Kesiapsiagaan
Pengendalian Ebola
Poonam Khetrapal Singh ;
Direktur Regional WHO untuk Asia Tenggara
|
KOMPAS,
19 Agustus 2014
ORGANISASI Kesehatan Dunia telah mengumumkan wabah ebola yang
kini terjadi di Afrika Barat sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat yang
patut diwaspadai secara internasional (public
health emergency of international concern/PHEIC). Tujuan deklarasi ini
adalah untuk mengendalikan wabah yang kini terjadi demi mencegah meluasnya
penyebaran ebola melalui koordinasi dukungan internasional. Deklarasi ini
juga menjadi tanda kewaspadaan internasional agar negara-negara lain juga
bersiap diri. Dengan adanya deklarasi, donor dapat memobilisasi sumber daya
mereka.
Hingga kini belum ditemukan kasus ebola di 11 negara anggota
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di kawasan Asia Tenggara. Sekaranglah
waktunya meningkatkan kesiapsiagaan. Upaya tanggap terhadap penyakit ini
memerlukan sistem kesehatan dengan surveilans
yang peka, pengendalian infeksi, dan mobilisasi masyarakat.
Deteksi dini
Sejak tahun 1976, saat virus ebola pertama dideteksi di Afrika,
virus ini telah beberapa kali menyebabkan wabah di beberapa negara Afrika.
Virus ebola berpindah dari induk alaminya ke manusia melalui hewan. Ebola
menyebabkan banyak kematian dan hingga kini tak ada vaksin ataupun obat yang
tersedia untuk mencegah atau menyembuhkan penyakit ini.
Wabah ebola di empat negara Afrika Barat (Guinea, Liberia,
Nigeria, dan Sierre Leone) telah berlangsung beberapa bulan dengan jumlah
kematian tertinggi dan sebaran terluas sepanjang sejarah wabah ebola. Wabah
meluas ke beberapa negara sejalan pergerakan masyarakat melintas batas
negara. Besarnya jumlah kasus di pinggiran kota dan di pedesaan menjadikan
wabah ebola yang terjadi saat ini sebagai wabah paling menantang dibandingkan
dengan wabah-wabah sebelumnya.
Meski risiko penyebaran penyakit ini ke negara-negara di luar
Afrika dianggap rendah, tetap saja penting disiapkan penguatan kapasitas nasional
untuk deteksi dini. Juga penatalaksanaan dan pengendalian segera. WHO
percaya, negara yang memiliki sistem kesehatan yang kuat dapat dengan cepat
mengendalikan kasus importasi melalui tindakan pengendalian infeksi sesuai
dengan prosedur.
Sementara dunia memusatkan perhatian pada ebola, kita perlu
ingat bahwa beberapa penyakit masih dan akan selalu mengancam dunia. Sejak
ditemukannya virus ebola tahun 1976, lebih dari 30 patogen jenis baru telah
ditemukan. Sindrom pernapasan akut parah (severe
acute respiratory syndrome/SARS) dan influenza adalah dua patogen yang
telah menyebabkan pandemi dalam milenium terakhir. Untunglah keduanya dapat
dikendalikan dalam tempo singkat.
Peraturan Kesehatan Internasional, yang dikenal sebagai IHR
(2005), memohon negara-negara agar memberi informasi transparan mengenai
penyakit yang berpotensi mewabah lintas negara. Karena itu, perlu kerja sama
internasional. Peraturan IHR menyebutkan bahwa surveilans, upaya tanggap, laboratorium, sumber daya manusia,
komunikasi risiko, dan kesiapsiagaan adalah pendukung utama deteksi dini dan
pengobatan segera.
Pandemik influenza tahun 2009 jelas menunjukkan pentingnya IHR
(2005) karena dalam kerangkanya, negara-negara berbagi informasi penyebaran
penyakit pada saat penyakit terjadi untuk memungkinkan komunitas global tepat
waktu menggalang upaya tanggap terkoordinasi. Sejak penerapan IHR (2005),
negara-negara di kawasan Asia Tenggara telah berupaya meningkatkan kapasitas
nasional masing-masing. Kemajuan telah cukup terlihat, tetapi masih banyak
yang harus ditingkatkan. Banyak negara telah menyusun rencana untuk mencapai
tingkat kapasitas yang disarankan sebelum Juni 2016. Untuk membantu
negara-negara anggotanya, WHO telah membentuk beberapa jejaring dengan
beberapa institusi.
Pada wabah ebola yang terjadi saat ini, lebih dari 100 staf
anggota WHO telah dikirimkan ke negara-negara di mana terjadi wabah guna
membantu pemerintah setempat. Ratusan pakar global juga telah dimobilisasi.
Upaya tanggap sesegera mungkin telah diterapkan berdasarkan perencanaan
komprehensif di Afrika Barat. WHO telah mencari dukungan internasional
sebesar 101 juta dollar AS agar dapat melaksanakan rencana tersebut dengan
efektif.
Tak ada penyakit infeksi yang dapat dikendalikan segera jika
masyarakat tak dapat informasi cukup dan diberdayakan untuk melindungi diri
mereka sendiri. Pemerintah perlu memberikan informasi yang akurat dan sesuai
bagi masyarakat, termasuk untuk pencegahan penularan.
Virus ebola menular melalui kontak dengan cairan tubuh penderita
yang terkena virus ebola. Mencegah kontak berarti mencegah penularan. Di
masyarakat dan fasilitas pelayanan kesehatan, pengetahuan tentang perilaku
pencegahan yang sederhana, seperti kebersihan tangan dan kewaspadaan
pengendalian infeksi, berperan kunci dalam menjaga kesehatan masyarakat.
Tak direkomendasikan
WHO tidak merekomendasikan pelarangan bepergian ke atau dari
negara dengan wabah ebola. Pelarangan perjalanan dapat menyebabkan masalah
ekonomi dan sosial pada negara tersebut. Salah satu inti IHR adalah perlunya
menyeimbangkan kepentingan publik tanpa memberi dampak negatif pada mobilitas
dan perdagangan internasional.
Risiko infeksi bagi mereka yang melakukan perjalanan termasuk
sangat rendah karena transmisi virus hanya terjadi melalui kontak langsung
dengan cairan atau kotoran dari tubuh mereka yang terinfeksi virus ebola.
Penularan terjadi dari orang yang memang sudah menunjukkan gejala. Bagi
pelaku perjalanan yang sakit, disarankan tidak melakukan perjalanan dan
segera berobat jika dicurigai mengidap ebola. Semua negara perlu waspada dan
memiliki kemampuan menyaring pelaku perjalanan dari wilayah dengan kasus
ebola dan menunjukkan gejala penyakit demam, temperatur tinggi.
Kesiapsiagaan, kewaspadaan, dan kesadaran masyarakat teramat
penting bagi keberhasilan memerangi masalah kesehatan masyarakat dengan
kompleksitas setara wabah ebola, selain upaya nasional yang efektif
berintegrasi dengan dukungan internasional. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar