Senin, 25 Agustus 2014

Berlatih dan Berlatih

                                                Berlatih dan Berlatih

Sawitri Supardi Sadarjoen Penulis Rubrik Konsultasi Psikologi Harian Kompas, Dekan Fakultas Psikologi Universitas YARSI
KOMPAS, 24 Agustus 2014
                                                


BERLATIH adalah cara penting untuk memperoleh hal yang kita inginkan. Termasuk melatih kemampuan dalam menyampaikan pendapat sesulit apa pun dan dalam situasi relasi sosial yang sulit sekalipun.

Timbul pertanyaan, bagaimanakah cara belajar bertanya, menjelaskan perbedaan pendapat kita, tetapi tetap mampu bersikap tenang dan jelas, meskipun saat itu kita tidak mendapat respons dari lingkungan sosial kita?

Kita bisa memulai berlatih dengan masalah yang sederhana. Kemudian kita dapat berlatih bertanya atas suatu pertanyaan yang jelas tentang berbagai masalah yang selama ini sebenarnya kita coba abaikan. Untuk kemudian akhirnya kita dapat mendefinisikan di mana kita berada dan seberapa jauh perbedaan kita dengan lingkungan sosial kita saat serta kiat apa yang seyogianya kita lakukan untuk mengatasinya.

Jika permasalahan khusus yang kita ingin diskusikan benar-benar sulit, seyogianya kita membagi permasalahan menjadi dua langkah berikut:

Coba berpikir dalam kaitan dengan keberadaan, paling tidak dua percakapan, atau serangkaian percakapan yang dapat dibagi dalam kategori. Kategori pertama, dalam percakapan, kita hanya berperan sebagai pendengar, dalam hal ini kita bertanya dan mencoba untuk sekadar belajar memahami pernyataan orang yang kita ajak berdiskusi.

Contohnya, kita ajukan pertanyaan pada ibu kita sendiri: ”Ibu, apakah yang akan menjadi pemikiran terberat bagi Ibu andai saya berpacaran dengan paman, adik ibu yang bungsu?” atau ”Ibu, bagaimana reaksi ibu jika ternyata kakak yang saat ini kuliah di fakultas kedokteran memutuskan untuk berhenti dan pindah ke jurusan musik?”

Pada kesempatan tersebut kita memberikan peluang kepada orang lain (ibu) untuk mengetahui bahwa kita benar-benar berminat untuk lebih mempelajari perspektif ibu tentang masalah yang kita tanyakan tersebut. Mendengar pendapat ibu merupakan bagian terpenting dari pelatihan percakapan yang kita upayakan.

Kalau kemudian kita memperluas konteks pembicaraan menjadi, misalnya, ”Ibu, menurut pendapat saya, nenek adalah sosok yang sangat tidak toleran terhadap orang yang terkesan memiliki perbedaan pendapat, ya Bu”. Pada saat kita sampai pada konteks tersebut, sebenarnya kita mulai lebih bisa memahami dari mana orang lain dengan perbedaan perspektif tersebut berasal.

Kita juga akan merasa lebih tenang saat memahami orang lain yang memiliki reaksi-reaksi terhadap lingkungan yang terkesan kurang peka dan penuh dengan kecemasan serta kegalauan. Kita menerima situasi yang membuat kita akhirnya dapat menerima bahwa respons seseorang bisa berbeda dengan respons kita sendiri, karena lebih disebabkan oleh pemikiran mereka sendiri, dan tidak terkait dengan diri kita. Dengan demikian, kita semakin memahami bahwa sikap negatif, katakanlah dari ibu kita sendiri, misalnya terhadap sesuatu hal, hanyalah sekadar informasi tentang cara ibu mengelola kecemasan.

Dalam percakapan selanjutnya (kategori kedua), kita bisa berbagi tentang berbagai perbedaan perspektif yang kita miliki walaupun sementara ini masih dengan ibu kita sendiri.

”Ibu, dari pembicaraan kita minggu lalu saya memahami bahwa antara Ibu dan saya terdapat perbedaan pendapat mengenai berbagai masalah. Namun, walaupun ada perbedaan pandangan dalam berbagai masalah di antara kita, saya merasa bahwa Ibu tetap sayang kepada saya, ya Bu.”

Dari ungkapan perasaan kita terhadap ibu, kita akan mendapat latihan praktis yang tidak berisiko karena kita tahu betul bahwa kasih sayang ibu kepada kita tidak akan berkurang, walaupun ibu tahu bahwa ada perbedaan perspektif dengan kita.

Pengalaman yang kita peroleh melalui latihan mengutarakan perbedaan perspektif dengan ibu meningkatkan kematangan kita untuk mampu menerima dengan tenang pendapat yang berbeda dengan pendapat kita tentang sesuatu hal. Untuk kemudian kita perluas lingkup sosial, di mana kita bisa melatih diri mengutarakan pendapat kita tentang permasalahan apa pun, walaupun mungkin saja kita memiliki perbedaan perspektif dengan lingkup sosial yang lebih luas, misalnya mulai dengan sahabat kita, kemudian teman lain dan selanjutnya dengan lingkup pergaulan yang lebih luas lagi.

Dengan demikian, akhirnya kita yakin bahwa apa pun akan mampu kita capai apabila kita mau berlatih, dan berlatih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar