Tenggelam berkutat dalam
rumitnya selebar sabuk tenunan dengan kilauan pernik Persia
…..dibalik dinding sana, lahan
benih lain sedang tersenyum
Dengan cahaya kecil langit,
menyapa dari luar pembatas….
Maksim Bahdanovich dalam ”Slutzkiya Tkacykhi” (Wanita Penenun dari Slucak)
Inilah saduran puisi karya sastrawan klasik abad ke-19. Bahdanovich
adalah kelahiran Minsk, ibu kota Belarus.
Republik Belarus yang lepas dari Uni Soviet sejak 1991 adalah negara
tak berpantai dan berpenduduk 9,5 juta jiwa. Terletak di tengah Benua
Eropa, negeri ini berbatasan dengan lima negara: Latvia, Lituania, Ukraina,
Rusia, dan Polandia.
Sekarang Belarus sedang giat-giatnya mengakselerasi laju pembangunan
dengan dukungan sektor industri dan jasa berteknologi tinggi yang menjadi
tumpuan aktivitas ekonominya. Para pemimpin di Belarus berpandangan bahwa
di tengah krisis ekonomi Eropa, pembangunan ekonomi domestik ke depan tidak
dapat hanya mengandalkan penguasaan sumber daya alam dan teknologi saja.
Diversifikasi mitra
Anugerah alam di Belarus, seperti kayu, minyak, gas, baja, dan granit
beserta pengelolaannya, perlu dibarengi dengan upaya yang lebih outward-looking untuk
mendiversifikasi mitra kerja sama internasionalnya. Karena itu, kebijakan
hubungan luar negerinya cukup aktif dalam menjalin kerja sama
dengan negara-negara di luar kawasannya.
Presiden Belarus Alexander Lukashenko pada awal 2013 menyampaikan
bahwa negaranya sangat berkepentingan memodernisasi diri untuk menghadapi
persaingan global. Determinasi Belarus dalam upaya konsolidasi kemampuan
nasional dan menangani permasalahan domestik dan luar negeri perlu
digarisbawahi. Untuk itu, pengembangan hubungan dagang dan ekonomi di
sejumlah kawasan terutama Asia—termasuk ASEAN— menjadi prioritas Belarus.
Untuk ”membumikan” misi itu, pemimpin Belarus secara taktis menetapkan
negara-negara tertentu sebagai pijakan atau ”pivotal country(ies)” untuk pengembangan kerja sama dengan
negara-negara lain di kawasan terkait. Semacam prinsip sentrifugal dalam
strategi politik-ekonomi global.
Antara lain dengan menetapkan Venezuela sebagai ”springboard” pengembangan hubungan dengan negara-negara
Amerika Tengah serta Afrika Selatan, Etiopia dan Gana di Afrika.
Lalu, bagaimana dengan Asia, khususnya Asia Tenggara?
Di kawasan Asia Tenggara, Belarus hanya menempatkan kedutaan besar di
Jakarta yang wilayah akreditasinya mencakup Australia, Malaysia, Singapura,
Filipina, serta di Hanoi. Di luar itu, secara khusus, Komite Industri
Pertahanan Negara—sebuah lembaga strategis Belarus— hanya menempatkan
perwakilan tetap di Jakarta.
Keputusan yang fundamental ini tentunya diambil berdasarkan kalkulasi
matang dengan mempertimbangkan berbagai hal, khususnya aspek
politik dan ekonomi. Beranjak dari penerapan strategi sentrifugal first-track Belarus, serta
keberadaan infrastruktur kerja sama politik bilateral, merupakan suatu
keniscayaan apabila pendekatan ini menjadi opsi untuk direplikasi
perusahaan-perusahaan utama Belarus dalam melancarkan strategi ekspansinya
di kawasan.
Bukan tidak mungkin perusahaan-perusahaan Belarus yang sudah
mendunia, seperti BeLaz (produsen truk besar), Belshina (produsen ban
ukuran besar), dan BPC (perusahaan potasium) menjadikan Indonesia sebagai
pusat distribusi produk dan hub pengembangan kerja sama industri dan
investasinya untuk Asia Tenggara dan sekitarnya. Namun, hal ini tidak
menjadikan potensi ekstensifikasi kerja sama bilateral Indonesia-Belarus
terhenti sampai di sini saja.
Jalinan antar-”hub”
Tahun 2010, Belarus bersama Rusia dan Kazakhstan membentuk Customs Union (CU). Dengan demikian,
mulai 1 Juli 2011 unified custom
tariff/code mulai efektif berlaku dan pemeriksaan bea dan cukai di
antara perbatasan ketiga negara ini dihapuskan. Secara agregat, kawasan CU
memiliki jumlah penduduk sekitar 170 juta dengan total GDP (PPP) sebesar
2,95 triliun dollar AS (2011). Untuk akses ke pasar CU, sampai dengan
Desember 2012, sebanyak 31 aturan teknis CU telah disusun yang meliputi
berbagai jenis barang.
Mulai Januari 2012, ketiga negara ini mengintrodusir Common Economic Space (CES), dan
pada November 2012 Komisi Bersama CU sepakat untuk nantinya membentuk Uni
Eurasian pada tahun 2015 yang juga melibatkan negara-negara lepasan Uni
Soviet.
Karena lokasi geo-ekonominya, kelak Belarus akan menjadi hub logistik
dan transportasi bagi Eurasia. Setiap tahun, lebih dari 100 juta ton kargo
intra kawasan Eropa melewati wilayah Belarus. Dalam lingkup yang lebih
luas, dapat dikatakan Belarus telah menjadi link utama di antara negara-negara CIS dan Uni Eropa.
Indonesia, di pihak lain, memiliki keistimewaan tersendiri sebagai
hub atau pusat aktivitas kerja sama ASEAN di kawasan, antara lain melalui
keberadaan Sekretariat ASEAN di Jakarta. Seluruh negara anggota ASEAN dan
negara Mitra Wicara ASEAN telah menempatkan perwakilan tetapnya di Jakarta.
Prakarsa-prakarsa kerja sama ASEAN, termasuk di bidang ekonomi,
perdagangan, dan investasi dihasilkan dan disepakati melalui Komite
Perwakilan Tetap ASEAN yang sidang regulernya sebagian besar diadakan di
Sekretariat ASEAN.
ASEAN memang sedang bertransformasi untuk mewujudkan suatu Komunitas
Ekonomi ASEAN atau ASEAN Economic
Community (AEC) di tahun 2015 dengan bercirikan utama pasar tunggal dan
berbasis produksi. AEC memiliki total GDP (PPP) sebesar 3 triliun dollar AS
dan penduduk 600 juta jiwa dengan kecenderungan jumlah kelas menengah dan
pertumbuhan ekonomi yang positif.
Seiring dengan upaya mengapitalisasi posisi Jakarta sebagai hub ASEAN
menyongsong terwujudnya AEC, dan potensi kerja sama yang besar dengan Minsk
sebagai hub CU dan ekonomi Eurasia, sudah saatnya mengambil langkah-langkah
progresif bagi penguatan kemitraan antara Indonesia dan Belarus.
Aktualisasinya dalam konteks strategis adalah ”jalinan antar-hub”.
Manfaat lain yang bisa diperoleh Indonesia adalah alih teknologi
dalam kerja sama menghasilkan produk-produk industri, misalnya pada produk
BeLaz dan alat-alat pertanian. Karet alam Indonesia juga bisa diolah
bersama untuk menaikkan nilai tambah. Realisasinya adalah dengan
memanfaatkan momentum kunjungan kenegaraan Presiden Alexander Lukashenko
beserta delegasi bisnisnya ke Indonesia tanggal 18-19 Maret ini.
Dari perspektif kepentingan nasional, kesepakatan-kesepakatan
bilateral yang dicapai dalam kunjungan kenegaraan ini nantinya merupakan
refleksi dari dua hal mendasar: upaya perluasan kerja sama internasional
Belarus dan kesiapan Indonesia menjadi hub distribusi produk, industri. dan
investasi Belarus di Asia Tenggara dan sekitarnya.
Semoga Indonesia menyikapi positif sinyal-sinyal keinginan kerja sama
yang disampaikan Wanita Penenun dari Slucak ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar