Jumat, 15 Agustus 2014

Dino Umahuk, Budayawan Melintang ke Politisi

        Dino Umahuk, Budayawan Melintang ke Politisi

Muliansyah Abdurrahman Ways  ;   Peneliti Sosial-Politik
OKEZONENEWS, 14 Agustus 2014
                                                


Teringat ketika salah satu intelektual dan peneliti di Indonesia yang masuk dalam dunia politik praktis, dunia anta baranta yang selalu tertekan dalam kehidupannya, mereka adalah orang-orang baik yang terus berpikir tidak sekadar pragmatisme belaka, tetapi mereka terlahir dalam bingkai substansi kemanusiaan.

Nama Indra Jaya Piliang yang kita kenal bersama sebagai manusia biasa yang lahir dan besar pada lingkungan intelektualitas murni, namun atas keprihatinan terhadap kondisi bangsa Indonesia pada saat itu, beliau langsung memohon izin kepada seluruh intelektual di Indonesia untuk masuk dalam lingkaran politik (Partai Golkar menjadi pilihan “kendaraan” perjuangannya).
 
Tergiur ataupun gelisah melihat realitas kehidupan panggung sandiwara yang tidak ada batas kehidupan tertimpa, terselimut dan terbingkai dengan kebinasaan manusia, melihat dan selalu merunduk keprihatinan setiap orang dalam setiap episode yang terus bergerak. Bergerak entah mundur dan bergerak entah maju, terpikirkah kita, di saat kita terlahir dari sedetik berubah menjadi siapakah kita?, dan darimakah kita? dan untuk apakah kita?. Pertanyaan-pertanyaan juga melintangi kita pada setiap bait kehidupan. Namun siapakah yang akan melahirkan catatan historis dalam bingkai kehidupan kita yang sudah tertorehkan, bukankah kita adalah manusia, bukankah kita adalah mahluk ciptaan semestaan atau bukankah kita adalah manusia seperti yang kita lihat.

Secara harafiah memang kita mampu mendefenisikan siapakah kita, namun dalam qalam ilahi kita juga sering bertanya siapakah kita, sederet dengan pertanyaan di atas mungkinkah kita bisa bertanya siapakah Dia, kita kenal dia bukan dia yang bermasaalah, kita kenal dia juga bukan karena dia membesarkan kita dan kita kenal dia juga bukan adalah anak seorang raja. Tetapi dia adalah sosok manusia yang selama ini memikirkan dan menorehkan tinta hidup dalam setiap alinea di lembar perjumpaan-perjumpaan hidup pada dialekika kita. Terjumpalah kita dengan dia di lembar kertas putih yang selama ini menjadi perjumpaan para intelektualitas yang tanpa mengetahui siapakah dia dan darimanakah dia, namun yang kita ketahui adalah gagasan brilian dalam bentuk ontology puisi yang terus bermakna hidup untuk kita.  

Dari Perjumpaan ke Politisi       

Makna ontology hidup itulah kita kenal nama Dino Umahuk, sosok manusia yang disebut sebagai Budayawan Maluku Utara, kita punya beberapa intelektual yang budayawan berpengaruh, karya sastranya hingga dibaca oleh pelosok dunia, termasuk karya Nukila Amal yang melahirkan narasi “Cala Ibi”, tentu Dino Umahuk juga kita tahu yang belum bisa tertandingi oleh siapa dalam tampilan puisinya. Keheningan puisinya selalu kita tersandra dalam hidupnya, berperan sebagai sosok manusia pemikir yang menelaah segudang persoalan yang tertimpah di saat Ia melihatnya dalam setiap persoalan.

Makna perjumpaan juga kita melihat antara Imam Ja’far Sadiq dan Nur Sifa serta keempat putranya menjadi risalah utama terlahirlah empat kerajaan Islam di Nusantara, Yakni Ternate, Tidore, Moti/Jailolo dan Makian/Bacan. Tentu kita sedikit meminjam istilah perjumpaan yang pernah disampaikan, (Prof.Dr. Gufran Ali Ibrahim, 2014) bahwa “Setiap Manusia selalu berjumpa, namun berjumpa selalu berbeda, itulah manusia”. Teori perjumpaan tersebut dapat kita jadikan sandaran atas perjumpaan kita dengan sosok Dino Umahuk, setiap sudut banyak yang berjumpa dengan sosok tersebut.

Sudut akademisi tentu berfikir melihat Dino Umahuk sebagai sosok akademisi yang mengabdikanya, sudut aktivis muda juga akan berjumpa dengan Dino Umahuk sebagai inspirasi generasi muda belakangan ini dan para intelektual budayawan juga akan berjumpa dengan Dino sebagai pemikir besar di Maluku Utara.

Akankah perjumpaan tersebut berubah sedetik yang kita kenal Dino Umahuk, atau kita akan selalu berjumpa dengan kuasa dan kepentingan disaat perpolitikan selalu tergiur. Makna perjumpaan kita akan berubah menjadi perjumpaan tergiur dan tersandra dengan kekuasaan ansi dalam setiap perdebatanya, bila “benar” akan kehilangan postur intelektual yang lahir dari budayawan ataukah keprihatinan itulah menjadi langkah jitu untuk bergabung dengan lingkaran politik yang terstruktur dan tergiur dengan kepentingan. Apakah perjumpaan kita juga akan beralih profesi atau perjumpaan kita akan tetap menjadi bingkai keutuhan dalam keprihatinan kita.

Sedikit di telisik bahwa politik praktis adalah dunia kepentingan yang tak ada yang benar dan tak ada yang salah, tetapi dunia tersebut terus menjadi persaingan yang tanpa ada titik akhirnya, yang menang selalu tertekan dan yang kalah selalu mengkritisi sampai menunggu momentum politik yang berikutnya. Tidak ada kata lain, selain kata “ihtiar politik”, karena perjumpaan selalu didasari atas kepentingan dan tergiur oleh kuasa-kuasa politik yang terdrama.      
   
Dino Umahuk adalah sosok Budayawan, kini melintangi di dunia kehidupan politik, tentu tidak semudah itu yang Ia pikirkan sebelum bergabung ke salah satu partai politik. Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) adalah menjadi partai perjuangan Dino Umahuk dalam merangkai ke jenjang politik praksis, dalam rilisan koran Malut Post (Senin, 11 Agustus 2014)  telah memberitakan bahwa nama Dino Umahuk di berikan Jabatan sebagai salah satu wakil ketua di DPD Partai Hanura Maluku Utara. Salah satu jabatan penting yang diamanahkan kepada Dino Umahuk dalam partai tersebut adalah bagian dari manivestasi Dino dalam politik praktis di Maluku Utara.

Antara tergiur dan keprihatinan 
   
Politik memang satu-satunya alat yang tersistem dalam Negara kesatuan Republik Indonesia, apapun bentuknya wilayah politik kini masih menjadi pilar dalam merebut kekuasaan dimanapun kita berada. Menjadi politisi adalah ungkapan puitis yang di tengarai dengan segala bentuk kesiapan serta risiko yang harus disiapkan, mentalitas sebagai seorang politisi perlu dibarengi dengan nilai-nilai keilmuan dan tentu memiliki jiwa-jiwa yang berintegritas. Melintang menjadi Politisi, Dino dibaca oleh penulis sebagai sosok Budayawan yang kini memilih politik sebagai jalan pengabdiannya, bukankah pengabdian bisa di defenisikan sebagai bentuk kiprahnya di lefel mana saja atau tempat apa saja.
   
Kiranya Dino Umahuk sudah berpikir lebih ihtiar dalam perjuangannya, namun menjadi politisi merupakan substansi kepentingan maupun kekuasaan yang harus dikuasai, bila kepentingan kita tercapai, maka itulah bagian dari kemenangan politik yang dinantikan, tinggal bagimana kemenangan politik tersebut dirawat bahkan di pupuk untuk selalu menjaga stablitas hidup di lingkungan kemerdekaan sejati.

Dino kini sudah didefenisikan ulang sebagai anak bangsa yang lebih berperan sebagai sosok politisi dan pemikir di negeri ini. Tergiur dan keprihatinan adalah dua kata yang terbenturkan atau kontradiktif dalam pemaknaannya, makna tergiur adalah menjelaskan Dino Umahuk sebagai seorang Budayawan yang terpengaruh dengan kuasa kepentingan sesat atau Dino Umahuk juga di defenisikan sebagai seorang pemikir/budayawan yang tidak sekadar menoreh tinta di kertas putih, apalah artinya sebuah nama bila Dino hanya berkutat pada hedonism keintektualan, tetapi Dino mencoba menjawab problem dengan bagaimana Ia membangun negeri tercinta lewat panggung politik yang dipilihnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar