Minggu, 10 Maret 2013

Keheningan demi Bumi Lestari


Keheningan demi Bumi Lestari
W Sukarya Dilaga  ;  Ketua Welaka Parisada Hindu Dharma Indonesia (PDHI) Provinsi Jateng, Anggota Forum Kerukunan Umat Bergama (FKUB) Kota Semarang
SUARA MERDEKA, 09 Maret 2013

  
PADA galibnya orang merayakan malam pergan­tian tahun dengan penuh keramaian, dari pesta kembang api, menyulut petasan, memakai baju baru, makan di restoran mewah, berkeliling kota naik kendaraan dan sebagainya. Umat Hindu merayakan Tahun Baru Saka dengan cara yang berbeda, sarat dengan aktivitas spiritual.

Kita perlu mengumpamakan lagi mengarungi lautan kehidupan naik rakit, dan setelah 365 hari berlayar, marilah berhenti sejenak. Tambatkan rakit, serta cari tempat teduh dan rindang. Itulah Hari Raya Nyepi. Kita menoleh ke belakang, menghitung jarak yang sudah kita tempuh, rintangan apa saja yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi, dan mengevaluasi apakah sudah benar cara kita mengayuh rakit?

Di antara ruas waktu itu, kita mawas diri, berkomtemplasi, berefleksi. Kita butuh suasana yang heneng, hening, dan senyap, suasana indah untuk menuju suasana sunya. Benar kata Pascal, matematikawan dunia yang mengatakan, sebagian besar manusia tak bisa memecahkan masalah karena ia belum tahu atau tak bisa duduk tenang, masih grusa-grusu, dan penuh emosi.

Nyepi memberikan fasilitas kepada umat Hindu untuk duduk ''tenang'' dalam hening. Kita harus menyiapkan secara jasmani dan rohani, mental dan spiritual. Berbeda dari air sungai yang terus mengalir sesuai kehendak alam; manusia harus mengarahkan, mengatur, dan mengendalikan perjalanan kehidupan supaya tidak terjerumus dalam jurang kenistaan.

Saat Nyepi, umat Hindu melaksanakan catur brata selama 24 jam, sejak matahari terbit dari  ufuk timur hingga kembali terbit dari ufuk timur pada keesokan hari. Catur brata ditandai dengan amati geni yang secara lahiriah berarti tidak menyalakan api, dan secara spiritual berarti mengendalikan hawa nafsu.

Kemudian amati karya, yang secara lahiriah tidak melaksanakan aktivitas fisik, kerja, atau gerak mekanik yang menyebabkan kekotoran alam. Secara spiritual, ritual itu berarti umat melaksanakan upaya mawas diri mengingat tidak melakukan kegiatan fisik berarti tidak ''mengganggu'' alam.

Lalu amati lelungan yang secara harfiah tidak bepergian. Di sini umat diminta introspeksi supaya lebih bermanfaat pada tahun mendatang. Terakhir adalah amati lelanguan yang secara harfiah tidak bersenang-senang, beraktivitas yang bersifat hiburan, semisal menonton televisi, mendengarkan musik, mabuk, atau main judi.

Ke manakah manusia Hindu pada Hari Raya Nyepi? Merenung, introspeksi untuk meningkatkan kualitas hidup supaya lebih bermanfaat. Hakikat Nyepi  adalah demi kerahayuan buana alit dan buana agung, dan yang paling mendasar adalah menjaga keselarasan, keharmonisan, dan keseimbangan.
Umat Hindu perlu melaksanakan tapa, brata, yoga, dan semadi. Dengan demikian pada Hari Raya Nyepi mereka dapat memasuki alam sunyata, alam yang sempurna heneng, hening, dan senyap nan indah. Sunya adalah tujuan ideal dan tertinggi karena pada tataran itu manusia bersatu dengan sangkan paran-Nya.

Demi Alam

Selepas Nyepi, umat emasuki Hari Ngembak Geni. Dengan hati yang penuh damai dan tulus ikhlas, serta jiwa tenteram, mereka kembali mengisi lembaran baru kehidupan, dengan jiwa yang lebih bersih dan lebih jernih. Kita bisa menafsirkan perayaan Nyepi berangkat dari kegelapan (amati geni) dan berakhir dengan terang (nyala api/ Ngembak Geni)

Nyepi mempunyai kesadaran religius tentang lingkungan, dan bukan hanya untuk umat Hindu melainkan juga untuk jagat raya. Pada Desember 2007 di Nusa Dua Bali diadakan konferensi PBB tentang perubahan iklim. Kegiatan itu dihadiri 9.575 peserta dari 185 negara, serta aktivis dari 331 LSM lokal dan internasional. Tema yang diangkat dalam konferensi tersebut masih relevan dengan kondisi saat ini berkait perubahan iklim dan pemanasan global.

Tak berlebihan bila mengemuka gagasan untuk mengangkat pesan yang dikaitkan dengan kearifan lokal: ''Nyepi for the Earth'', ''Nyepi (Hening) untuk Bumi'', dan ''The Silent Day for the Earth'', yakni menghadapi perubahan iklim dengan mengangkat kearifan lokal untuk berlomba-lomba berkontribusi mengurangi emisi gas buang dan efek rumah kaca.

''Nyepi (Hening) untuk Bumi'' adalah kearifan lokal yang bisa berkontribusi pada pengurangan emisi gas buang dan meminimalisasi efek rumah kaca. Sudah banyak penelitian mengaitkan dengan hal itu. Sehari saja umat Hindu di Bali tidak menggunakan motor, bisa mengurangi pembakaran 4.032.000 liter BBM, dan berarti mengurangi emisi gas buang serta menekan efek rumah kaca. Itu baru motor, kita belum menghitung kontribusi dari pabrik atau industri.

Terlebih agama Hindu mengajarkan untuk mengurangi keserakahan terhadap alam. Sebaliknya, kita harus menganggap alam sebagai mitra sejajar, bukan objek yang harus dieksploitasi. Nyepi mengilhami beberapa kota besar dunia untuk melahirkan spirit baru mendasarkan pada kearifan lokal, semisal penerapan car free day, termasuk oleh beberapa kota di Indonesia. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar