Berita Kompas, Sabtu, 16 Februari
lalu, halaman 12, tentang pelajaran bahasa berubah arah, menarik disimak
sebab praktisi bahasa dan masyarakat sedang mempertanyakan apa yang
dimaksud dengan menggabungkan mata pelajaran sains dengan bahasa Indonesia.
Berita Kompas ini sedikit
memperjelas duduk perkara setelah dinyatakan bahwa pendekatan yang
digunakan dalam pelajaran bahasa Indonesia (BI) di sekolah dasar akan
berbasis teks atau genre. Tujuannya, pengajaran BI tidak semata-mata berupa
pengajaran bahasa, melainkan juga menjadi alat belajar dan berpikir.
Pendekatan ini sudah digunakan dalam kurikulum bahasa Inggris sejak 2004.
Gagasan ini mengandung sejumlah keuntungan.
Pertama, dengan menetapkan
sejumlah genre atau jenis peristiwa komunikasi sebagai target kompetensi
berbahasa, pelajaran BI tidak akan terbelenggu dalam pelajaran teori
kebahasaan, language usage. Teori
kebahasaan masih diperlukan, tetapi apa pun yang dilakukan di tahap ini
masih harus diteruskan untuk akhirnya bermuara di tahap komunikasi, language use. Dengan demikian, ada
daya paksa yang mendorong pelajaran BI ke arah komunikasi.
Kedua, dengan pendekatan ini,
jenis teks genre atau jenis
teksnya dapat ditentukan dalam kurikulum, sedangkan isi atau tema atau
topik yang diajarkan dapat disesuaikan dengan mata pelajaran lain. Hal ini
dimungkinkan mengingat BI adalah bahasa kedua, bahkan pertama, bagi
kebanyakan anak Indonesia. Dalam konteks ini, perkembangan kemampuan
berbahasa Indonesia tidak hanya bergantung pada masukan dari sekolah. Siswa
mengenal dan terlibat dalam genre BI secara intuitif di mana-mana.
Misalnya, salah satu genre dasar
adalah deskriptif. Target kompetensi pengajaran teks deskriptif adalah
kemampuan mendeskripsikan. Maka, setelah menjalani proses pembelajaran,
siswa diharapkan dapat mendeskripsikan, misalnya, ”rumahku” atau
”keluargaku” yang berhubungan dengan kesehatan atau budi pekerti.
Dapat Dikawinkan
Genre, yang dalam bahasa Inggris
disebut information report, dapat
dikawinkan dengan tematema binatang, tetumbuhan, dan lain-lain untuk mendorong
penggunaan bahasa sekaligus belajar sains. Demikian pula genre recount yang dapat
mengakomodasi pelajaran sejarah.
Kekhawatiran tentang tidak
terakomodasinya aspek sastra dalam BI bisa jadi menjadi kurang beralasan
sebab dalam pendekatan ini, jenis-jenis teks sastra dapat menjadi target
kompetensi. Lewat genre sastra
seperti cerita rakyat, fabel, dan puisi, pengembangan sikap positif dan
internalisasi nilai-nilai luhur dapat terjadi. Jika perubahan kurikulum ini
dimaksudkan untuk membentuk sikap positif yang diharapkan, genre sastra
mutlak dikenalkan sejak SD.
Meski demikian, masih ada
pertanyaan yang tersisa. Jika pelajaran bahasa bertujuan mengembangkan
kompetensi berbahasa alias berkomunikasi untuk beragam tujuan, ada banyak
waktu yang diperlukan untuk itu. Kompetensi berbahasa perlu didukung oleh
kompetensi linguistik seperti tata bahasa dan kosakata yang masih perlu
diperhatikan meskipun BI merupakan bahasa nasional. Hal ini memerlukan
waktu. Kompetensi berbahasa utuh dikembangkan lewat empat keterampilan,
yakni menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Ini memerlukan waktu dan
tenaga tak sedikit.
Tak Mampu Menampung
Jika keterampilan berbahasa ini
yang ditargetkan, BI tidak akan mampu menampung tema-tema yang terlalu
banyak. Dapat diantisipasi bahwa akan banyak tema mata pelajaran yang
dititipkan tidak tertangani dengan baik.
Di negara maju, seperti Inggris
dan Australia, dikenal konsep English
across the curriculum yang artinya semua guru bidang studi diharapkan
memperhatikan keterampilan berbahasa siswa. Semua guru bidang studi
”dititipi” untuk memperhatikan bahasa. Jadi, bukan bahasa yang ”dititipi”
bidang lain.
Sebagai contoh, Singapura juga
menggunakan pendekatan genre dalam mengembangkan bahasa Inggris sebagai
bahasa sekolah dan masyarakatnya. Namun, pelajaran ilmu pengetahuan alam
dan ilmu pengetahuan sosial tidak dibebankan kepada pelajaran bahasa
Inggris. Artinya, ujian bahasa bertujuan menilai kompetensi berbahasa,
sedangkan ujian sains menguji pengetahuan dan keterampilan sains.
Penggabungan keduanya akan
menimbulkan kerancuan dalam assessment
atau penilaian. Saya khawatir akan terjadi penumpulan target-target
kompetensi dan tidak jelasnya kompetensi yang harus diukur pada akhir satu
tahap pembelajaran yang biasa disebut standar kompetensi lulusan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar