Senin, 25 Agustus 2014

Kunci Menuju Indonesia Baru

Kunci Menuju Indonesia Baru

Djoko Subinarto ;  Kolumnis, Alumnus Universitas Padjadjaran, Bandung
SINAR HARAPAN, 24 Agustus 2014
                                                


Berjalannya sistem tata pemerintahan yang baik (good governance) menjadi salah satu kunci bagi terciptanya sebuah Indonesia yang benar-benar baru.  

Tidak lama lagi kita akan segera memiliki sebuah pemerintahan baru yang akan memimpin dan mengurus negeri ini, paling tidak hingga lima tahun ke depan. Sudah barang tentu, di bawah pemerintahan yang baru nanti, segenap warga negeri ini berharap munculnya sejumlah terobosan besar dan fundamental.

Terobosan yang bakal membuat republik yang kita cintai ini mewujud sebagai sebuah negeri yang semakin baik, semakin maju, dan semakin sejahtera.   Semua sudah tahu dan maklum. Negeri kita saat ini dirundung lumayan banyak persoalan yang—jika terus dibiarkan—dapat mengancam aspek keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara kita.

Pemerintahan yang sarat korupsi, penegakan hukum yang hanya tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas, pengabaian terhadap hak-hak minoritas, pembangunan yang tidak merata, pertumbuhan ekonomi yang cenderung menurun, ancaman krisis pangan dan krisis energi, ledakan penduduk yang tidak terkendali, dan kualitas lingkungan hidup yang semakin melorot hanyalah contoh dari sekian banyak masalah yang sedang kita hadapi sekarang ini.  

Bagaimanapun, untuk menyelesaikan satu per satu tumpukan masalah yang ada, pemerintahan baru yang segera terbentuk di negeri ini dituntut harus bekerja lebih keras, lebih cepat, dan lebih sungguh-sungguh. Di sisi lain, pemerintahan baru nanti juga harus benar-benar mampu membuktikan berjalannya sistem tata pemerintahan yang baik (good governance) yang ditandai paling tidak dengan penerapan enam prinsip berikut ini.  

Pertama, keadilan. Segenap warga negara, tanpa memandang gender, suku, warna kulit, tingkat pendidikan, status sosial, afiliasi politik, keyakinan maupun agama, harus memperoleh akses yang sama bagi berbagai kebutuhan dasar, seperti kesehatan, pendidikan, pekerjaan, air bersih, sanitasi, dan layanan-layanan umum lainnya.  Kedua, keamanan. Faktor keamanan, baik lahir maupun batin, harus benar-benar dijamin.

Jadi, hak-hak dasar, seperti hak hidup, kepemilikan, dan kebebasan dapat dirasakan semua warga negara tanpa terkecuali. Untuk itu, pemerintahan baru negeri ini harus berusaha keras untuk menghindari dan mengatasi terjadinya aneka konflik maupun bencana, sekecil apa pun.   Ketiga, keberlanjutan. Pembangunan negeri ini harus bersandar pada aspek keberlanjutan demi terciptanya keseimbangan ekonomi, sosial, politik, budaya, maupun lingkungan bagi generasi masa kini dan generasi masa datang.  

Keempat, partisipasi publik. Partisipasi publik secara aktif—termasuk partisipasi dari kelompok-kelompok yang termarjinalisasi—dalam pembuatan keputusan harus terus didorong. Hal ini lantaran dapat berkontribusi bagi tercapainya kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik.   Kelima, responsif. Setiap kebijakan dan layanan publik haruslah responsif terhadap tuntutan dan kebutuhan warga negara dan dilaksanakan dengan efisien serta efektif.   Keenam, transparansi. Pengelolaan negeri ini harus dilakukan secara transparan.

Ini untuk menciptakan iklim keterbukaan dan keterpercayaan. Sealin itu, untuk menegakkan profesionalitas, integritas, serta sebagai modal membangun kolaborasi yang harmonis dari semua pihak dalam menghadapi setiap persoalan yang membelit negara ini, baik di masa kini maupun masa yang akan datang. 

Yakinlah jika saja prinsip-prinsip di atas dapat diterapkan dengan sebaik-baiknya oleh pemerintahan baru kita, dari level yang paling rendah hingga level yang paling tinggi, harapan banyak orang ihwal mewujudnya negeri ini menjadi sebuah Indonesia baru yang lebih baik, lebih elok, lebih sehat, lebih kuat, lebih maju, dan lebih sejahtera akan segera mendekati alam realita.   Namun sebaliknya, jika prinsip-prinsip tadi cenderung diabaikan, Indonesia kemungkinan besar bakal tetap dipayungi banyak masalah. Legitimasi pemerintahan yang baru—cepat atau lambat—bakal merosot.

Sementara itu, ketidakadilan dan eksklusivitas menjadi pola yang kian menonjol. Di sisi lain, kepentingan kelompok bakal makin dominan ketimbang kepentingan publik. Ujung-ujungnya, kepentingan publik cenderung terpinggirkan. Publik merasa semakin tidak nyaman dengan kondisi negeri yang ditinggalinya, yang berimbas kepada kian lunturnya kepercayaan publik terhadap para pengelola negara. 

Semoga hal-hal buruk seperti itu tidak terjadi sehingga asa kita menuju sebuah Indonesia baru bukan cuma impian indah yang tidak pernah bisa menjadi nyata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar