Gagasan
Poros Maritim
Rizal Sukma ;
Direktur Eksekutif CSIS
|
KOMPAS,
20 Agustus 2014
Gagasan poros maritim yang
dilontarkan oleh presiden terpilih Joko Widodo mendapat perhatian luas dan
respons beragam dari berbagai kalangan, baik di dalam negeri maupun di luar
negeri.
Di satu pihak, gagasan
itu dilihat sebagai angin segar di tengah kegersangan ide mengenai arah masa
depan yang ingin dituju oleh Indonesia. Di sisi lain, ada juga yang bersifat
skeptis, terutama karena pengalaman masa lalu di mana gagasan kemaritiman
Indonesia kerap berlalu sebagai wacana belaka.
Namun, berbeda dengan
berbagai wacana serupa sebelumnya, gagasan poros maritim yang dilontarkan
Jokowi memberi harapan dan optimisme lebih kuat. Perbedaan itu dapat dilihat
dari keutuhannya sebagai sebuah pemikiran yang mencakup tiga elemen
dasar—sebagai sebuah cita-cita, sebagai doktrin, sebagai bagian dari agenda
pembangunan nasional—dan cara/strategi untuk mewujudkannya.
Tiga
elemen poros maritim
Poros maritim dapat
dipahami dalam tiga makna atau unsur. Pertama, poros maritim dapat dilihat
sebagai sebuah visi atau cita-cita mengenai Indonesia yang ingin dibangun.
Dalam konteks ini, gagasan poros maritim merupakan sebuah seruan besar untuk
kembali ke jati diri Indonesia atau identitas nasional sebagai sebuah negara
kepulauan, yang diharapkan akan mewujud dalam bentuk Indonesia sebagai
kekuatan maritim yang bersatu (unity),
sejahtera (prosperity), dan
berwibawa (dignity).
Kedua, poros maritim
juga dapat dipahami sebagai sebuah doktrin, yang memberi arahan mengenai
tujuan bersama (a sense of common
purpose). Sebagai doktrin, Jokowi mengajak bangsa Indonesia melihat
dirinya sebagai ”Poros Maritim Dunia,
Kekuatan di Antara Dua Samudra”. Doktrin ini menekankan realitas
geografis, geostrategis, dan geoekonomi Indonesia yang masa depannya
tergantung, dan pada saat yang bersamaan ikut memengaruhi, dinamika di
Samudra Hindia dan Samudra Pasifik.
Ketiga, gagasan poros
maritim Jokowi tidak berhenti pada level abstraksi dan konseptualisasi.
Gagasan itu menjadi operasional ketika platform Jokowi juga memuat sejumlah
agenda konkret yang ingin diwujudkan dalam pemerintahannya ke depan.
Misalnya, rencana pembangunan ”tol
laut” untuk menjamin konektivitas antarpulau, pengembangan industri
perkapalan dan perikanan, pembangunan pelabuhan, perbaikan transportasi laut,
serta fokus pada keamanan maritim, mencerminkan keseriusan dalam mewujudkan
Indonesia sebagai poros maritim dunia. Dengan kata lain, gagasan poros
maritim juga bagian penting dari agenda pembangunan nasional.
Strategi
maritim nasional
Pertanyaannya,
bagaimana strategi untuk mewujudkan gagasan poros maritim itu? Penting
disadari, upaya mewujudkan visi Indonesia sebagai ”Poros Maritim Dunia” perlu proses dan waktu tidak singkat.
Namun, kita tak boleh terpaku pada perbincangan mengenai cita-cita, tetapi
sudah harus segera mulai bekerja membangun fondasi yang kuat bagi perwujudan
cita-cita itu.
Kerja untuk mewujudkan
gagasan poros maritim dunia itu perlu difokuskan setidaknya pada tiga
strategi dasar. Pertama, kesiapan sumber daya manusia. Hal ini perlu dimulai
dengan melakukan pengarusutamaan wawasan bahari ke dalam proses pendidikan.
Indonesia juga perlu menyiapkan keahlian di berbagai bidang kelautan, mulai
dari yang bersifat teknis, teknologi, sampai ahli-ahli strategi dan hukum
laut internasional. Pada level yang lebih strategis, bangsa Indonesia juga
perlu memperkuat kesadaran lingkungan maritim (maritime domain awareness/MDA).
Kedua, wawasan bahari
dan MDA perlu ditopang oleh, dan dituangkan dalam, determinasi untuk
melakukan penguatan infrastruktur maritim. Fokus pada pembangunan
infrastruktur ini sudah tertuang dalam rencana kerja agenda pembangunan
Jokowi-Jusuf Kalla. Ketiga, pembangunan maritim perlu biaya yang besar,
ketersediaan teknologi yang cukup, dan waktu yang panjang. Sulit rasanya
membayangkan semua itu dapat dilakukan oleh Indonesia secara mandiri.
Karena itu, Indonesia
perlu menyusun kerangka kerja sama kemitraan maritim multilateral untuk
mewujudkan cita-cita dan pelaksanaan agenda pembangunan poros maritim ini.
Misalnya, Indonesia dapat membentuk Indonesia
Maritime Partnership Initiative (Prakarsa
Kemitraan Maritim Indonesia) bersama Jepang, Tiongkok, India, Korea
Selatan, dan Singapura.
Tantangan dalam
menjalankan ketiga strategi itu tentunya tak mudah untuk diatasi. Namun,
Indonesia tidak memiliki pilihan lain, kecuali segera mengambil dan memulai
upaya untuk mengembalikan jati dirinya sebagai negara kepulauan, yang berada
di antara dua samudra strategis. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar