ISIS
dan Ancaman di Timur Tengah
Obsatar Sinaga ; Guru besar Universitas Padjadjaran
|
KORAN
TEMPO, 05 Agustus 2014
Fenomena gerakan Islamic State in Iraq and Syria (ISIS) atau Al-Dawla al-Islamiya fi Al-Iraq wa Al-Syam,
atau Negara Islam di Irak dan Suriah, telah menyita perhatian dunia. ISIS
lahir di perbatasan antara Irak dan Suriah, sebagai dampak dari ekspansi
Amerika Serikat di Irak yang berakumulasi dengan upaya membangun harga diri
bangsa Arab dari kekuasaan asing. Meski menamakan diri sebagai suatu negara
dan telah menguasai sekitar 400 km persegi wilayah di Irak dan Suriah, secara
de jure hingga saat ini belum ada negara di dunia yang mengakuinya sebagai
negara.
Ideologi ISIS dibangun berlandaskan Islam Suni yang secara
tradisional berseberangan dengan Islam Syiah. Cita-cita melahirkan
pemerintahan Islam dilakukan dengan melakukan maklumat yang mewajibkan umat
Islam di dunia mendukung gerakan mereka memerangi kekuasaan asing di Timur
Tengah, terutama Amerika Serikat. "Kecambah" ideologi yang mereka
tebar menggunakan isu keyakinan Islam diharapkan dapat berkembang menjadi
suatu kekuatan besar di dunia. Terdapat indikasi kuat bahwa ISIS harus dapat
memegang hegemoni di Timur Tengah menggantikan hegemoni Amerika Serikat.
Hegemoni Amerika Serikat di Timur Tengah dengan core interest
kepentingan menjaga ladang minyak seolah mendapat ancaman dari ISIS.
Persoalannya, sanggupkah ISIS menggoyahkan atau bahkan mengusir hegemoni Amerika
Serikat di Timur Tengah, sementara persoalan internal antarsuku, agama, dan
batas teritorial di Timur Tengah sendiri sejak berabad silam hingga kini
belum juga reda. Ditambah lagi, hegemoni Amerika Serikat di Timur Tengah
sebenarnya hanya merupakan sub-sistem dari hegemoni Amerika Serikat di dunia.
Henry Alfred Kissinger, seorang guru besar sejarah dan mantan
menteri luar negeri Amerika Serikat yang terkenal, berujar bahwa di dunia
hanya akan terdapat keseimbangan kekuatan apabila terdapat ketidakseimbangan
kekuatan. Atau, secara eksplisit harus ada satu negara adidaya agar dunia
dapat tertib, dan itu adalah peran Amerika Serikat. Doktrin Kissinger
tersebut dapat dibaca mewakili kepentingan Amerika Serikat hingga kini.
Guna menciptakan dan mempertahankan hegemoni di dunia, Amerika
Serikat sekaligus mempersiapkan perangkat pengaman dengan menggunakan
berbagai sumber daya yang tersedia. Baik dalam tataran lunak (soft) dengan mengedepankan kerja sama
sosial, budaya, dan perdagangan, maupun dalam tataran keras (hard). Pesan Amerika Serikat jelas:
dilarang sedikit pun mengganggu kepentingannya. Mencoba mengganggu tatanan
dalam negeri negara-negara sekutunya di Timur Tengah berarti berani
mengganggu kepentingan Amerika Serikat. Undangan Kuwait terhadap angkatan
bersenjata Amerika Serikat ketika diinvasi oleh Irak adalah contoh nyata.
Demikian pula, pembiaran aktivitas Israel sebagai negara komprador guna
menjaga keseimbangan kekuatan di Timur Tengah telah memperingatkan siapa pun
agar tidak mengganggu hegemoni Amerika Serikat di Timur Tengah.
Ancaman ISIS terhadap hegemoni Amerika Serikat tampak dengan
membangkitkan spirit primordial keagamaan di Timur Tengah. Namun ancaman
Amerika Serikat terhadap siapa pun yang berani mengganggu kepentingannya di
Timur Tengah juga patut diwaspadai. Mungkin penggunaan istilah utopia oleh
beberapa kalangan guna menggambarkan fenomena keberadaan ISIS dapat membantu
sisi pemahaman. Contoh konkret adalah karut-marut internal dalam negeri di
Libya, Mesir, Afganistan, dan Suriah yang berujung pada perang saudara yang
notabene umat satu agama. Demikian mudahnya pertikaian antarnegara,
antarsuku, atau antargolongan terjadi di Timur Tengah. Melihat pertikaian
internal tersebut, mampukah ISIS berdiri sebagai pelopor revolusioner guna mengatasi
itu semua?
Mampukah ideologi berbasis Islam Suni yang ditawarkan ISIS
dominan dan menjadi hegemon baru guna melawan hegemoni Amerika Serikat?
Keragaman pemikiran sekuler maupun keagamaan hidup bernegara dan
bermasyarakat di Timur Tengah semakin menjadikan utopisnya ideologi ISIS.
Kecerdasan dan rasionalitas umat Islam di Timur Tengah yang memahami Piagam
Madinah sebagai doktrin "masyarakat
Islam yes, negara Islam no" akan semakin menohok penyebaran ideologi
ISIS. Karena itu, dengan atau tanpa campur tangan asing, sebenarnya
perkembangan ideologi ISIS di Timur Tengah patut dipertanyakan ke depannya.
Apakah ideologi ISIS dapat mengakomodasi berbagai unsur yang
terdapat di Timur Tengah sehingga hegemoni Amerika Serikat dapat digantikan
oleh ISIS, dapat dikatakan jauh panggang dari api.
Ancaman ISIS terhadap hegemoni Amerika Serikat dapat diibaratkan
kenakalan anak kecil dalam masa pertumbuhan. Sedangkan ancaman Amerika
Serikat terhadap ISIS lebih merupakan suatu penyadaran kepada ISIS yang belum
paham bahwa Amerika Serikat selalu berkepentingan menjadi satu-satunya polisi
dunia sebagai penjaga ketertiban dunia. Timur Tengah adalah suatu kawasan
yang sejak dulu hingga kini tidak pernah lekang dari beragam latar belakang
ancaman. Namun ancaman terhadap hegemoni Amerika Serikat di Timur Tengah
berarti mengusik kedigdayaan sumber daya Amerika Serikat untuk
menertibkannya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar