Rabu, 06 Agustus 2014

Implementasi Agenda Pertanian Presiden Baru

          Implementasi Agenda Pertanian Presiden Baru

Andi Perdana Gumilang  ;   Mahasiswa Program Pascasarjana IPB,
Aktivis/Pegiat Jaringan Petani Sehat Indonesia (JPSI)
SINAR HARAPAN, 04 Agustus 2014
                                                
                                                                                                                                   

Semua pihak, termasuk stakeholder bidang pertanian, menginginkan adanya perbaikan kondisi pembangunan pertanian. Fakta lemahnya ketahanan pangan nasional benar-benar ada di depan mata.

Sejumlah bahan pangan masih impor. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pada periode Januari-Oktober 2013, volume impor pangan tercatat sebanyak 15,4 juta ton senilai US$ 7,73 miliar. Padahal, rerata permintaan pangan meningkat 5 persen per tahun. Pada pertengahan tahun ini, Perum Bulog berniat mengimpor 50.000 ton beras Vietnam.

Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK), yang terpilih menjadi presiden dan wakil presiden dalam Pilpres 2014, telah memberikan gambaran prioritas pembangunan pertanian di masa depan saat kampanye lalu.

Jokowi-JK ingin membangun kedaulatan pangan berbasis agrobisnis kerakyatan. Pengendalian impor pangan dan pemberantasan mafia impor pangan juga menjadi perhatian presiden dan wakil presiden terpilih ini.

Secara tegas Jokowi menjanjikan Indonesia bebas impor pangan 4-5 tahun ke depan. Seribu desa berdaulat dicanangkan hingga 2019. Kemampuan petani, kelembagaan petani, serta hubungan petani dengan pemerintah, juga peran perempuan petani akan ditingkatkan. Saluran irigasi, bendungan, sarana transportasi, serta 5.000 pasar tradisional dan lembaganya akan diperbaiki.

Jokowi-JK juga menjanjikan reformasi agraria. Lahan seluas 9 ha akan didistribusikan ke petani kecil dan buruh tani. Hal ini diharapkan akan meningkatkan rerata kepemilikan lahan kepala keluarga petani menjadi 2 ha dari sekitar 0,3 ha saat ini. Program lain membuka 1 juta ha lahan baru di luar Jawa dan Bali. Bank khusus pertanian, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), dan koperasi juga akan dibangun.

Presiden baru terpilih ini juga memprogramkan percobaan lapang atau demplot di tiap kabupaten. Ini guna meningkatkan produktivitas pertanian rakyat. Industri pengolahan pangan, peternakan, dan perikanan berdaya saing tinggi didorong untuk tumbuh. Dua juta ha lahan disiapkan untuk ubi kayu, ubi jalar, aren, sagu, sorgum, kelapa, kemiri, dan bahan baku bioetanol, sehingga dapat menyerap 12 juta pekerja.

Penggunaan energi terbarukan, terutama biodiesel, terus ditingkatkan dan menjadi kebijakan wajib. Pola pengusahaan badan usaha milik negara (BUMN) rakyat dan BUMN swasta akan ditempuh. Harga pangan pun dijamin menguntungkan petani, peternak, dan nelayan, serta konsumen melalui kebijakan harga dan stok.

Kedaulatan Pangan Nasional

Beberapa program mendasar layak ditekankan dalam pembangunan pertanian di Indonesia ke depan untuk membumikan kedaulatan pangan nasional. Kebijakan pemerintah pusat dan daerah perlu diselaraskan untuk mendukung model pembangunan yang menopang kedaulatan pangan nasional berbasis rakyat.

Konversi lahan harus dihambat melalui penerapan UU Nomor 42/2009 tentang Perlindungan Lahan Pangan Berkelanjutan. Peraturan pemerintah dan peraturan teknis lain mesti segera diwujudkan sehingga UU ini mudah diimplementasikan.

Pemberdayaan petani melalui peningkatan kepemilikan dan penguasaan tanah pertanian mutlak dilakukan. Selama ini, sepertinya pemerintah royal memberikan konsensi puluhan hingga ratusan ribu ha pada pengusaha, tetapi pelit untuk mendistribusikan tanah kepada petani.

Program land reform pemerintahan sebelumnya masih sangat jauh dari harapan. Luas kepemilikan lahan pengusaha perkebunan kontradiktif dengan sulitnya petani mendapat akses lahan.

Revisi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, yang akan membatasi penguasaan luas lahan perkebunan untuk satu perusahaan atau grup perlu didorong. Redistribusi aset, terutama lahan bagi petani, menjadi faktor penting untuk membangun kedaulatan pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani.

Land reform mesti diikuti access reform. Berbagai fasilitas pendukung rakyat berusaha kompetitif perlu diciptakan. Pemberdayaan aspek teknis, dukungan akses modal, dan pasar bagi produk petani layak difasilitasi negara.

Sarana pengairan, berupa bendungan dan saluran irigasi, perlu dibangun dan dijaga fungsinya oleh negara. Transportasi penghubung desa dengan kota harus diperlancar. Pertanian berbasis rakyat layak dikembangkan.

Transportasi harga pasar di tingkat konsumen dan pedagang semestinya diketahui petani. Pola harga musiman, stok komoditas di berbagai daerah, dan tingkat harga secara terintegrasi dapat diinformasikan melalui teknologi informasi komunikasi (TIK) yang semakin berkembang.

Segala bentuk penimbunan yang mendistorsi harga mutlak ditindak tegas. Jika hal ini dilakukan bersama transparansi harga dan kelancaran infrastruktur transportasi, akan tercipta harga kompetitif yang melindungi produsen dan konsumen.

Satu hal yang penting dikendalikan negara adalah arus ekspor impor produk pertanian. Negeri ini terkesan mudah membuka perdagangan bebas dengan berbagai negara, namun sering terlambat menyiapkan petani dan pengusaha produk pertanian agar mampu bersaing di tingkat global.

Karena itu, kesigapan mendongkrak daya saing produk pertanian dengan meningkatkan produktivitas dan mutunya sesuai standar pasar global mutlak dilakukan.

Intervensi Negara

Meski negeri ini tidak lepas dari perdagangan global, bukan berarti negara melepaskan semua perdagangan produk pertanian pada mekanisme pasar tanpa intervensi negara. Peran negara sangat menentukan kebijakan ekspor-impor dengan membuka atau menutup sesuai kepentingan nasional. Peningkatan produksi nasional tak cukup bermakna jika produk impor berharga miring masih terus masuk ke sini.

Program presiden beserta wakil presiden baru yang terpilih perlu tetap berkomitmen dan konsisten menjalankan program yang selama ini menjadi lemah. Jangan sampai program presiden yang ada tersandera kepentingan kelompok pengusaha dan penguasa dari koalisi partai pendukung presiden terpilih.

Jokwi-JK sudah selayaknya mengakomodasi program mendasar dan terbaik untuk membangun pertanian Indonesia di masa depan. Kita berharap agenda pertanian presiden baru terpilih ini tak hanya menjadi wacana semata namun dapat diimplementasikan secara nyata dan mampu membawa perubahan menuju kemajuan pertanian di masa yang akan datang menjadi lebih baik.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar