Minggu, 24 Agustus 2014

Catatan 16 Tahun: PAN Menuju Partai Masa Depan

  Catatan 16 Tahun: PAN Menuju Partai Masa Depan

A Hakam Naja  ;  Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi PAN
REPUBLIKA, 23 Agustus 2014
                                                
                                                                                                                                   

Enam belas tahun lalu, tepatnya 23 Agustus 1998, Partai Amanat Nasional (PAN) di deklarasikan. M Amien Rais sang pendiri, menegaskan PAN sebagai partai yang terbuka bagi warganegara Indonesia. Dengan visi menjadi partai yang terdepan dalam mewujudkan masyarakat madani yang adil dan makmur.

Sifat dan visi PAN tersebut menjadi persyaratan utama untuk mewujudkan partai mendepan yang modern. Partai politik sebagai salah satu komponen demokrasi mutlak harus ada dalam setiap negara yang menganut paham demokrasi, oleh karena itu tidak akan ada negara demokrasi tanpa kehadiran partai politik. Semua negara modern pasti memiliki partai politik.

Secara ideal fungsi partai politik adalah untuk memobilisasi dan mengaktifkan rakyat, mewakili kepentingan rakyat, memberikan jalan kompromi bagi pendapat yang saling bersaing serta menyediakan sarana suksesi kepentingan politik secara sah dan damai. Persyaratan-persyaratan inilah tampaknya yang selalu menjadi orientasi PAN untuk menjadi partai mendepan yang modern.

PAN menuju partai terdepan Pengalaman yang telah dimiliki oleh negara-negara yang memiliki tradisi kehidupan partai politik yang cukup lama, mengharuskan PAN untuk becermin. Sebagai partai yang lahir di masa reformasi, PAN sebenarnya dapat menonjolkan sifatnya yang terbuka dengan kaderisasi yang berkualitas.

Namun demikian, untuk mewujudkan hal itu perlu melihat persoalan yang dialami oleh partai-partai di Tanah Air pascareformasi. Kondisi partai politik di Indonesia pascareformasi 1998 sung guh memprihatinkan. Kondisi manajemen parpol yang ada mirip dengan partai tradisional di negara berkembang yang masih tertatih-tatih berdemokrasi. Mereka mengandalkan sosok figur yang menjadi pesona untuk mengendalikan parpol, bukan manajemen modern yang demokratis dan bergantung pada kompetensi.

Peran figur yang kuat malah membuat partai politik di Indonesia berwajah tidak demokratis. Pada awal pemben- tukan or ga n isasi me mang dibutuhkan kepemim pinan yang kharismatik. Hal itu meng untung kan untuk menjaga kohesivitas in ter nal partai. Meski demikian, ke pemimpinan kharismatik itu perlu segera ditransformasikan dalam sistem agar organisasi itu tidak hancur.

Pada masa datang yang dibutuhkan bukanlah partai yang hadir dengan kekuatan massa yang mudah berpindah dan terpengaruhi. Bukan pula yang dipilih karena kharismatik seseorang yang atau karena ada seseorang. Tetapi, partai yang dipilih berdasarkan sistem kade risasi dan gagasan yang kuat.

Dengan realitas seperti ini, yang perlu dilakukan; pertama, membangun sistem organisasi yang mapan sehingga membentuk budaya organisasi kuat dan menjadi tradisi yang akan diwariskan dalam jangka panjang.

Kedua, partai modern dibangun melalui kemampuan anggotanya untuk mela kukan proses refleksivitas (reflexivity). Partai memfasilitasi anggota-anggota organisasinya mampu melihat ke masa depan dan membuat perubahan-perubahan di dalam struktur atau sistem jika diprediksi hal-hal tertentu tidak akan berjalan. Dengan demikian, partai modern adalah partai yang progresif dalam beradaptasi dengan situasi dinamis.

Kecermatan dalam merumuskan dan mengaplikasikan platform partai menjadi keniscayaan, bukan semata fokus pa da rencana pragmatis figur politik.

Ketiga, partai modern dibangun melalui tahapan kaderisasi. Ketiga tahapan tersebut berjalan secara integratif yakni merekrut orang bergabung, lantas membina kader menjadi loyalis serta men distribusikan kader ke dalam posisi-posisi ter tentu. Perkembangan dinamis-pragmatis kerap mencederai tahapan kaderisasi ini. Partai kerap menjadi pintu masuk munculnya politisi non kader yang mengatasnamakan partai da lam pe rebutan jabatan publik. Sehingga, kerap merusak suasana ba tini yah kader se kaligus menumbuhkan parasit yang akan menggerogoti tubuh partai.

Keempat, partai modern harus mau dan mampu menjalankan fungsi-fungsi partai. Di antara fungsi-fungsi penting itu adalah menjadi saluran agregasi politik, pengendalian konflik dan kontrol.

Bagaimanapun partai memiliki posisi penting dalam menstimulasi dan menunjukkan arah kepentingan politik yang semestinya menjadi perhatian publik.

Selain itu, juga dapat menjadi saluran yang tepat saat konflik muncul dan eskalatif sekaligus menjadi pengontrol yang efektif dalam sebuah sistem politik.

Dengan persyaratan untuk menuju partai mendepan yang modern, ada hal yang patut diapresiasi dari pernyataan pendiri PAN M Amien Rais saat sebelum Kongres PAN di Semarang tahun 2005 yang menegaskan bahwa dia setelah melepas jabatan sebagai ketua umum PAN tidak akan mengambil posisi sebagai penentu partai tetapi akan sekadar memberi masukan pada partai. Tentunya hal ini merupakan langkah besar untuk menjadi partai mendepan yang modern.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar