Rabu, 20 Maret 2013

Kepemimpinan Nasional dan Partai Tiang Bendera


Kepemimpinan Nasional dan Partai Tiang Bendera
Handi Sapta Mukti  ;  Praktisi Manajemen dan Teknologi Informasi, 
Pemerhati Masalah Sosial & Lingkungan
 
KORAN SINDO, 20 Maret 2013

  
Kepemimpinan merupakan topik yang menarik untuk dibicarakan dan dibahas. Setiap waktu kita selalu dipertemukan dengan persoalan kepemimpinan. Isu kepemimpinan menjadi semakin menarik jika kita melihat panggung politik dan pemerintahan. 

Di sana kita bisa melihat berbagai tipe kepemimpinan, dari pemimpin karbitan sampai pemimpin yang sesungguhnya dengan karisma dan pengikut fanatiknya. Pada era sekarang ini sangat sulit mencari pemimpin sejati. Sejati dalam arti mempunyai visi, kemampuan, dan berintegritas tinggi. Masyarakat bahkan sudah sangat muak melihat perilaku pemimpin dan pejabat negara kita sekarang ini, baik di lembaga eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. 

Sudah semakin sulit bagi kita menemukan pemimpin yang benar-benar bisa dianggap pemimpin. Di alam sana, Ki Hajar Dewantara mungkin tengah menangis sedih menyaksikan kondisi kepemimpinan di Indonesia saat ini, karena konsep kepemimpinan beliau, dengan tiga falsafah ‘ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tutwuri handayani’ sepertinya sudah hilang dari jiwa pemimpin-pemimpin di Indonesia saat ini, sungguh menyedihkan memang. 

Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, kita tentunya ingat dan mengenal tokoh pemimpin yang pernah dilahirkan di negeri ini. Tokoh pemimpin yang memiliki karakter, dan kepemimpinannya sangat disegani bahkan oleh dunia internasional. Sebut saja misalnya, Soekarno (proklamator dan presiden pertama Republik Indonesia), yang berhasil membangun karakter bangsa Indonesia. 

Soekarno berhasil membangun rasa nasionalisme dan patriotisme bangsa Indonesia, beliau juga berhasil membangun rasa cinta dan bangga menjadi bangsa Indonesia. Semangat kebangsaan, nasionalisme, dan patriotisme tersebutlah yang berhasil membawa Indonesia kepada kemerdekaan dan eksis menjadi bagian dari Negaranegara berdaulat di dunia, bahkan mampu menjadi inisiator berlangsungnya konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang menjadi cikal bakal berdirinya negara-negara nonblok. 

Soeharto presiden kedua kita, berhasil membangun pilar-pilar ekonomi negara Indonesia dan mengangkat Indonesia dari negara miskin menjadi negara berkembang. Soeharto berhasil meletakkan dasar-dasar pembangunan nasional melalui konsep Pelita dan Repelita yang dikembangkan bersama tim ekonominya. 

Terlepas dari segala kesalahan dan kelemahan beliau, kita harus akui bahwa Soeharto telah mampu membawa Indonesia kepada swasembada pangan yang diakui dunia (PBB/FAO) pada 1985. Di sisi industri, Soeharto juga mampu mengembangkan industri, baik yang mendukung pertanian dengan ekstensifikasi dan intensifikasi pertaniannya, maupun industri berbasis teknologi tinggi dengan membentuk Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS) yang dipimpin oleh Menristek Habibie. 

Salah satu pencapaian tertinggi dari BPIS adalah keberhasilan PT Dirgantara Indonesia untuk mendesain, membangun, dan menerbangkan pesawat terbang N250 untuk pertama kalinya pada 10 Agustus 1995 menjelang perayaan 50 tahun kemerdekaan Indonesia, sungguh suatu pencapaian dan prestasi yang luar biasa! 

Sayangnya potensi ini harus layu sebelum berkembang. Indonesia kehilangan pemimpin visioner yang mampu melanjutkan prestasi-prestasi gemilang yang telah dicapai oleh pemimpinpemimpin sebelumnya. Setelah era reformasi pada 1998, hampir tidak ada pemimpin nasional yang memiliki karakter dan visi yang kuat, kalaupun ada mungkin Habibie dan Jusuf Kalla. Habibie mampu menstabilkan negara dari keterpurukan pascakrisis politik dan ekonomi tahun 1998. 

Sedangkan Jusuf Kalla, walaupun hanya berperan sebagai wakil presiden, telah menunjukkan karakternya sebagai seorang pemimpin yang visioner. Berkat kepemimpinan dan keyakinannya, beliau berhasil mengonversi penggunaan minyak tanah menjadi bahan bakar gas (BBG) di kalangan masyarakat luas. Setelah itu, hampir tidak ada pemimpin dengan visi yang jelas dengan pencapaian tertentu yang monumental. 

Tumbal Politik 

Karut-marut partai, persaingan politik, budaya sikutsikutan, ingin menonjolkan diri dan kelompoknya, politik dagang sapi sampai berdagang sapi yang sesungguhnya, semua menjadi keseharian dan tontonan yang ditunjukkan oleh pemimpin kita akhir-akhir ini, baik elite-elite partai maupun pimpinan yang bercokol di lembaga pemerintahan. 

Semua itu menjadi lahan yang subur untuk tumbuh dan berkembangnya pemimpin-pemimpin karbitan yang hipokrit, dan korup yang hanya berpikir untuk kepentingan diri dan kelompoknya dan tidak peka terhadap nasib dan kepentingan rakyat. Indonesia seolah menjadi lahan gersang yang sulit melahirkan dan menumbuhkembangkan generasi pemimpin yang berkarakter, dapat dipercaya, dan mempunyai integritas. 

Jika kita perhatikan banyak tokoh-tokoh muda calon pemimpin yang layu sebelum berkembang, mereka bisa jadi memang dilayukan atau terlayukan oleh lingkungannya. Tokoh-tokoh tua kelihatannya belum rela untuk memberikan tongkat estafet kepada generasi berikutnya. Bahkan dalam ba-nyak kasus, kita melihat tokoh-tokoh muda jatuh bertum-bangan menjadi tumbal politik dari partai politik itu sendiri. Lalu, siapa yang bertanggung jawab terhadap kaderisasi dan suksesi kepemimpinan nasional? 

Partai Tiang Bendera 

Dalam sistem politik Indonesia saat ini, partai politik adalah satu-satunya organisasi yang seharusnya berperan besar dalam melahirkan dan membentuk kaderisasi pemimpin nasional. Ironisnya partai politik yang ada saat ini sudah kehilangan kepercayaan dari pengikutnya sendiri dan masyarakat luas pada umumnya. Tidak ada citra yang baik bagi partai politik yang ada, masyarakat sudah terlanjur memberikan stempel dan citra negatif bagi mereka. 

Hampir tidak ada kader pemimpin yang menjanjikan yang berhasil dibentuk oleh partai politik. Bahkan, pemimpin ideal yang menjadi pilihan masyarakat justru muncul dan terlahir di luar organisasi partai. Sebut saja Jokowi, Dahlan Iskan, Faisal Basri, dan lainnya. Tokoh-tokoh pemimpin seperti merekalah yang menjadi pilihan rakyat, tokoh yang sederhana, mau bekerja keras, jujur, dan mempunyai integritas. 

Kondisi ini mengindikasikan kegagalan partai politik dalam membentuk dan membangun kader-kader calon pemimpin masa depan yang seharusnya menjadi tanggung jawab mereka. Seharusnya para pengurus partai politik mampu mengaca dan melakukan introspeksi disertai dengan langkahlangkah nyata yang dapat mengembalikan kepercayaan publik. Ini memang membutuhkan waktu, karena masyarakat sudah sangat kritis dan pandai menilai. 

Basa-basi dan kata-kata indah saja sudah bukan zamannya. Pembuktian dan kerja nyata lebih efektif dan mudah diterima. Mereka harus bicara pada hati nurani dan berkaca kepada moral dan etika. Terinspirasi dari perkataan William Soeriadjaya (pendiri Grup Astra) tentang tiang bendera dan perusahaan, di mana suatu perusahaan harus menjadi seperti tiang bendera, sehingga apapun produk yang dibawa pasti akan meraih kesuksesan (berkibar) karena sistem dan nilai-nilai yang kuat yang sudah tertanam di perusahaan itu. 

Dalam partai tiang bendera apa pun program yang diusung dan siapa pun yang dikerek menjadi pemimpin, dia akan berkibar dan dihormati masyarakat luas. Karena partai tiang bendera adalah partai yang memiliki sistem dan nilainilai yang kokoh menegakkan kebenaran dan menjunjung tinggi ideologi bangsa, nilainilai moral, etika politik, hukum dan peduli terhadap kepentingan rakyat. Semua nilai tersebut tertanam kuat dalam jiwa pemimpin maupun kader-kader partai. Karena itu, mari kita nantikan kehadiran figur pemimpin baru dari partai tiang bendera! ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar