Menghadirkan
Kementerian Penerangan
Hadi Priyanto ;
PNS, 33 tahun bertugas di
Bagian Humas Setda Jepara
|
SUARA
MERDEKA, 15 Agustus 2014
"Penyampaian
pesan jadi salah satu titik lemah karena tiap kementerian lebih mengedepankan
egoisme sektoral"
EKSPEKTASI
luar biasa terhadap pemerintahan Jokowi-JK menjadi beban tersendairi bagi
kabinet yang bakal dibentuk. Rakyat ingin mimpi dan harapan yang selama ini
seakan-akan menggantung di awan segera terwujud. Tidak mudah memang, apalagi
visi besar yang ingin dicapai persiden-wakil presiden terpilih itu semasa
berkampanye adalah Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian
berlandaskan gotong royong. Bila konsisten ikhtiar itu ditempuh melalui
revolusi mental maka kata kuncinya adalah komunikasi dan informasi untuk
mentransformasikan nilai-nilai itu. Realitas saat ini ruang publik yang
semestinya jadi hak rakyat untuk mendapatkan informasi objektif kerap
dimanipulasi.
Banyak
media kehilangan integritas, menyalahgunakan kebebasan pers untuk kepentingan
pemilik modal dan politik kekuasaan. Jadilah rakyat masuk perangkap
perselingkuhan itu. Sementara euforia reformasi menjadikan TVRI, RRI, dan
radio siaran pemda daerah yang pada masanya efektif menjadi jembatan
informasi antara pemerintah dan rakyat, serta antarrakyat, kini kehilangan
makna karena terbelenggu UU tentang Penyiaran. Lembaga penyiaran milik
pemerintah itu kemudian tampil sebagai lembaga penyiaran publik, tidak lagi
sepenuhnya bisa menjadi media komunikasi pemerintah. Ketimpangan informasi
antara masyarakat desa dan kota juga demikian besar. Utamanya, berkait
informasi ìberbau” pembangunan. Wilayah perbatasan justru banyak mendapatkan
informasi dari negara tetangga, dan informasi pembangunan dari negara sendiri
menjadi barang mahal. Format hubungan pemerintah pusat dan daerah melalui UU
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan PP Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintah juga memunculkan persoalan. Pasalnya,
bidang komunikasi dan informasi merupakan salah satu bidang yang
didelegasikan ke daerah.
Namun
apresiasi dari daerah tentu sangat beragam untuk menyosialisasikan program
pusat. Padahal semestinya, pada masyarakat yang sedang berkembang, informasi tentang
pembangunan, baik persoalan maupun program supaya dapat menumbuhkan
partisipasi mereka, baik dalam pelaksanaan maupun pengawasannya. Karena itu,
bidang informasi dan komunikasi menjadi hal penting dan strategis untuk
dikelola secara sungguh-sungguh. Bukan untuk mempertahankan kekuasaan
melainkan mengarah pada information apparatus. Hal itu berbeda dari era Orba
yang menjadikan Departemen Penerangan (Deppen, kini Menkominfo) sebagai
repressive state apparatus. Dalam kabinet SBY, ada Kementerian Komunikasi dan
Informatika, namun tugas pokok dan fungsinya tidak sepenuhnya melaksanakan
kepentingan information apparatus. Karena itu, ke depan perlu revitalisasi
fungsi lembaga tersebut agar menjadi aparat informasi yang efektif.
Ada
beberapa catatan yang bisa dipertimbangkan dalam mendesain ulang tupoksi
lembaga tersebut. Titik Lemah Pertama; pengembangan informasi tentang tata
nilai bangsa yang saat ini makin kabur harus menjadi bagian tugas penting
lembaga tersebut. Pascareformasi telah terjadi marginalisasi peran pemerintah
dalam memberikan informasi tentang karakter bangsa. Tak banyak pejabat
berbicara tentang nilai-nilai Pancasila, nasionalisme, kebangsaan dan
nilai-nilai kebinekaan.
Kenyataan
itu membuat kita makin asing terhadap karakter bangsa sendiri. Kedua; ketika
proses akselerasi infrastruktur komunikasi belum dapat dilakukan dan
kemampuan masyarakat mengakses dan menerjemahkan informasi belum bisa
dilakukan secara menyeluruh maka pemberdayakan lembaga komunikasi masyarakat
di tiap desa jadi pilihan. Ketiga; menjadi juru bicara pemerintah ketika
sebuah pesan harus dikomunikasikan secara integratif antarkementerian. Selama
ini penyampaian pesan menjadi salah satu titik lemah mengingat masingmasing
kementerian lebih mengedepankan egoisme sektoral. Masyarakat juga tak dapat
memahami pesan sebab tidak menggunakan metode dan cara komunikasi yang
efektif. Keempat; bersama para pemangku kepentingan lain, lembaga ini
memfasilitasi dan memberdayakan media agar benar-benar berkembang ke arah
pers bebas dan bertangggung jawab. Di samping itu, memanfaatkan kesenian
tradisional untuk menyampaikan pesan edukatif dan konstruktif dalam
pembangunan. Literasi
media juga perlu dilakukan untuk menumbuhkan kecerdasan masyarakat menyaring
dan mengelola informasi.
Kelima; menjadi juru penerang yang bisa menyuluh
berkait berbagai kebijakan pemerintah. Dengan mengetahui program, masyarakat
bukan saja siap berpartisipasi melainkan juga bisa ikut mengawasi kebijakan
pemerintah. Keenam; bila konstruksi pembagian kewenangan itu belum bisa
diubah, lembaga ini berkewajiban memberdayakan dan memperkuat lembaga
kehumasan di daerah, dengan didukung dana alokasi khusus. Rakyat menunggu
desain kebijakan publik Jokowi-JK di bidang informasi dan komunikasi guna
menunjang efektivitas pemerintahannya. Ada baiknya tim transisi memperhatikan
penyataan Presiden Ke-4 (1809-1817) AS James Madison yang dikenal sebagai
Bapak Konstitusi, ”Pemerintah tanpa
jalur informasi yang luas, atau usaha menuju ke arah sana merupakan awal dari
sesuatu lelucon atau tragedi atau mungkin keduanya.” ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar