Hati-hati
Investasi Bodong
Hamli Syaifullah ; Mahasiswa Program Pascasarjana STIE Ahmad Dahlan Jakarta
|
SINAR
HARAPAN, 20 Agustus 2014
|
Investasi
bodong makin marak akhir-akhir ini, mulai dari arisan berbentuk daging sapi,
hingga penggalangan dana masyarakat dengan pemberian tingkat bunga yang cukup
tinggi. Hal ini menggiurkan hati sebagian masyarakat untuk berinvestasi.
Tentu,
bagi masyarakat yang memiliki logika ekonomi sehat, tidak akan berinvestasi
di lembaga yang tidak jelas asal-usulnya dan tidak jelas pula sisi
kelengkapan hukumnya.
Jadi,
dapat dipastikan investasi yang tidak masuk akal dan tidak memiliki
kelengkapan hukum merupakan investasi bodong, alias penipuan berkedok
investasi.
Ada
beberapa ciri khusus dari investasi bodong yang telah ditetapkan Otoritas
Jasa Keuangan (OJK). Ciri ini, antara lain imbal hasil yang ditawarkan cukup
besar, membawa-bawa nama toko, serta tidak terdaftar di OJK.
Jika
ada orang yang mengatasnamakan suatu lembaga investasi, tetapi masuk ke dalam
tiga kriteria di atas, dapatlah disimpulkan investasi tersebut merupakan
investasi bodong.
Investasi
ala Ponzi Ekonomi
Banyak
orang yang terjerat investasi bodong ataupun investasi berpola ponzi.
Contohnya, beberapa hari yang lalu kita dikejutkan atas kasus yang menimpa
Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada (KCKGP), dengan menawarkan imbal hasil
1,5 persen per bulan dan setahun sebesar 18 persen.
Dana
yang terkumpul mencapai Rp 3,2 triliun dari 8.000 investor lebih. Besarnya
imbal hasil yang dijanjikan pihak koperasi membuat koperasi tak mampu
memberikan imbal hasil mulai bulan Maret.
Besarnya
imbal hasil yang ditawarkan perusahaan membuat masyarakat berbondong-bondong
menitipkan uangnya di KCKGP. Padahal, total aset yang dimiliki perusahaan
kurang dari Rp 2 triliun, sedangkan kewajiban yang harus ditunaikan sebesar
Rp 3,2 triliun.
Setelah
KCKGP gagal bayar, barulah investor beramai-ramai menuntut perusahaan. Dengan
demikian, dapatlah disimpulkan ramainya investor menanamkan dananya di KCKGP
karena hendak memperoleh kesejahteraan dengan cara yang instan. Tanpa harus
memikirkan apakah perusahaan mampu mengembalikan dananya.
Contoh
lain yang sedang ramai akhir-akhir ini, yaitu konsep investasi yang dibalut
dengan sistem saling membantu antarpeserta (social financial networking), yaitu MMM (Masyarakat Membantu
Masyarakat).
Dalam
konsep ini, setiap peserta menciptakan peluang untuk saling membantu. Hari
ini si A membantu dan besok si A akan dibantu si B, si A dan si B akan
dibantu si C, dan seterusnya.
Menurut
konsep ini, setiap bantuan yang diberikan anggota komunitas pada hari ini
akan diganti anggota lain dengan diberikan reward 30 persen dari uang yang
sudah dibantukan. Ini sebagai penghargaan keikhlasan sang pembantu.
Memang
konsep seperti ini sangatlah menarik, apalagi bagi seseorang yang malas
bekerja keras. Mereka tinggal menanamkan uangnya sebagai bantuan, setelah itu
menerima bantuan dari pihak lainnya.
Dua
contoh investasi di atas merupakan konsep ponzi ekonomi. Sebuah konsep bisnis
yang tidak memperhatikan kehati-hatian. Ponzi ekonomi diambil dari istilah
yang pernah dipopulerkan Hyman Minsky (1919-1996), seorang ekonom progresif
AS. Minsky menggunakan terminologi ponzi untuk menjelaskan tipikal perilaku
agen ekonomi. Cara pengelolaan keuangannya tidak prudent.
Akibatnya,
untuk membayar cicilan utangnya pun tak mampu. Itu karena bisnis tersebut
dijalankan dengan cara patgulipat dan sama sekali tidak riil (A. Prasetyantoko, 2010, Ponzi Ekonomi: 7).
Bagi
peserta yang menginvestasikan di bulan ataupun tahun pertama, dapat
dipastikan uang yang diinvestasikan akan kembali beserta keuntungan yang
berlipat ganda.
Sementara
itu, bagi investor selanjutnya dapat dipastikan akan mengalami kerugian. Itu
karena bisnis yang dijalankan sudah tak mampu membayarkan kewajiban kepada
pihak investor lantaran imbal hasil yang diberikan tak seimbang dengan
keuntungan yang didapatkan perusahaan tersebut.
Peristiwa
seperti ini pun dapat dikategorikan sebagai fraud. Association of Certified Fraud Examiner (ACFE)
mendefinisikan fraud merupakan
setiap tindakan tidak sah, yang ditandai tindakan tidak jujur untuk
penggelapan atau pelanggaran akan kepercayaan.
Tindakan
ini tidak tergantung apakah dilakukan dengan menggunakan kekuatan fisik
ataupun ancaman kekerasan. Fraud
dilakukan perorangan dan organisasi untuk memperoleh uang, properti, ataupun
jasa dengan cara menghindari pembayaran atau kenyamanan pribadi dan atau
keuntungan bisnis (Subagio Tjahjono
dkk, 2013, Business Crims and Ethics: 21).
Dari
penjelasan di atas, dapatlah disimpulkan investasi bodong merupakan kegiatan
ekonomi yang menggunakan skema ponzi ekonomi, dengan tindakan fraud demi
mendapatkan keuntungan di atas penderitaan orang lain.
Logika
Ekonomi yang Sehat
Salah
satu cara untuk menakar kegiatan ponzi ekonomi yang berkedok investasi ialah
memiliki logika ekonomi yang sehat. Hal tersebut akan berdampak beberapa hal.
Pertama, seseorang akan mampu memilah dan membandingkan apakah investasi yang
ditawarkan benar-benar investasi atau hanya berupa investasi bodong dengan
pola ponzi ekonomi.
Perbandingan
tersebut dapat dilakukan dengan melihat imbal hasil yang diberikan lembaga
lain yang lebih kredibel, seperti perbankan, asuransi, pegadaian, ataupun
lembaga resmi lainnya yang terdaftar di OJK.
Umpamanya,
ketika ada seseorang yang menawarkan investasi dengan imbal hasil hingga 30
persen seperti yang dilakukan MMM, bandingkan imbal hasil tersebut dengan
deposito perbankan yang hanya berkisar 9-12 persen per tahun.
Artinya,
sekaliber perbankan yang likuiditasnya sangat tinggi, tidak berani memberikan
imbal hasil hingga 30 persen dalam jangka waktu beberapa hari. Jadi, dapatlah
disimpulkan investasi tersebut merupakan investasi bodong yang irasional.
Kedua,
menanyakan kepada OJK mengenai perizinan investasi yang ditawarkan, baik
dalam bentuk perizinan tertulis maupun menayangkan pertanyaan ke layanan
konsumen OJK (layanan 500-655) atau kepada Satuan Tugas Waspada Investasi.
Mereka
memiliki kewenangan untuk menangani dan menganalisis laporan dugaan tindakan
melawan hukum di bidang pengelolaan investasi.
Penulis
berkeyakinan, jika dua langkah tersebut dilakukan sebelum berinvestasi, tidak
akan ada lagi korban investasi bodong di negeri ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar