Selasa, 16 Desember 2014

Tahun Penuh Tantangan

                                Laporan Akhir Tahun Politik, Hukum, dan Keamanan

Tahun Penuh Tantangan
A Handoko  ;   Wartawan Kompas
KOMPAS,  16 Desember 2014

                                                                                                                       


INDUSTRI perbankan menghadapi tantangan yang cukup berat sepanjang tahun 2014. Selain sumber dana yang makin terbatas, penyaluran kredit juga terus melambat karena pelambatan pertumbuhan ekonomi. Dampaknya, pendapatan bunga yang menjadi salah satu pilar pendapatan industri perbankan berkurang.

Pengetatan likuiditas

Likuiditas perbankan yang ketat sepanjang 2014 mencapai puncaknya pada Juli 2014, ditandai dengan rasio pinjaman terhadap simpanan (loan to deposit ratio/LDR) yang mencapai 92,12 persen. Jika dilihat per kelompok bank umum berdasarkan kegiatan usaha (BUKU), likuiditas di BUKU II dan III sangat ketat pada semester I-2014. LDR kedua kelompok bank itu melebihi batas atas likuiditas yang disarankan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan, yakni di rentang 87-92 persen.

LDR BUKU II atau kelompok bank dengan modal inti Rp 1 triliun-Rp 5 triliun bahkan mencapai 100,87 persen pada semester I-2014. Rasio likuiditas itu meningkat dibandingkan dengan posisi semester I-2013 yang baru 94,24 persen.

Pengetatan likuiditas kelompok bank ini terus terjadi, bahkan LDR mencapai 104,75 persen pada semester II-2013. Kelompok bank ini harus mencairkan alat likuidnya untuk membiayai kredit. Dana pihak ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun oleh kelompok bank ini sudah habis disalurkan untuk kredit.

Adapun LDR buku III (dengan modal inti Rp 5 triliun-Rp 30 triliun) mencapai 93,27 persen, naik dari posisi 92,73 persen pada semester I-2013. Bank-bank besar dengan modal inti di atas Rp 30 triliun (BUKU IV) tidak seekspansif bank-bank lain sehingga likuiditasnya tidak terlalu ketat. Pada semester I-2014, LDR BUKU IV hanya 84,3 persen, sementara LDR industri perbankan sudah mencapai 90,45 persen.

Likuiditas BUKU IV relatif longgar karena bank-bank menahan pertumbuhan kredit, mengikuti arahan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan di rentang 15-17 persen. Seperti pada industri perbankan, pertumbuhan DPK BUKU IV juga relatif melambat. Khusus pada BUKU IV, hal inilah yang menyebabkan bank-bank tidak ekspansif menyalurkan kredit.

Namun, penyaluran kredit yang tidak ekspansif pada BUKU IV menyebabkan pertumbuhan laba melambat. Pada semester II-2013, pertumbuhan laba masih mencapai 21 persen dibandingkan dengan periode yang sama setahun sebelumnya. Adapun pada semester I-2014, pertumbuhan laba BUKU IV hanya 16,86 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2013.

Laba kelompok bank ini pada semester II-2014 sebesar Rp 33,07 triliun, sementara pada periode yang sama tahun 2013 sebesar Rp 28,3 triliun. Pada semester II-2014, laba mencapai Rp 33,3 triliun.

Pelambatan kredit industri perbankan menyebabkan pendapatan bunga kredit yang diberikan kepada pihak di luar bank melambat. Pada akhir semester I-2014, pendapatan bunga kredit kepada pihak di luar bank tumbuh 25,08 persen dari Rp 153,735 triliun pada semester I-2014 menjadi Rp 192,299 triliun. Pelambatan kredit yang berlanjut hingga September menyebabkan pendapatan bunga kredit melambat menjadi 24,17 persen dari Rp 237,579 triliun menjadi Rp 295,006 triliun.

Adapun beban bunga yang dibayarkan kepada pihak ketiga justru tumbuh. Pada akhir semester I-2014, beban bunga tumbuh 42,93 persen selama setahun dari Rp 52,863 triliun menjadi Rp 79,561 triliun. Pada September 2014, beban bunga dana pihak ketiga tumbuh 53 persen selama setahun dari Rp 81,795 triliun menjadi Rp 125,405 triliun.

Perang bunga

Peningkatan beban bunga itu terutama dipengaruhi oleh peningkatan secara signifikan biaya bunga deposito. Walaupun melambat, pertumbuhan beban bunga deposito sangat tinggi karena bunga deposito terus naik. Sejumlah bank terpaksa melakukan perang suku bunga deposito untuk menghimpun dana nasabah karena likuiditas sangat ketat.

Pada akhir semester I-2014, beban bunga deposito tumbuh sangat tinggi, 61 persen selama setahun dari Rp 37,556 triliun menjadi Rp 61,484 triliun. Pada September 2014, pertumbuhan beban bunga deposito mencapai 60 persen selama setahun dari Rp 58,637 triliun menjadi Rp 97,589 triliun.

Perang suku bunga deposito itu turut berkontribusi pada pelambatan pertumbuhan laba. Pada akhir semester I-2014, laba industri perbankan masih tumbuh 14,2 persen selama setahun dari Rp 51,118 triliun menjadi Rp 58,42 triliun. Namun, pada September 2014, laba industri perbankan melambat menjadi 7,8 persen setahun dari Rp 79,149 triliun menjadi Rp 85,374 triliun.

Otoritas Jasa Keuangan, sebagai otoritas pengawas dan pengatur perbankan, melihat perang suku bunga itu sebagai gejala tak sehat. Untuk menghentikan perang suku bunga, Otoritas Jasa Keuangan membatasi suku bunga deposito menurut BUKU karena suku bunga deposito BUKU III dan IV berkisar 10-11 persen.

Pada 30 September 2014, Otoritas Jasa Keuangan mengumumkan pembatasan suku bunga deposito yang berlaku sejak 1 Oktober 2014, khusus untuk BUKU III dan BUKU IV. Pembatasan bunga deposito untuk bank dengan modal inti di atas Rp 5 triliun itu dilakukan supaya bank makin masuk akal dalam mendapatkan dana. Jika bank-bank besar bisa mengendalikan suku bunga deposito, bank-bank yang lebih kecil (BUKU I dan II) akan mengikuti.

Pembatasan bunga deposito diterapkan untuk simpanan di atas Rp 2 miliar. Pada BUKU III, bunga deposito dibatasi maksimal 225 basis poin (2,25 persen) di atas suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate). Saat ketentuan itu berlaku, BI Rate sebesar 7,5 persen sehingga bunga deposito BUKU III untuk simpanan di atas Rp 2 miliar maksimal hanya 9,75 persen. Saat ini, BI Rate naik menjadi 7,75 persen. Adapun pada BUKU IV, suku bunga deposito ditetapkan maksimal 200 basis poin di atas BI Rate. Ketika ketentuan itu diberlakukan, batas maksimal bunga deposito BUKU IV 9,5 persen.

Menjelang akhir tahun, likuiditas industri perbankan melonggar. LDR perbankan pada September 2014 tercatat sebesar 88,93 persen. Pertumbuhan kredit dan DPK makin seimbang. Kredit tumbuh 12,86 persen selama setahun dari Rp 3.024 triliun menjadi Rp 3.413 triliun. Adapun DPK tumbuh 12,84 persen dari Rp 3.401 triliun menjadi Rp 3.838 triliun.

Walaupun likuiditas perbankan menjelang akhir tahun ini makin longgar, persoalan masih menunggu pada tahun 2015. Bank dituntut untuk meningkatkan penyaluran kredit untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang dipatok 5,4-5,8 persen. Sementara bank masih dihadapkan pada persoalan keterbatasan sumber dana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar