Selasa, 05 Maret 2013

Saatnya Perempuan Melawan Korupsi


Saatnya Perempuan Melawan Korupsi
Ahmad Ubaidillah ;  Mahasiswa pada Program Magister Studi Islam UII Yogyakarta
SUARA KARYA, 05 Maret 2013


Membicarakan korupsi di negeri ini sama artinya kita mengikuti lomba lari tanpa mengenal garis finish. Membahas koruptor tidak berbeda dengan memperbincangkan zombie yang tidak mempan lagi dibacakan do'a. Koruptor datang silih berganti. Ia terus mencari, melirik, dan menerkam mangsa yang memang sudah direncanakan.

Pejabat dari tingkat pusat hingga daerah bertiwikrama dan mengganyang habis ladang-ladang baru korupsinya yang sengaja diciptakan. Mereka menggarong uang negara tanpa mengenal kata puas. Lumbung keuangan negara yang sebagian besar disumbang dari uang rakyat melalui pajak itu, ramai-ramai dijadikan bancakan para koruptor.

Itu terbukti dari masih seringnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan perilaku korup dikalangan pejabat negara (Menteri, DPR, DPRD, Gubernur, Bupati, walikota, dan seterusnya). Kasus demi kasus yang bernuansa koruptif bersarang di segala lini pemerintahan. Yang tak bisa dibayangkan, koruptor semakin memiliki banyak trik, taktik dan strategi untuk merampok uang negara itu. Yang lebih tak bisa dinalar lagi, para penegak hukum pun semakin tak berdaya menghadapinya. 

Berkenaan dengan semakin maraknya praktik korupsi yang juga banyak dilakukan kaum hawa, misalnya nama-nama seperti Angelina Sondakh, Nunun Nurbaeti, Miranda Goeltom dan sejumlah nama perempuan lainnya, perlu digarisbawahi betapa menentukannya peranan seorang perempuan dalam melawan korupsi di Indonesia.

Disadari atau tidak, perilaku perempuan memiliki pengaruh yang tidak bisa dianggap remeh terhadap kehidupan dirinya sendiri, keluarga, bahkan negara. Pengaruh perempuan tidak hanya bisa mengantarkan sesuatu yang tidak baik menjadi baik, tetapi juga mampu membuat hal-hal yang baik menjadi tidak baik, seperti korupsi.

Kita semua pasti tahu praktik korupsi di Indonesia semakin bergerak liar. Seluruh anak bangsa juga tidak ragu bahwa korupsi tidak hanya menghancurkan martabat sebagai bangsa, tetapi juga merendahkan reputasi negara di mata dunia internasional. Korupsi bukan semata merugikan keuangan negara, tetapi juga merusak nilai-nilai kemanusiaan (keadilan, kesejahteraan, kemakmuran dan seterusnya).

Meskipun berbagai taktik dan strategi sudah dibuat, namun pada praktiknya korupsi belum bisa dihentikan secara maksimal. Nampaknya, kita perlu mencari jalan lain selain lembaga-lembaga penegak hukum permanen (kepolisian, kejaksaan, kehakiman) atau non permanen (KPK). Salah satunya memainkan peranan perempuan. Terobosan baru harus dicari. Sebuah terobosan yang mampu memberikan jalan keluar terhadap penanganan korupsi. Di sinilah peranan perempuan di semua cabang kehidupan (individu, keluarga, negara), harus dijalankan.

Dalam konteks individu, seorang perempuan perlu mengendalikan segala bentuk keinginan yang dapat mengalahkan kebutuhan. Ia harus mengutamakan logika kebutuhan, bukan logika keinginan. Sifat materialistis yang biasanya identik dengan sifat bawaan perempuan jangan sampai menggelapkan hati nurani. Sifat suka pada kebendaan, terutama hal-hal yang indah, tidak harus membuat seorang perempuan melakukan sesuatu yang melabrak tatanan nilai dan prinsip moral.

Di sinilah perempuan dituntut untuk selalu menerima apa adanya apa-apa yang diberikan Tuhan kepadanya. Ini bukan berarti bermalasan tanpa ada usaha, namun usaha mencapai hal-hal yang dibutuhkan tersebut dicapai dengan cara benar.

Di dalam kehidupan keluarga, seorang ibu sebagai seorang perempuan seyogyanya mendidik anak-anaknya untuk berlaku jujur. Menanamkan integritas kepada anak-anaknya. Setiap waktu seorang ibu perlu menanamkan budi pekerti yang baik. Membumikan moralitas kepada anak-anaknya dengan cara menjelaskan kepada mereka hal-hal yang boleh dilakukan dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan. Batasan, garis pemisah dan demarkasi antara yang baik atau buruk, pantas dan tidak pantas, harus ditegaskan kepada anak-anaknya.

Perempuan, sebagai seorang isteri pejabat negara misalnya, tidak harus menuntut suaminya sesuatu yang tidak mampu dipenuhi. Ia sebaiknya meminta sesuatu kepada suaminya tidak melebihi pendapatan atau gajinya. Adalah tidak tepat jikalau seorang isteri meminta hal-hal di luar batas kemampuan sang suami. Apalagi, mendorong suaminya untuk berbuat melanggar hukum demi tercapainya keinginan tersebut, misalnya berbuat korupsi. Tentu ini bukan sesuatu yang diharapkan.

Di sebuah negara, peranan perempuan juga tidak kalah pentingnya. Seorang perempuan ketika menjadi pejabat negara (presiden, menteri, anggota DPR, Gubernur, bupati, walikota dan seterusnya) harus mampu menjaga perilakunya dari perbuatan korup. Tugas dan wewenang harus digunakan sebaik-baiknya demi kepentingan bangsa dan negara.

Namun, kita masih menyaksikan para pejabat negara perempuan yang masih menyelewangkan kekuasaan yang dimilikinya. Mereka berbuat korup demi mendapatkan uang berlimpah dan kekuasaan. Muncuatnya nama-nama perempuan korup yang disorot media massa belakangan ini adalah bukti bahwa sebagian pejabat perempuan di negeri ini masih terperosok ke "lubang hitam" bernama korupsi.

Padahal, kita semua sepakat maju dan mundurnya suatu negara salah satunya ditentukan oleh seorang perempuan. Pepatah Arab mengatakan bahwa apabila perempuan itu baik, maka baiklah atau makmurlah negara. Sebaliknya, jika perempuan itu rusak, berbuat tercela (korupsi), maka hancurlah negara. Ini yang harus direnungkan oleh kita semua sebagai anak bangsa.

Oleh karena itu, sudah saatnya kaum perempuan terbebas dari perilaku dan mentalitas korup. Menunjukkan bahwa perempuan adalah sosok yang bebas bangsa dari korupsi sebagai suatu kemuliaan yang luar biasa bagi dirinya sendiri, keluarga, maupun negara. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar