Sabtu, 16 Agustus 2014

Menghadirkan Kementerian Penerangan

                   Menghadirkan Kementerian Penerangan

Hadi Priyanto  ;   PNS, 33 tahun bertugas di Bagian Humas Setda Jepara
SUARA MERDEKA, 15 Agustus 2014
                                                


"Penyampaian pesan jadi salah satu titik lemah karena tiap kementerian lebih mengedepankan egoisme sektoral"

EKSPEKTASI luar biasa terhadap pemerintahan Jokowi-JK menjadi beban tersendairi bagi kabinet yang bakal dibentuk. Rakyat ingin mimpi dan harapan yang selama ini seakan-akan menggantung di awan segera terwujud. Tidak mudah memang, apalagi visi besar yang ingin dicapai persiden-wakil presiden terpilih itu semasa berkampanye adalah Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong. Bila konsisten ikhtiar itu ditempuh melalui revolusi mental maka kata kuncinya adalah komunikasi dan informasi untuk mentransformasikan nilai-nilai itu. Realitas saat ini ruang publik yang semestinya jadi hak rakyat untuk mendapatkan informasi objektif kerap dimanipulasi.

Banyak media kehilangan integritas, menyalahgunakan kebebasan pers untuk kepentingan pemilik modal dan politik kekuasaan. Jadilah rakyat masuk perangkap perselingkuhan itu. Sementara euforia reformasi menjadikan TVRI, RRI, dan radio siaran pemda daerah yang pada masanya efektif menjadi jembatan informasi antara pemerintah dan rakyat, serta antarrakyat, kini kehilangan makna karena terbelenggu UU tentang Penyiaran. Lembaga penyiaran milik pemerintah itu kemudian tampil sebagai lembaga penyiaran publik, tidak lagi sepenuhnya bisa menjadi media komunikasi pemerintah. Ketimpangan informasi antara masyarakat desa dan kota juga demikian besar. Utamanya, berkait informasi ìberbau” pembangunan. Wilayah perbatasan justru banyak mendapatkan informasi dari negara tetangga, dan informasi pembangunan dari negara sendiri menjadi barang mahal. Format hubungan pemerintah pusat dan daerah melalui UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah juga memunculkan persoalan. Pasalnya, bidang komunikasi dan informasi merupakan salah satu bidang yang didelegasikan ke daerah.

Namun apresiasi dari daerah tentu sangat beragam untuk menyosialisasikan program pusat. Padahal semestinya, pada masyarakat yang sedang berkembang, informasi tentang pembangunan, baik persoalan maupun program supaya dapat menumbuhkan partisipasi mereka, baik dalam pelaksanaan maupun pengawasannya. Karena itu, bidang informasi dan komunikasi menjadi hal penting dan strategis untuk dikelola secara sungguh-sungguh. Bukan untuk mempertahankan kekuasaan melainkan mengarah pada information apparatus. Hal itu berbeda dari era Orba yang menjadikan Departemen Penerangan (Deppen, kini Menkominfo) sebagai repressive state apparatus. Dalam kabinet SBY, ada Kementerian Komunikasi dan Informatika, namun tugas pokok dan fungsinya tidak sepenuhnya melaksanakan kepentingan information apparatus. Karena itu, ke depan perlu revitalisasi fungsi lembaga tersebut agar menjadi aparat informasi yang efektif.

Ada beberapa catatan yang bisa dipertimbangkan dalam mendesain ulang tupoksi lembaga tersebut. Titik Lemah Pertama; pengembangan informasi tentang tata nilai bangsa yang saat ini makin kabur harus menjadi bagian tugas penting lembaga tersebut. Pascareformasi telah terjadi marginalisasi peran pemerintah dalam memberikan informasi tentang karakter bangsa. Tak banyak pejabat berbicara tentang nilai-nilai Pancasila, nasionalisme, kebangsaan dan nilai-nilai kebinekaan.

Kenyataan itu membuat kita makin asing terhadap karakter bangsa sendiri. Kedua; ketika proses akselerasi infrastruktur komunikasi belum dapat dilakukan dan kemampuan masyarakat mengakses dan menerjemahkan informasi belum bisa dilakukan secara menyeluruh maka pemberdayakan lembaga komunikasi masyarakat di tiap desa jadi pilihan. Ketiga; menjadi juru bicara pemerintah ketika sebuah pesan harus dikomunikasikan secara integratif antarkementerian. Selama ini penyampaian pesan menjadi salah satu titik lemah mengingat masingmasing kementerian lebih mengedepankan egoisme sektoral. Masyarakat juga tak dapat memahami pesan sebab tidak menggunakan metode dan cara komunikasi yang efektif. Keempat; bersama para pemangku kepentingan lain, lembaga ini memfasilitasi dan memberdayakan media agar benar-benar berkembang ke arah pers bebas dan bertangggung jawab. Di samping itu, memanfaatkan kesenian tradisional untuk menyampaikan pesan edukatif dan konstruktif dalam pembangunan. Literasi media juga perlu dilakukan untuk menumbuhkan kecerdasan masyarakat menyaring dan mengelola informasi. 

Kelima; menjadi juru penerang yang bisa menyuluh berkait berbagai kebijakan pemerintah. Dengan mengetahui program, masyarakat bukan saja siap berpartisipasi melainkan juga bisa ikut mengawasi kebijakan pemerintah. Keenam; bila konstruksi pembagian kewenangan itu belum bisa diubah, lembaga ini berkewajiban memberdayakan dan memperkuat lembaga kehumasan di daerah, dengan didukung dana alokasi khusus. Rakyat menunggu desain kebijakan publik Jokowi-JK di bidang informasi dan komunikasi guna menunjang efektivitas pemerintahannya. Ada baiknya tim transisi memperhatikan penyataan Presiden Ke-4 (1809-1817) AS James Madison yang dikenal sebagai Bapak Konstitusi, ”Pemerintah tanpa jalur informasi yang luas, atau usaha menuju ke arah sana merupakan awal dari sesuatu lelucon atau tragedi atau mungkin keduanya.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar