Kamis, 18 Desember 2014

Mimpi Solusi pada Era Krisis

                                         Laporan Iptek, Lingkungan, dan Kesehatan

Mimpi Solusi pada Era Krisis
GSA  ;  Wartawan Kompas
KOMPAS,  18 Desember 2014

                                                                                                                       


ISU lingkungan, kesehatan, dan teknologi yang selama puluhan tahun menjadi isu pinggiran, dalam arti kedekatannya dengan pengambil kebijakan tertinggi, secara mengejutkan seperti memperoleh angin segar. Itu tak lepas dari terpilihnya Presiden Joko Widodo, yang memiliki latar belakang sarjana kehutanan, pengusaha mebel, wali kota, dan gubernur.

Gaya kepemimpinan Joko Widodo dengan blusukan dan tak puas dengan laporan di atas kertas merupakan karakter yang dibutuhkan untuk mengetahui dan menuntaskan persoalan nyata di lapangan. Tak lama setelah dilantik, Jokowi menjawab tantangan blusukan warga Riau untuk melihat langsung dampak kebakaran hutan dan lahan, November 2014.

Singgah di sejumlah tempat dan sempat gagal mendarat di lokasi terdampak kebakaran, keesokan harinya Presiden meninjau lapangan. Secara demonstratif, Jokowi turun langsung ke lahan gambut yang telah dikeringkan di Sei (Sungai) Tohor, Kabupaten Kepulauan Meranti. Di bibir sungai, Presiden menancapkan papan kayu penahan limpasan air gambut.

Aksi itu tak biasa. Sejumlah aktivis lingkungan menilai, hanya aksi terobosan yang bisa menyelesaikan kebakaran hutan dan lahan menahun. Pada era pemerintah lalu, upaya memperhatikan isu lingkungan relatif menguat seiring penyidikan kasus-kasus kejahatan lingkungan.

Di bidang kesehatan, tantangan tahun 2014 tak jauh berbeda dari tahun sebelumnya. Hal yang membedakan, tahun ini pemerintah mengambil langkah besar dengan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Idenya, setiap warga negara berhak atas layanan kesehatan yang baik.

Melalui program itu, banyak rumah sakit peserta JKN dipadati warga, terutama warga miskin yang selama ini tak merasakan layanan rumah sakit. Ketidaksiapan terjadi di mana-mana, mulai dari pendaftaran, kesiapan rumah sakit, dokter, tarif dokter, hingga yang terakhir seputar kegaduhan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bagi perusahaan dan BUMN.

Meski banyak gugatan agar skemanya diperjelas, pemerintah tampaknya keukeuh pada prinsip bahwa BPJS Kesehatan bagi perusahaan dan BUMN tetap akan dimulai 1 Januari 2015. Ratusan juta peserta harus didaftarkan tepat pada waktunya.

Di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, hampir tidak ada kebijakan terobosan. Di tengah kekayaan sumber daya alam dan potensi hayati yang butuh sentuhan teknologi, dunia penelitian masih menghadapi persoalan klasik: dana riset nasional yang sangat rendah, kurang dari 0,5 persen produk domestik bruto.

Di tengah kondisi itu, LIPI bekerja sama dengan Jepang membangun Indonesia Culture Collection (Ina-CC) di Cibinong, Bogor, yang mengoleksi ribuan isolat mikroba yang berpotensi diteliti lebih lanjut untuk bahan obat, kosmetik, pangan, energi, dan lainnya. Itulah bahan mentah masa depan ekonomi dunia: bioekonomi.

Beragam kondisi di atas hanya potret kecil persoalan dan tantangan yang harus kita hadapi. Ada kekhawatiran sekaligus optimisme.

Yang masih harus dibuktikan antara lain bagaimana rantai kebijakan mampu merespons tantangan—yang sebagian besar terkait kebijakan birokrasi. Secara kelembagaan, publik menanti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menjawab keraguan akan ketegasan, bagaimana Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi memanggungkan hilirisasi hasil riset hingga industri, Kementerian Kesehatan lebih antisipatif pada persoalan mencegah penyakit, termasuk penyakit baru yang merebak, seperti ebola.

Melihat karakter dan jejak presiden baru, harapan akan perubahan layak ditaburkan. Mudah-mudahan bukan semata mimpi pada era transisi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar