Minggu, 10 Agustus 2014

Otak Dominan Presiden RI

Otak Dominan Presiden RI

Badrul Munir  ;  Dokter Spesialis Saraf RS Saiful Anwar;
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang
KOMPAS, 09 Agustus 2014
                                                
                                                                                                                                   

Salah satu organ tubuh yang menakjubkan dan masih banyak misterinya adalah otak manusia. Otak dengan berat 1 persen dari berat badan manusia berfungsi sangat kompleks dan istimewa, di antaranya adalah fungsi berpikir dan berperilaku, fungsi yang membedakan manusia dengan hewan.

Psikolog dunia peraih Nobel tahun 1981, Roger W Sperry, memetakan otak berdasarkan fungsinya menjadi otak kanan dan kiri. Otak kanan lebih banyak berfungsi untuk intuisi, menggambar, emosi, kreativitas, mengenali warna, dan fokus pada hal global.

Otak kiri lebih berfungsi untuk berbahasa, logika, berpikir kritis, penalaran dan menghitung, dan fokus pada satu titik. Singkatnya seorang yang dominan otak kiri akan menjadi ilmuwan, otak kanan cenderung menjadi seniman.

Teori ini beberapa tahun terakhir dibantah oleh para ahli neurosains karena kedua belahan otak kanan dan kiri adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dan dibandingkan. Namun, pada kenyataannya, masih banyak yang mempercayainya, dengan banyaknya pelatihan atau buku-buku yang berisi upaya mengaktifkan otak kanan agar seseorang bisa sukses.

Otak presiden

Menarik mengaplikasikan teori ini ke presiden Indonesia. Presiden pertama RI Soekarno sangat istimewa, dia bisa menggunakan otak kiri dan kanan dengan sangat sempurna.

Hal ini bisa kita lihat pada gagasan besar tentang falsafah dasar negara dan ide brilian tentang berbangsa dan bernegara yang merupakan hasil kerja otak kiri.
Namun, sejarah juga menunjukkan betapa besar peran Presiden Soekarno terhadap karya seni, kemanusiaan, dan intuisi tajam, serta kreativitas yang menakjubkan.

Presiden kedua Soeharto lebih banyak menggunakan otak kiri. Saat memerintah selama 32 tahun, ia lebih mengedepankan pendekatan logis dan penalaran dibandingkan pendekatan intuisi dan kreativitas. Beberapa pelanggaran kemanusiaan dan kasus korupsi di masa pemerintahannya juga membuktikan otak kanannya tidak begitu dominan.

Presiden ketiga BJ Habibie jelas lebih banyak menggunakan otak kiri sebagai seorang yang berlatar belakang ilmuwan dan teknokrat yang memang terlatih otak kirinya.

Maka, pencapaiannya selama menjabat presiden juga lebih dominan ke arah ilmu pengetahuan dan teknologi (terutama pesawat terbang), sedangkan intuisi dan seni tidak begitu menonjol.

Presiden keempat Abdurrahman Wahid (Gus Dur) jelas dominan menggunakan otak kanannya. Beberapa keputusan dan ucapannya sulit diterima oleh nalar, belum lagi sifat kesehariannya yang humanis, melindungi minoritas dan intuitif serta kemampuannya memprediksi kejadian masa depan.

Presiden kelima Megawati Soekarnoputri juga lebih cenderung menggunakan otak kanan dibandingkan otak kiri. Namun, tidak seperti bapaknya, Megawati lebih cenderung menunjukkan ekspresi dan emosi dibandingkan ide yang berlian dan kreatif. Sebagai wanita presiden, Megawati sering menutup diri dan kurang komunikasi dengan masyarakat termasuk bila ada hal yang menyinggung perasaannya.

Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono, menurut penulis, lebih banyak menggunakan otak kiri. Dia sangat detail dan membutuhkan penalaran yang cermat sebelum memutuskan sesuatu, hal kemudian tampak sebagai sifat ragu-ragu dan lambat dalam mengambil keputusan penting. Ini berbeda dengan Habibie yang juga dominan otak kiri, tetapi lebih cepat dan tanggap dalam merespons setiap permasalahan penting. SBY sangat hati-hati dan lambat, suatu kekurangan yang sekaligus menjadi kelebihannya.

Otak kanan

Presiden terpilih 2014, Joko Widodo, lebih banyak menggunakan otak kanan dibanding otak kiri. Ini tampak dari kegemarannya blusukan untuk memahami masalah masyarakat dan membangun komunikasi langsung dengan masyarakat.
Bersentuhan langsung dengan rakyat menggugah emosi dan intuisi Jokowi untuk menyelesaikan masalah secara cepat dan langsung. Namun, ada hal yang belum tampak dari peran otak kanan yaitu munculnya ide besar dan kreativitas tentang berbangsa dan bernegara.

Penampilan Jokowi yang sederhana dan memikat banyak orang belum ditunjang ”ide besar dan kreativitas tinggi” yang menunjukkan kesempurnaan otak kanan seorang presiden terpilih.

Beruntung Jokowi punya wakil presiden terpilih Jusuf Kalla yang kemampuan otak kanan dan kirinya berimbang sehingga bisa menutup kekurangannya.
Kita membutuhkan presiden dan wakil presiden yang mampu mengoptimalkan otak kanan-kiri secara bersamaan dan bersinergi untuk memecahkan persoalan bangsa yang kompleks dan rumit ini, serumit misteri susunan otak manusia yang belum banyak terpecahkan.

Selamat datang kepada Presiden Indonesia ke-7 beserta wakilnya, Jokowi-JK.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar