Kunci
Menuju Indonesia Baru
Djoko Subinarto ; Kolumnis, Alumnus Universitas
Padjadjaran, Bandung
|
SINAR
HARAPAN, 24 Agustus 2014
Berjalannya
sistem tata pemerintahan yang baik (good
governance) menjadi salah satu kunci bagi terciptanya sebuah Indonesia
yang benar-benar baru.
Tidak
lama lagi kita akan segera memiliki sebuah pemerintahan baru yang akan
memimpin dan mengurus negeri ini, paling tidak hingga lima tahun ke depan.
Sudah barang tentu, di bawah pemerintahan yang baru nanti, segenap warga
negeri ini berharap munculnya sejumlah terobosan besar dan fundamental.
Terobosan
yang bakal membuat republik yang kita cintai ini mewujud sebagai sebuah
negeri yang semakin baik, semakin maju, dan semakin sejahtera. Semua sudah tahu dan maklum. Negeri kita
saat ini dirundung lumayan banyak persoalan yang—jika terus dibiarkan—dapat
mengancam aspek keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara kita.
Pemerintahan
yang sarat korupsi, penegakan hukum yang hanya tajam ke bawah tetapi tumpul
ke atas, pengabaian terhadap hak-hak minoritas, pembangunan yang tidak
merata, pertumbuhan ekonomi yang cenderung menurun, ancaman krisis pangan dan
krisis energi, ledakan penduduk yang tidak terkendali, dan kualitas
lingkungan hidup yang semakin melorot hanyalah contoh dari sekian banyak
masalah yang sedang kita hadapi sekarang ini.
Bagaimanapun,
untuk menyelesaikan satu per satu tumpukan masalah yang ada, pemerintahan
baru yang segera terbentuk di negeri ini dituntut harus bekerja lebih keras,
lebih cepat, dan lebih sungguh-sungguh. Di sisi lain, pemerintahan baru nanti
juga harus benar-benar mampu membuktikan berjalannya sistem tata pemerintahan
yang baik (good governance) yang
ditandai paling tidak dengan penerapan enam prinsip berikut ini.
Pertama,
keadilan. Segenap warga negara, tanpa memandang gender, suku, warna kulit,
tingkat pendidikan, status sosial, afiliasi politik, keyakinan maupun agama,
harus memperoleh akses yang sama bagi berbagai kebutuhan dasar, seperti
kesehatan, pendidikan, pekerjaan, air bersih, sanitasi, dan layanan-layanan
umum lainnya. Kedua, keamanan. Faktor
keamanan, baik lahir maupun batin, harus benar-benar dijamin.
Jadi,
hak-hak dasar, seperti hak hidup, kepemilikan, dan kebebasan dapat dirasakan
semua warga negara tanpa terkecuali. Untuk itu, pemerintahan baru negeri ini
harus berusaha keras untuk menghindari dan mengatasi terjadinya aneka konflik
maupun bencana, sekecil apa pun.
Ketiga, keberlanjutan. Pembangunan negeri ini harus bersandar pada
aspek keberlanjutan demi terciptanya keseimbangan ekonomi, sosial, politik,
budaya, maupun lingkungan bagi generasi masa kini dan generasi masa
datang.
Keempat,
partisipasi publik. Partisipasi publik secara aktif—termasuk partisipasi dari
kelompok-kelompok yang termarjinalisasi—dalam pembuatan keputusan harus terus
didorong. Hal ini lantaran dapat berkontribusi bagi tercapainya kehidupan
berbangsa dan bernegara yang lebih baik.
Kelima, responsif. Setiap kebijakan dan layanan publik haruslah
responsif terhadap tuntutan dan kebutuhan warga negara dan dilaksanakan
dengan efisien serta efektif. Keenam,
transparansi. Pengelolaan negeri ini harus dilakukan secara transparan.
Ini
untuk menciptakan iklim keterbukaan dan keterpercayaan. Sealin itu, untuk
menegakkan profesionalitas, integritas, serta sebagai modal membangun
kolaborasi yang harmonis dari semua pihak dalam menghadapi setiap persoalan
yang membelit negara ini, baik di masa kini maupun masa yang akan datang.
Yakinlah
jika saja prinsip-prinsip di atas dapat diterapkan dengan sebaik-baiknya oleh
pemerintahan baru kita, dari level yang paling rendah hingga level yang
paling tinggi, harapan banyak orang ihwal mewujudnya negeri ini menjadi
sebuah Indonesia baru yang lebih baik, lebih elok, lebih sehat, lebih kuat,
lebih maju, dan lebih sejahtera akan segera mendekati alam realita. Namun sebaliknya, jika prinsip-prinsip
tadi cenderung diabaikan, Indonesia kemungkinan besar bakal tetap dipayungi
banyak masalah. Legitimasi pemerintahan yang baru—cepat atau lambat—bakal
merosot.
Sementara
itu, ketidakadilan dan eksklusivitas menjadi pola yang kian menonjol. Di sisi
lain, kepentingan kelompok bakal makin dominan ketimbang kepentingan publik.
Ujung-ujungnya, kepentingan publik cenderung terpinggirkan. Publik merasa
semakin tidak nyaman dengan kondisi negeri yang ditinggalinya, yang berimbas
kepada kian lunturnya kepercayaan publik terhadap para pengelola negara.
Semoga
hal-hal buruk seperti itu tidak terjadi sehingga asa kita menuju sebuah
Indonesia baru bukan cuma impian indah yang tidak pernah bisa menjadi nyata. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar