Kepemimpinan merupakan topik yang menarik
untuk dibicarakan dan dibahas. Setiap waktu kita selalu dipertemukan dengan
persoalan kepemimpinan. Isu kepemimpinan menjadi semakin menarik jika kita
melihat panggung politik dan pemerintahan.
Di sana kita bisa melihat berbagai tipe kepemimpinan, dari pemimpin
karbitan sampai pemimpin yang sesungguhnya dengan karisma dan pengikut
fanatiknya. Pada era sekarang ini sangat sulit mencari pemimpin sejati.
Sejati dalam arti mempunyai visi, kemampuan, dan berintegritas tinggi.
Masyarakat bahkan sudah sangat muak melihat perilaku pemimpin dan pejabat
negara kita sekarang ini, baik di lembaga eksekutif, legislatif, maupun
yudikatif.
Sudah semakin sulit bagi kita menemukan pemimpin yang benar-benar bisa
dianggap pemimpin. Di alam sana, Ki Hajar Dewantara mungkin tengah menangis
sedih menyaksikan kondisi kepemimpinan di Indonesia saat ini, karena konsep
kepemimpinan beliau, dengan tiga falsafah ‘ing ngarso sung tulodo, ing
madyo mangun karso, tutwuri handayani’ sepertinya sudah hilang dari jiwa
pemimpin-pemimpin di Indonesia saat ini, sungguh menyedihkan memang.
Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, kita tentunya ingat dan mengenal
tokoh pemimpin yang pernah dilahirkan di negeri ini. Tokoh pemimpin yang
memiliki karakter, dan kepemimpinannya sangat disegani bahkan oleh dunia
internasional. Sebut saja misalnya, Soekarno (proklamator dan presiden
pertama Republik Indonesia), yang berhasil membangun karakter bangsa
Indonesia.
Soekarno berhasil membangun rasa nasionalisme dan patriotisme bangsa
Indonesia, beliau juga berhasil membangun rasa cinta dan bangga menjadi
bangsa Indonesia. Semangat kebangsaan, nasionalisme, dan patriotisme
tersebutlah yang berhasil membawa Indonesia kepada kemerdekaan dan eksis
menjadi bagian dari Negaranegara berdaulat di dunia, bahkan mampu menjadi
inisiator berlangsungnya konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang
menjadi cikal bakal berdirinya negara-negara nonblok.
Soeharto presiden kedua kita, berhasil membangun pilar-pilar ekonomi negara
Indonesia dan mengangkat Indonesia dari negara miskin menjadi negara
berkembang. Soeharto berhasil meletakkan dasar-dasar pembangunan nasional
melalui konsep Pelita dan Repelita yang dikembangkan bersama tim
ekonominya.
Terlepas dari segala kesalahan dan kelemahan beliau, kita harus akui bahwa
Soeharto telah mampu membawa Indonesia kepada swasembada pangan yang diakui
dunia (PBB/FAO) pada 1985. Di sisi industri, Soeharto juga mampu
mengembangkan industri, baik yang mendukung pertanian dengan ekstensifikasi
dan intensifikasi pertaniannya, maupun industri berbasis teknologi tinggi
dengan membentuk Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS) yang dipimpin
oleh Menristek Habibie.
Salah satu pencapaian tertinggi dari BPIS adalah keberhasilan PT Dirgantara
Indonesia untuk mendesain, membangun, dan menerbangkan pesawat terbang N250
untuk pertama kalinya pada 10 Agustus 1995 menjelang perayaan 50 tahun
kemerdekaan Indonesia, sungguh suatu pencapaian dan prestasi yang luar
biasa!
Sayangnya potensi ini harus layu sebelum berkembang. Indonesia kehilangan
pemimpin visioner yang mampu melanjutkan prestasi-prestasi gemilang yang
telah dicapai oleh pemimpinpemimpin sebelumnya. Setelah era reformasi pada
1998, hampir tidak ada pemimpin nasional yang memiliki karakter dan visi
yang kuat, kalaupun ada mungkin Habibie dan Jusuf Kalla. Habibie mampu
menstabilkan negara dari keterpurukan pascakrisis politik dan ekonomi tahun
1998.
Sedangkan Jusuf Kalla, walaupun hanya berperan sebagai wakil presiden,
telah menunjukkan karakternya sebagai seorang pemimpin yang visioner.
Berkat kepemimpinan dan keyakinannya, beliau berhasil mengonversi
penggunaan minyak tanah menjadi bahan bakar gas (BBG) di kalangan
masyarakat luas. Setelah itu, hampir tidak ada pemimpin dengan visi yang
jelas dengan pencapaian tertentu yang monumental.
Tumbal Politik
Karut-marut partai, persaingan politik, budaya sikutsikutan, ingin
menonjolkan diri dan kelompoknya, politik dagang sapi sampai berdagang sapi
yang sesungguhnya, semua menjadi keseharian dan tontonan yang ditunjukkan
oleh pemimpin kita akhir-akhir ini, baik elite-elite partai maupun pimpinan
yang bercokol di lembaga pemerintahan.
Semua itu menjadi lahan yang subur untuk tumbuh dan berkembangnya
pemimpin-pemimpin karbitan yang hipokrit, dan korup yang hanya berpikir
untuk kepentingan diri dan kelompoknya dan tidak peka terhadap nasib dan
kepentingan rakyat. Indonesia seolah menjadi lahan gersang yang sulit
melahirkan dan menumbuhkembangkan generasi pemimpin yang berkarakter, dapat
dipercaya, dan mempunyai integritas.
Jika kita perhatikan banyak tokoh-tokoh muda calon pemimpin yang layu
sebelum berkembang, mereka bisa jadi memang dilayukan atau terlayukan oleh
lingkungannya. Tokoh-tokoh tua kelihatannya belum rela untuk memberikan
tongkat estafet kepada generasi berikutnya. Bahkan dalam ba-nyak kasus,
kita melihat tokoh-tokoh muda jatuh bertum-bangan menjadi tumbal politik
dari partai politik itu sendiri. Lalu, siapa yang bertanggung jawab
terhadap kaderisasi dan suksesi kepemimpinan nasional?
Partai Tiang Bendera
Dalam sistem politik Indonesia saat ini, partai politik adalah satu-satunya
organisasi yang seharusnya berperan besar dalam melahirkan dan membentuk
kaderisasi pemimpin nasional. Ironisnya partai politik yang ada saat ini
sudah kehilangan kepercayaan dari pengikutnya sendiri dan masyarakat luas
pada umumnya. Tidak ada citra yang baik bagi partai politik yang ada,
masyarakat sudah terlanjur memberikan stempel dan citra negatif bagi
mereka.
Hampir tidak ada kader pemimpin yang menjanjikan yang berhasil dibentuk
oleh partai politik. Bahkan, pemimpin ideal yang menjadi pilihan masyarakat
justru muncul dan terlahir di luar organisasi partai. Sebut saja Jokowi,
Dahlan Iskan, Faisal Basri, dan lainnya. Tokoh-tokoh pemimpin seperti merekalah
yang menjadi pilihan rakyat, tokoh yang sederhana, mau bekerja keras,
jujur, dan mempunyai integritas.
Kondisi ini mengindikasikan kegagalan partai politik dalam membentuk dan
membangun kader-kader calon pemimpin masa depan yang seharusnya menjadi
tanggung jawab mereka. Seharusnya para pengurus partai politik mampu
mengaca dan melakukan introspeksi disertai dengan langkahlangkah nyata yang
dapat mengembalikan kepercayaan publik. Ini memang membutuhkan waktu,
karena masyarakat sudah sangat kritis dan pandai menilai.
Basa-basi dan kata-kata indah saja sudah bukan zamannya. Pembuktian dan
kerja nyata lebih efektif dan mudah diterima. Mereka harus bicara pada hati
nurani dan berkaca kepada moral dan etika. Terinspirasi dari perkataan
William Soeriadjaya (pendiri Grup Astra) tentang tiang bendera dan
perusahaan, di mana suatu perusahaan harus menjadi seperti tiang bendera,
sehingga apapun produk yang dibawa pasti akan meraih kesuksesan (berkibar)
karena sistem dan nilai-nilai yang kuat yang sudah tertanam di perusahaan
itu.
Dalam partai tiang bendera apa pun program yang diusung dan siapa pun yang
dikerek menjadi pemimpin, dia akan berkibar dan dihormati masyarakat luas.
Karena partai tiang bendera adalah partai yang memiliki sistem dan
nilainilai yang kokoh menegakkan kebenaran dan menjunjung tinggi ideologi
bangsa, nilainilai moral, etika politik, hukum dan peduli terhadap
kepentingan rakyat. Semua nilai tersebut tertanam kuat dalam jiwa pemimpin
maupun kader-kader partai. Karena itu, mari kita nantikan kehadiran figur
pemimpin baru dari partai tiang bendera! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar