Membangun
Laut,
Membangun
Sumber Daya Manusia
Suhana ; Peneliti pada Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim
|
SINAR
HARAPAN, 09 Agustus 2014
Pembangunan kelautan dalam lima tahun ke depan akan mendapatkan
nuansa baru. Itu karena presiden terpilih dalam Pemilu 2014 kemarin memiliki
visi kelautan yang sangat besar.
Hal ini berbeda dengan presiden-presiden sebelumnya, yang secara
tersurat dalam visi-misinya mengusung visi pembangunan kelautan nasional
dalam lima tahun ke depan.
Namun, Jokowi-JK perlu me-review kembali kebijakan-kebijakan
kelautan yang dalam sepuluh tahun terakhir cenderung tidak mengalami
perubahan signifikan.
Hal ini ditunjukkan dengan terus berulangnya kebijakan-kebijakan
kelautan nasional yang diusung pemerintahan sejak awal Reformasi sampai
periode Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid 2.
Bahkan, dalam visi-misi Jokowi-JK pun sebagian besar masih
mengulang kebijakan pemerintahan sebelumnya. Artinya, belum ada terobosan
baru yang akan diusung dalam pembangunan kelautan lima tahun ke depan.
Oleh karena itu, supaya tidak mengulang hal yang sama, dalam
masa transisi pemerintahan KIB Jilid 2 ke pemerintahan Jokowi-JK, perlu perumusan
kebijakan kelautan yang tepat dalam lima tahun ke depan.
Berdasarkan catatan penulis, sejak awal Reformasi sampai saat
ini, ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian serius Jokowi-JK,
dalam pembangunan kelautan nasional.
Pertama, selama ini pendekatan dalam pembangunan sektor
perikanan lebih mengedepankan pendekatan peningkatan volume produksi. Jadi,
berbagai program untuk mendukung hal tersebut terus dilakukan, seperti
pengadaan kapal Inka Mina 30-60 GT. Namun, kebijakan peningkatan volume
produksi perikanan tersebut tidak diikuti peningkatan kualitas
hasil perikanan.
Jadi, ikan-ikan hasil tangkapan nelayan banyak yang bermutu
rendah karena penanganan setelah tangkapnya tidak diperhatikan secara baik.
Oleh sebab itu, pemerintah dan para nelayan sudah saatnya
meninggalkan pendekatan peningkatan volume produksi ikan dan menggantinya
dengan pendekatan peningkatan kualitas hasil tangkapan nelayan. Hal ini juga
sejalan dengan upaya pemerintah untuk terus meningkatkan kualitas sumber daya
manusia (SDM) yang lebih baik.
Untuk itu, diperlukan dukungan ikan-ikan hasil tangkapan yang
berkualitas baik tersebut. Penulis yakin yang dibutuhkan nelayan kecil saat
ini adalah bukan kapal yang besar. Akan tetapi, bagaimana mereka dapat
menangkap ikan dengan kualitas yang baik dan penyediaan infrastruktur
pemasaran ikan yang memadai serta menjamin kualitas ikan hasil tangkapan
nelayan.
Jadi, ikan-ikan hasil tangkapan nelayan dapat terjaga
kualitasnya, mulai dari awal menangkap sampai kepada konsumen akhir. Dengan
adanya peningkatan kualitas hasil tangkapan nelayan, secara otomatis akan
meningkatkan nilai jual hasil tangkapan nelayan. Ini jauh lebih penting
daripada meningkatkan volume ikan hasil tangkapan melalui pengadaan kapal
Inka Mina.
Kedua, perlu ada grand design industrialisasi perikanan yang
berpihak pada pengembangan SDM di masa yang akan datang. Indonesia akan lebih
maju kalau didukung SDM yang baik. SDM yang baik bisa dibentuk dengan adanya
asupan gizi yang lebih baik.
Oleh karena itu, industrialisasi perikanan nasional harus dapat
mendukung pengembangan SDM nasional yang lebih baik. Namun, kalau
industrialisasi perikanan yang digalakkan pemerintah sejak awal Reformasi
sampai saat ini, penulis khawatir SDM nasional ke depan akan semakin
terpuruk.
Industrialisasi perikanan yang ada saat ini lebih mementingkan
pemgembangan SDM negara lain, dibandingkan SDM negaranya sendiri. Hal ini
terbukti dengan target industrialisasi perikanan untuk mengekspor ikan-ikan
kualitas baik dari Indonesia, seperti tuna, cakang, udang, ikan-ikan karang,
dan ikan-ikan kualitas baik lainnya.
Sementara itu, kebutuhan konsumsi ikan dalam negeri cukup
disediakan ikan asin dengan bahan baku impor dari negara lain. Pertanyaannya
sekarang, ahli gizi mana yang dapat menjelaskan ikan asin dapat meningkatkan
kualitas SDM nasional.
Jokowi-JK beserta jajaran kabinet yang akan mendukungnya nanti
perlu mengimplementasikan undang-undang perikanan nasional secara baik dan
konsisten.
Dalam Pasal 25 B Ayat (2) UU No 45/2009 tentang Perubahan UU No
31/2004 tentang Perikanan ditegaskan, pengeluaran hasil produksi usaha
perikanan ke luar negeri (ekspor) dilakukan apabila produksi dan pasokan di
dalam negeri telah mencukupi kebutuhan konsumsi nasional. Pasal 25 B ini
jelas sangat berpihak pada kepentingan nasional. Namun, dalam implementasi di
lapangan belum diikuti kebijakan yang nyata.
Hal ini terbukti dengan kebijakan industrialisasi perikanan yang
lebih mementingkan kebutuhan ikan negara lain. Industrialisasi perikanan
jangan hanya dipandang bagaimana meningkatkan nilai ekspor produk perikanan,
tetapi perlu memiliki agenda pembangunan SDM nasional yang lebih baik. Oleh
karena itu, implementasi Pasal 25 B Ayat (2) tersebut saat ini diperlukan
guna meningkatkan kualitas SDM nasional.
Ketiga, perlu terus dikembangkan wirausaha-wirausaha baru
berbasis sumber daya kelautan dan perikanan. Hal ini guna mengoptimalkan
pemanfaatan potensi sumber daya kelautan dan perikanan untuk kesejahteraan
masyarakat dan kelestarian lingkungan. Banyak potensi bisnis di sektor perikanan
yang dapat dikembangkan secara baik. Jadi, diperlukan keberpihakan pemerintah
untuk terus mendukung pengembangan SDM yang bergerak di sektor ini.
Dalam dua tahun terakhir, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Kelautan dan Perikana (BPSDMKP) yang di pimpin Dr Suseno sudah menginisiasi
untuk membentuk para wirausaha baru di sektor perikanan, melalui program
Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan
(P2MKP).
Di beberapa wilayah yang penulis kunjungi, program tersebut
berhasil mendorong kelompok atau individu yang bergerak di bidang usaha
perikanan. Bahkan, sebagian besar dari yang berhasil tersebut telah dapat
memanfaatkan sumber daya ikan secara utuh.
Artinya, satu ekor ikan yang diolah, tidak ada satu bagian pun
yang terbuang. Mulai dari daging, kulit, kepala, dan sisik ikan semuanya
dapat dimanfaatkan secara baik tanpa ada yang terbuang.
Berdasarkan hal tersebut penulis yakin pembangunan kelautan
dalam lima tahun ke depan akan lebih efektif, dimulai dengan terus
mengembangkan kualitas dan kuantitas SDM yang bergerak di bidang kelautan,
khususnya sektor perikanan.
Tanpa adanya upaya pengembangan SDM tersebut pemerintahan
Jokowi-JK akan mengalami kondisi yang sama dengan pembangunan kelautan
tahun-tahun sebelumnya. Misalnya saja, kegagalan program bantuan kapal Inka
Mina >30 GT oleh pemerintahan SBY disebabkan perencanaan yang tidak matang.
Pemerintah hanya memandang dengan bantuan kapal tersebut nelayan
dapat meningkatkan produksi perikanannya. Namun, ternyata tidak, karena para
nelayan penerima bantuan tersebut tidak diberikan pembekalan kemampuan yang
memadai.
Alhasil, penulis menekankan, pembangunan kelautan lima tahun ke
depan akan efektif jika dimulai dengan mengedepankan pembangunan SDM yang
bergerak di bidang kelautan dan perikanan. Oleh karena itu, diperlukan
keberpihakan dalam pembangunan SDM tersebut. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar