Jangan Melemparkan Risiko ke Presiden
Abdul Hamid D ; Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) RI
|
JAWA
POS, 31 Agustus 2015
PADA 2 September panitia seleksi (pansel)
calon pimpinan (capim) KPK berencana menyerahkan delapan nama pilihan kepada Presiden
Jokowi. Setelah itu, presiden akan menyerahkannya kepada Komisi III DPR untuk
dilakukan uji kepatutan dan kelayakan (fit
and proper test) dan ditetapkan lima pimpinan/komisioner KPK periode
2015–2019.
Terpilihnya delapan capim dari semula 611 pendaftar
tersebut merupakan kerja keras pansel yang perlu diapresiasi. Sebab, pansel
pasti mendapat tekanan dari sana-sini. Entah berupa titipan-titipan nama dari
berbagai pihak atau masukan-masukan tentang rekam jejak para capim yang bisa
membingungkan.
Pimpinan KPK periode 2015– 2019 akan menjadi
faktor penentu, apakah KPK masih dipandang perlu ada di masa mendatang.
Sebab, pada periode sebelumnya, ada dua pimpinan yang menjadi tersangka, dan
beberapa akan ditersangkakan.
Untuk pilihan capim KPK periode mendatang,
baik pansel maupun Presiden Jokowi dituntut ekstrahatihati agar tidak salah
pilih dan memilih orang yang bermasalah. Tapi, karena Presiden Jokowi hanya
menerima delapan nama hasil pilihan pansel, tanggung jawab lebih besar berada
di tangan pansel.
Apakah yang terpilih itu benarbenar yang
terbaik di antara para pendaftar lainnya, penentunya adalah pansel yang
terdiri atas sembilan srikandi tersebut. Sedangkan presiden hanya pihak yang
menerimanya tanpa intervensi.
Keterbukaan informasi dalam proses seleksi
sangat diperlukan. Ketertutupan dalam proses seleksi berpotensi memunculkan
kandidat ’’kucing dalam karung’’. Sebelum nama-nama capim tersebut diserahkan
ke Presiden Jokowi, pansel harus benar-benar yakin dan juga mengadakan
sinkronisasi dengan berbagai pihak terkait, termasuk Kapolri. Sebab, saat ini
masih ada beda persepsi tentang beberapa hal antara pansel dan Kabareskrim
Budi Waseso.
Pansel KPK kali ini benar-benar berdiri di
kondisi yang sangat krusial. Sebab, meski selama ini pemilihan pimpinan/komisioner
KPK maupun komisioner komisi-komisi negara lainnya selalu dijalankan dengan
penuh keseriusan dan profesionalitas, kenyataannya masih ada orang-orang yang
bermasalah. Di beberapa komisi negara, ada satu atau dua komisionernya yang
integritasnya dipertanyakan.
Baik yang kemudian muncul ke permukaan lewat
media maupun tidak/belum. Oleh karena itu, sekali lagi, pansel harus
ekstrahati-hati, jangan melemparkan risiko ke presiden. Kalau memang
dideteksi ada capim yang bermasalah, dari berbagai aspek, nama orang tersebut
lebih baik tidak diserahkan kepada presiden.
Sebab, presiden hanya memiliki waktu dua pekan
untuk kemudian harus menyerahkan nama-nama itu kepada DPR. Yang perlu
dicatat, saat ini eranya keterbukaan informasi publik.
Bagaimanapun caranya dan dari mana pun
sumbernya, suatu saat publik akan mengetahui tentang profil para capim karena
arus informasi yang didukung teknologi informasi dan model jejaring yang
sudah canggih.
Terkait dengan para capim KPK, karena bila
terpilih mereka adalah pejabat publik, sehingga menurut ketentuan pasal 18
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik UU
KIP, mereka tidak boleh merahasiakan hal-hal yang bersifat pribadi seperti
kekayaan/keuangan, kesehatan, dan pendidikan.
Memang, pada pasal 17 UU KIP dinyatakan
informasi pribadi adalah rahasia atau dikecualikan. Tapi, jika seseorang
menjadi pejabat publik, dia harus terbuka kepada publik. Kecuali informasi
yang benar-benar pribadi seperti nomor rekening yang juga dirahasiakan UU Perbankan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar