesia tidak akan menjadi bangsa yang kuat kalau rakyatnya tidak kawin dengan laut. Apabila bangsa Indonesia mempunyai jiwa samudra, jiwa pelaut, maka Indonesia menjadi bangsa yang besar." Rear Admiral Alfred Thayer Mahan dalam bukunya yang terkenal, The Influence of Sea Power Upon History 1660-1783, juga menjelaskan bahwa sea power atau kekuatan laut merupakan unsur yang sangat penting bagi kejayaan suatu bangsa.

Kita merasa gembira bahwa calon presiden Joko Widodo dan wakil presiden Muhammad Jusuf Kalla (Jokowi-JK) dalam uraian visi dan misinya telah menyinggung arah pembangunan nasional yang lebih memperhatikan potensi sumber daya kelautan Nusantara yang melimpah.

Hal tersebut dapat dicapai, antara lain, melalui keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, guna menopang kemandirian ekonomi maritim. Hal tersebut didukung oleh kepribadian rakyat Indonesia sebagai bangsa pelaut yang maju, demokratis, dan taat hukum. Hal ini disertai pula dengan politik luar negeri pemerintah yang bebas aktif. Untuk itu, kita perlu memperkuat jati diri sebagai bangsa yang mempunyai SDM maju, berkualitas, dan siap bersaing di pasar global untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim yang besar, kuat, makmur, dan mandiri.

Dalam membangun negara maritim, perlu dibuat konsep nasional mengenai pola pembangunan negara maritim Indonesia jangka pendek dan panjang. Dalam pelaksanaannya, hal ini antara lain mengacu pada UNCLOS yang telah mengatur masalah wilayah, sumber daya alam, transportasi laut, dan sumber daya di dasar samudra, termasuk program solusi terhadap wilayah-wilayah perbatasan dan pulau-pulau perbatasan.

Peluang yang dimiliki untuk membangun negara maritim tampak pada letak Indonesia di titik persimpangan alur lalu lintas perairan yang menghubungkan Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Adapun hambatan yang dihadapi saat ini adalah pola pikir bangsa kita yang masih menggunakan stigma Indonesia sebagai negara daratan dan belum secara optimal mengedepankan peranan laut.

Keinginan untuk mengembalikan kejayaan bangsa dan negara Indonesia sebagai negara maritim dapat terwujud sepanjang kita dapat bersama-sama memanfaatkan dan mengelola negara kepulauan ini secara terukur dan bijaksana. Sekaligus, kita harus tetap memperhatikan aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan-keamanan yang dilandasi Pancasila dan UUD 1945.

Semoga kembalinya kejayaan negeri maritim yang berbentuk NKRI menjadi harapan seluruh anak bangsa kepada pemerintah yang baru. Sebuah harapan yang sudah sepatutnya kita dorong, kita dukung, dan kita kembangkan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar