Konflik
Lembaga Mengganggu Pelayanan Publik
Agus Pambagio ;
Pengamat
Kebijakan Publik
|
DETIKNEWS,
11 Agustus 2014
Konflik lembaga Pemerintah akhir-akhir ini marak, seperti
konflik antara PT Pertamina dan PT PLN yang berakibat pelanggan PLN akan
mengalami pemadaman total. Kemudian konflik yang minggu lalu riuh rendah
beritanya di media sosial, adalah konflik antara PT Angkasa Pura II (AP II)
dengan Direktorat Jenderal Imigrasi yang berakibat Imigrasi mengancam mulai
10 Agustus 2014 kemarin, hengkang dari Terminal 3 (T3) Bandara Soekarno-Hatta
(BSH).
Memang sejak 15 tahun terakhir pelayanan angkutan udara di
Indonesia tumbuh rata-rata 15% per tahun. Sayangnya pertumbuhan ini tidak
diimbangi dengan pertumbuhan bandara, navigasi, sumber daya industri
penerbangan (seperti pilot, awak kabin, teknisi, petugas bea cukai,
imigrasi), ground handling dll yang dibutuhkan oleh maskapai penerbangan
supaya mereka dapat beroperasi dengan baik.
Ketidakseimbangan ini mulai muncul 5 tahun lalu dimana maskapai
kesulitan memarkir pesawatnya, waktu untuk tinggal landas dan mendarat
bertambah lama, pelayanan bandara kepada publik memburuk karena kapasitas
bandara sudah tidak bisa menampung ledakan pengguna jasa penerbangan dsb.
Hambatan utama memang disebabkan oleh lamban dan tidak
terkoordinasikannya semua instansi negara yang bertanggungjawab terhadap
industri penerbangan kita. Akibatnya pembuatan dan pelaksanaan semua
kebijakan juga lamban, tumpang tindih yang berakibat lemahnya penegakan
hukumnya.
Sebagai contoh keputusan untuk pelaksanaan perluasan BSH
memerlukan waktu panjang hingga akhirnya BSH dan semua bandara utama di
Indonesia kesulitan mengimbangi pesatnya pertambahan pesawat baru dan ledakan
penumpang angkutan udara. Berbagai persoalan muncul dan puncaknya terjadi
ketika Imigrasi Imigrasi BSH memutuskan untuk menutup operasi Imigrasi di T3
BSH. Tentunya konflik ini akan mengganggu layanan publik sektor penerbangan.
Permasalahan Bandara
Internasional Tanpa Imigrasi
T3 BSH ditetapkan oleh PT AP II sebagai Terminal Internasional
pada tanggal 17 Nopember 2011, mengingat T2 khususnya T2 D (Terminal
Internasional) BSH sudah sangat padat dan tidak nyaman lagi bagi penumpang
penerbangan Internasional.
Setelah ditawarkan pada beberapa maskapai penerbangan yang ada,
akhirnya maskapai penerbangan Air Asia (AA) Indonesia bersedia untuk pindah
ke T3, termasuk penerbangan rute Internasionalnya. Menyusul kemudian Mandala
(Tiger Mandala). Sayang setelah Tiger Mandala tidak beroperasi, hari ini
hanya maskapai AA saja yang beroperasi di T3.
Menurut GM Bandara BSH, di Terminal D-2 (DT2) BSH saat ini ada
sekitar 38 penerbangan Internasional per hari yang mengangkut sekitar 46.000
penumpang. Sementara itu kekuatan personel Imigrasi di T2 hanya 45 personil,
yang terbagi dalam 4 shift. Tentunya jumlah ini sangat tidak mencukupi dan
akan selalu terjadi antrean panjang di Imigrasi saat keberangkatan dan
kedatangan pesawat karena masing-masing hanya dijaga oleh maksimum 5 petugas
Imigrasi.
Menurut Direktur Utama AA, di T3 ada 15 penerbangan
keberangkatan dan kedatangan Internasional dengan total 4.000 penumpang
setiap harinya yang dilayani oleh 15 petugas Imigrasi yang dibagi menjadi 3
shift setiap harinya. Artinya rasio antara petugas dengan penumpang, di T3
masih jauh lebih baik dari T2 Internasional.
Dengan banyaknya komplain publik tentang buruknya pelayanan
petugas Imigrasi di T2 Internasional, maka melalui pembahasan yang cukup
panjang dengan Administratur Bandara dan PT AP II, pimpinan Imigrasi BSH
dengan seijin Dirjen Imigrasi memutuskan untuk menutup layanan Imigrasi di T3
per 17 Juli 2014. Namun karena akan memasuki angkutan Lebaran maka pihak
Imigrasi diminta untuk menunda waktu penutupan Imigrasi di T3.
Penundaan disepakati tetapi belum jelas hingga kapan. Sampai
kemudian pihak Imigrasi memasang banner
yang memberitahukan bahwa pelayanan Imigrasi di T3 akan ditiadakan per
tanggal 10 Agustus 2014 kemarin. Namun persoalan ini baru muncul dan
menghebohkan publik ketika banner
rencana hengkangnya petugas Imigrasi dari T3 terposting di media sosial
tanggal 8 Agustus 2014 lalu.
Melihat kondisi tersebut, Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkum
HAM) menyatakan bahwa salah satu alasan hengkangnya semua petugas Imigrasi
dari T3 adalah karena mereka ingin memperkuat rekan-rekan yang semakin
kewalahan di T2. Petugas Imigrasi merasa bahwa seringnya pelayanan Imigrasi
dikomplain penumpang karena pelayanannya lamban dan hanya duduk-duduk padahal
antrian di Imigrasi mengular.
Alasan lain mengapa pelayanan Imigrasi di T3 harus ditutup
karena minimnya suplai petugas Imigrasi di Indonesia. Mengapa minim? Karena
sudah sejak beberapa tahun ini ada kebijakan Kementrian PAN & RB terkait
dengan zero growth di beberapa
sektor PNS dan ini menghambat pencetakan petugas Imigrasi baru. Informasi
yang kami dapat dari Akademi Imigrasi sendiri, setiap tahunnya mereka hanya
dapat meluluskan sekitar 60 mahasiswa yang kemudian harus disebar ke seluruh
Bandara di Indonesia.
Memang kondisi ini sudah tidak tepat dan harus direformasi
segera. Kami juga sampaikan pada Wamenkum HAM, jika tanpa petugas Imigrasi
maka T 3 BSH merupakan satu-satunya bandara Internasional teraneh di dunia
dan ini melanggar Annex 9 ICAO (International
Civil Aviation Organization). Bandara T3 merupakan bandara Internasional
dimana komponen CIQ (Custom, Imigration
and Quarantine) tidak boleh terpisah. Kalau di T3 hanya ada Custom (Bea dan Cukai) serta Quarantine (Karantina) maka pasti akan
adat teguran dari ICAO, EU, FAA dsb.
Langkah ke Depan
Berangkat dari permasalahan diatas kami langsung membuka
komunikasi dengan beberapa pengambil kebijakan, seperti Menteri Hukum dan
HAM, Menteri Negara BUMN, Direksi dan Sekretaris Perusahaan PT AP II, Wakil
Menteri Perhubungan, Direksi AA dan lain-lain. Tidak semua pejabat tersebut
merespon, kecuali Pimpinan PT AP II, Direksi AA dan Wamenkum HAM. Wamenkum
HAM langsung menelpon kami dan kita terus berkomunikasi sepanjang hari Sabtu
9 Agustus 2014 untuk mencari solusi terbaik.
Intinya kami memohon kepada Wamenkum HAM supaya perpindahan
ditunda demi kepentingan publik. Apa jadinya ketika penumpang AA harus check
in di T3 kemudian naik bis menuju T2 D hanya untuk minta cap Imigrasi dan
kemudian balik lagi dengan bis ke T3 untuk boarding. Begitu pula sebaliknya
saat penumpang tiba di Bandara T3. Berapa lama publik harus disiksa dalam antrean
dan kemacetan sebelum bisa terbang atau kembali ke rumah ?
Pada akhirnya Wamenkum HAM bisa menyadari keberatan dan
penjelasan kami serta protes dari publik di media sosial dan Wamenkum HAM
bersedia menunda hengkangnya petugas Imigrasi dari T3 ke T2 dengan catatan
kita akan bahas bersama, bagaimana kedepannya supaya Imigrasi bisa melayani
publik dengan lebih baik ditengah kelangkaan petugasnya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar