Rabu, 20 Agustus 2014

Mencapai Ke-Asia Tenggara-an Bersama

                   Mencapai Ke-Asia Tenggara-an Bersama

Anonim (Rene L Pattiradjawane?)  ;   (Wartawan Senior Kompas)
KOMPAS, 20 Agustus 2014
                                                
                                                                                                                                   

DALAM usia ke-47, ASEAN termasuk organisasi regional yang unik, berbeda dengan organisasi regional dan multilateral lain di dunia. ASEAN tak terjebak dalam bentuk aliansi pertahanan militer, tetapi menjadi organisasi yang aktif menghindari konfrontasi dalam bentuk apa pun.

Berbeda juga dengan organisasi regional lain, ASEAN satu- satunya organisasi yang tak memiliki sistem suara terbanyak. Semua anggota, baik negara besar maupun kecil, sama-sama punya suara dan pendapat dalam melihat sejumlah persoalan regional dan global. Keketuaan ASEAN dipegang secara bergantian, menjalankan peran membentuk konsensus yang kuat dalam sejumlah persoalan internasional.

Ini yang menjelaskan mengapa hasil pertemuan para menteri luar negeri ASEAN (AMM) tak pernah menghadirkan kebijakan diskriminatif atas berbagai isu regional dan internasional. Hal itu memberi kesan organisasi di Asia Tenggara ini seperti tak memiliki sikap. Berbagai isu disinggung dalam komunike bersama ASEAN 2014 di Naypyidaw, Myanmar, mulai dari pertikaian maritim, krisis Jalur Gaza, Suriah, Irak, hingga penembakan pesawat Malaysia Airlines MH17, yang menyebabkan puluhan warga ASEAN turut menjadi korban.

Kita berharap Forum Regional ASEAN (ARF) di Myanmar menggarisbawahi secara khusus insiden MH17 itu untuk memberikan esensi konektivitas sebagai tonggak game changer menghadapi Komunitas ASEAN 2015. Insiden ini bukan kecelakaan udara biasa, melainkan ”pembunuhan” atas warga ASEAN dan lainnya akibat ditembak rudal darat ke udara.

Kita perlu memberikan penekanan ini sehingga kegotongroyongan dalam regionalisme ASEAN yang menjadi cita-cita bersama mampu memberikan makna penting, terutama dalam upaya membangun konektivitas dalam rangka memperkuat ketahanan Komunitas ASEAN 2015 pada ketiga pilar utamanya.

Ada beberapa faktor penting yang perlu menjadi pertimbangan dalam pembentukan komunitas ke-Asia Tenggara-an yang ingin dicapai ini. Pertama, keterlibatan dan suara ASEAN di berbagai forum internasional menjadikan ASEAN sebagai denominator penting perubahan-perubahan globalisasi dengan berbagai dimensinya, termasuk menghadapi interaksi negara- negara besar AS-RRC-India-Jepang.

Kedua, persoalan bilateral di dalam ASEAN harus dianggap masa lalu dalam menghadapi kebangkitan regionalisme yang semakin kuat dan nyata. Selama 47 tahun, tidak ada persoalan bilateral di Asia Tenggara yang tidak bisa diselesaikan. Tahun 2015-2025, persoalan krusial Asia Tenggara adalah menghadapi isu perbatasan, perdagangan internasional, dan perlindungan warga ASEAN dengan negara di luar kawasan.

Era konektivitas dalam rangka mencapai pembangunan bagi kesejahteraan bersama menjadi penting sebagai sentra pertumbuhan ekonomi dan perdagangan ataupun bagi pengelolaan perdamaian dan stabilitas. Dalam dua dekade terakhir, puluhan juta warga ASEAN berhasil terangkat dari kemiskinan, meningkatkan produk domestik bruto sebesar 194 persen dari sekitar 1.779 dollar AS menjadi 5.226 dollar AS.

Ini esensi penting ASEAN selama 47 tahun ketika masyarakat Asia Tenggara secara bersama menghadapi sejumlah tantangan serta ancaman stabilitas dan perdamaian. Satu dekade ke depan, persoalan yang dihadapi makin rumit ketika berbagai kepentingan luar kawasan berinteraksi satu sama lain ikut menikmati stabilitas dan perdamaian yang dicapai ASEAN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar