Sabtu, 16 Agustus 2014

Buku Manjur Mahasiswa

                                          Buku Manjur Mahasiswa

Setyaningsih  ;   Bergiat di Bilik Literasi Solo, Tinggal di Boyolali
SUARA MERDEKA, 15 Agustus 2014
                                                


Di Indonesia, pelajar sulit berbekal buku petunjuk untuk memasuki perguruan tinggi. Ada indikasi krisis buku panduan sebagai jalan menembus kebuntuan dan kebingungan menghadapi dunia mahasiswa. Buku di pasaran atau perpustakaan seringkali hanya menyajikan buku-buku materi perkuliahan. Ini menjadi bukti pelajar tidak berotoritas untuk berbuku sebelum sah menjadi mahasiswa. Ada juga kecenderungan bahwa buku panduan mahasiswa tidak memiliki pesona.

Tahun 1982, sebuah buku kembali cetak untuk kali ke-12. Buku manjur dan laris ini Cara Belajar yang Efisien. Buku ini merupakan buku panduan dan pegangan menjadi mahasiswa garapan The Liang Gie. Buku terbitan Gadjah Mada University Press ini cetak pertama pada 1961. Ada bayangan masa itu gelombang pelajar memasuki perguruan tinggi itu besar. Mereka membutuhkan panduan agar tidak tersesat di tempat mentereng bernama perguruan tinggi. Penulis dan pemikir ampuh, Arief Budiman pun pernah menulis buku Pengalaman Belajar di Amerika Serikat (1982). Buku ini menjadi rekaman personal Arief saat belajar di AS berbekal beasiswa. Perlu kehati-hatian untuk memilih perguruan tinggi di luar negeri karena bisa jadi kualitasnya lebih buruk dari di Indonesia.

Perjalanan ke luar negeri pun bukan bagian dari gaya hidup seperti saat ini. Butuh kegigihan dan kesungguhan, terlebih jumlah beasiswa terbatas dan Arief juga harus memikirkan keluarga yang diboyong ke AS. Pertarungan diri dalam memunculkan gagasan, mengomentari permasalahan, terlibat dialog antarmahasiswa, dan gairah membuka buku-buku itu menjadi hal penting. Dosen sangat mengapresiasi kesungguhan mahasiswa.

Arief merasakan bahwa dosen bukan sosok utama yang memengaruhi pembelajaran. Mereka hanya menjadi gerbang pencarian pengetahuan. Arief membahasakan, ”Saya merasa seperti dilempar ke sebuah toko serbaada, diberi uang dan dibiarkan berbelanja sendiri. Tidak ada yang membatasi saya mau masak apa. Sayalah yang harus aktif berpikir, masakan apa yang mau saya buat.” Rujukan Buku Panduan Belajar di Perguruan Tinggi Amerika Serikat (1992) garapan Hermawan Sulistyo juga menjadi buku panduan menempuh belajar di luar negeri.

Perjalanan ini memuat masalah fisik, kultural, intelektual, dan mental. Pengaturan biaya hidup, penguasaan bahasa, perubahan waktu, dan perubahan iklim bisa dikatakan hal pertama untuk dimengerti. Mengenali kota dan memilih tempat tinggal akan menentukan kelancaran pergaulan dan berkuliah. Bekal mengenali kota bisa dijadikan jalan mengenali tempat penting, termasuk perpustakaan di lingkungan kampus atau di luar kampus. Hermawan juga menceritakan hal-hal tentang cara berkuliah mulai dari semester, mata kuliah, adab di kelas, indeks prestasi, dan pengerjaan tesis. Buku kecil setebal 88 halaman bisa dijadikan rujukan menjadi mahasiswa. Saya mengingat saat akan menjadi mahasiswa di kampus kurang terkenal di Solo. Ada perasaan linglung dan canggung.

Saya mengenal kampus lewat potongan cerita orang-orang. Saat memasuki kampus, saya belum mendapatkan buku panduan. Ada buku panduan akademik, tapi terlambat diberikan. Buku berwarna hijau tidak memesona karena hanya berisi seputar informasi kampus; nama jurusan, nama gedung, nama dosen, struktur kepengurusan akademik, daftar mata kuliah, dan beban SKS. Buku hanya menjadi petunjuk cara memahami aturan-aturan kampus. Saat ini, mahasiswa tidak berbekal buku untuk memasuki perguruan tinggi. Mereka berbekal seperangkat alat transportasi dan alat komunikasi canggih. Mahasiswa membaca buku pada saat detik-detik ujian atau saat mengerjakan skripsi. Memasuki penerimaan mahasiswa baru 2014, buku panduan seharusnya ada dan diusahakan oleh kampus demi memahami peran dan menempuh status sebagai mahasiswa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar