Kamis, 18 Desember 2014

Tiga Langkah Jokowi untuk Papua

Tiga Langkah Jokowi untuk Papua

Neles Tebay ;  Dosen STFT Fajar Timur Abepura;
Koordinator Jaringan Damai Papua (JDP)
SINAR HARAPAN,  16 Desember 2014

                                                                                                                       


Berbagai media massa telah menyiarkan berita tentang penembakan sewenang-wenang pada 8 Desember lalu di Enarotali, ibu kota Kabupaten Paniai, Papua. Penembakan itu menewaskan lima orang dan melukai 17 warga sipil.

Penembakan brutal ini telah menarik perhatian dari berbagai pihak di dalam dan di luar negeri. Tuntutan investigasi yang independen telah disampaikan berbagai pihak.

Rakyat di seluruh Indonesia hingga kini masih menanti tanggapan Presiden Joko Jokowi Widodo (Jokowi) terhadap penembakan yang sewenang-wenang yang telah mengorbankan warga negara Indonesia (WNI) di Paniai. Sikap berdiam diri dari Presiden Jokowi hingga mengunjungi Papua untuk merayakan Natal nasional, 27 Desember,dapat ditafsirkan berbeda-beda oleh berbagai pihak. Minimal orang akan bertanya: mengapa Presiden Jokowi belum menanggapi peristiwa penembakan terhadap warga sipil di Paniai? Karena iut, Presiden Jokowi sebaiknya memberikan tanggapannya.

Kami mengusulkan tiga hal yang dapat dilakukan Jokowi selaku presiden Indonesia. Pertama, presiden perlu menyatakan rasa belasungkawa atas kematian rakyat di Paniai. Semua korban penembakan bukan merupakan warga negara asing (WNA). Mereka bukanlah pendatang baru di Republik Indonesia. Mereka bukan pula imigran gelap yang berasal dari negara tertentu. Mereka adalah WNI, sejak dari dalam kandungan ibunya. Jokowi adalah presiden mereka. Mereka telah memenangkan Jokowi dalam Pemilihan Presiden Juli 2014. Karena itu, mengungkapkan belasungkawa merupakan sesuatu yang penting bagi seorang presiden ketika rakyatnya menjadi korban.

Presiden tidak perlu menunda hingga perayaan Natal untuk mengungkapkan keikutsertaannya dalam rasa duka bersama rakyat. Ungkapan belasungkawanya dapat disampaikan sebelum mengunjungi Papua. Hal ini agar rakyat di Papua mengetahui presidennya telah mendengar berita tentang kematian warga yang diakibatkan penembakan dan ikut berduka bersama mereka.

Pernyataan belasungkawa ini merupakan suatu penghiburan bagi rakyat yang sedang berduka. Sebaliknya, tanpa adanya ungkapan belasungkawa, rakyat Papua akan menafsirkan bahwa presiden belum mendengar berita tentang kematian lima WNI di Paniai. Atau kalau sudah mendengar tetapi tidak menanggapi maka presiden mengabaikan penderitaan yang dialami rakyat.

Kedua, Jokowi perlu memperlihatkan bahwa dia sebagai presiden tidak menyetujui penembakan secara brutal yang dilakukan terhadap warga sipil. Ketidaksetujuan Presiden Jokowi dapat dinyatakan dengan membentuk sebuah Tim Pencari Fakta (TPF) yang beranggotakan maksimal tiga orang untuk menginvestigasi secara menyeluruh atas peristiwa penembakan di Paniai. Demi memelihara kepercayaan rakyat terhadap presiden, anggota TNI dan Polri tidak perlu dilibatkan dalam TPF ini.

Polri telah menugaskan anggotanya melakukan investigasi atas penembakan di Paniai. Namun, Presiden Jokowi tidak boleh hanya mengandalkan hasil investigasi yang dilakukan Polri. Pengalaman di Papua selama ini memperlihatkan, kalau korban penembakannya adalah anggota Polri atau TNI, polisi hanya membutuhkan dua hingga tiga hari untuk melakukan investigasi dan berhasil mengidentifikasi pelaku penembakan, jenis pelurunya, dan kelompok di mana pelaku penembakan berafiliasi. Namun, ketika korban penembakannya adalah orang Papua, polisi melakukan investigasi, tetapi belum pernah berhasil mengidentifikasi pelaku penembakan dan kelompok afiliasinya.

Karena itu, rakyat tidak percaya bahwa polisi akan berhasil melakukan investigasi penembakan yang mengorbankan orang Papua di Paniai. Hasil maksimal yang dapat diharapkan, berdasarkan pengalaman selama ini, adalah adanya pengumuman bahwa polisi tidak terlibat dalam penembakan terhadap warga sipil; peluru yang digunakan dalam penembakan adalah jenis peluru yang tidak digunakan Polri; dan polisi mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi pelaku penembakan.

Oleh sebab itu, presiden sebaiknya membentuk tim investigasi sendiri dan hasil investigasi polisi dapat memperkaya fakta-fakta yang ditemukan TPF di lapangan. Sebaiknya TPF dibentuk sebelum berkunjung ke Papua sehingga rakyat mengetahui presidennya serius menuntaskan kasus penembakan di Paniai. Pembentukan TPF ini pasti membawa kegembiraan hati bagi rakyat.

Ketiga, penembakan di Paniai merupakan suatu indikator yang menandakan masih adanya persoalan-persoalan mendasar yang belum diselesaikan di Tanah Papua. Karena itu, tak hanya kasus penembakan di Paniai, tetapi semua persoalan yang menyebabkan terjadinya penembakan perlu dicarikan solusinya.

Oleh sebab itu, Presiden Jokowi perlu memikirkan tak hanya bagaimana menyelesaikan kasus penembakan di Paniai, tetapi juga mencegah agar penembakan dan berbagai jenis aksi kekerasan yang lain tidak terulang kembali di masa depan di Bumi Cenderawasih. Itu berarti diperlukan suatu solusi yang komprehensif.

Presiden Jokowi dapat memperlihatkan komitmennya untuk  menemukan solusi yang menyeluruh dengan membentuk sebuah Tim Fasilitator Dialog Papua (TFDP). Tim ini beranggotakan dua orang yang dipercayai presiden dan orang Papua, yang integritas dan komitmennya diakui secara nasional dan internasional.

TFDP bertugas mengoordinasi proses dialog yang inklusif yang memungkinkan keterlibatan dari semua pemangku kepentingan. Berdasarkan masukan dari berbagai pihak yang berkompeten dan berkepentingan, tim ini dapat mengidentifikasi masalah-masalah yang perlu diselesaikan dan solusi-solusi yang realistis dan dapat dilaksanakan. Hal ini mempermudah penyelesaikan konflik Papua secara damai.

Apabila Presdien Jokowi membentuk TFDP ini sebelum melakukan kunjungan ke Papua, rakyat akan mengetahui presidennya sungguh berkomitmen untuk menyelesaikan berbagai masalah melalui dialog Papua dan dengan melibatkan semua pihak. Pembentukan TFDP akan menjadi kado Natal yang sangat berharga bagi Papua.

Melalui tiga tindakan di atas, saya yakin Presiden Jokowi akan merebut kepercayaan rakyat Papua. Kepercayaan ini akan menjadi modal utama dalam melaksanakan berbagai kegiatan pembangunan di tanah Papua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar