Ekonomi
Global dan Outlook 2015
Firmanzah
; Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
|
KORAN
SINDO, 08 Desember 2014
Bank Dunia merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun
2014 dari 2,8% menjadi 2,6%. Adapun pada 2015 ekonomi global diprediksi
tumbuh 3,4%.
Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi ekonomi dunia tahun
ini tumbuh di level 3,4% dan tahun depan 3,8%. Proyeksi pertumbuhan ekonomi
dunia 2014 ini lebih tinggi dari realisasi pertumbuhan 2013 yang sebesar 2,6%
(versi Bank Dunia) dan 3,2% (versi IMF). Meski proyeksi pertumbuhan 2014 dan
2015 lebih tinggi dari pertumbuhan 2013, proyeksi ini relatif lebih lambat
dari perkiraan sebelumnya.
Tertekannya pertumbuhan ekonomi dunia pada 2014 disebabkan masih
sulitnya sejumlah kawasan dalam proses pemulihan ekonomi, di samping krisis
politik di Ukraina dan Timur Tengah serta munculnya ancaman ebola.
Negara-negara dalam Zona Eropa, China, dan Jepang masih belum menemukan
formula yang tepat untuk keluar dari tren perlambatan.
Sebagai negara dengan ekonomi terbesar ketiga di dunia, Jepang
kini dalam fase resesi akibat krisis utang yang hampir mencapai 200% produk domestik
bruto (PDB). Bahkan, Moodys telah menurunkan peringkat kredit Jepang ke level
Aa3 dari A1 dan merupakan pertama kali sejak 2011. Di kawasan Eropa,
pemulihan juga masih relatif stagnan sehingga Bank Sentral Eropa (ECB) terus
mempertahankan stimulus dan suku bunga murah. Pertumbuhan sektor manufaktur
dan jasa juga belum menunjukkan perbaikan signifikan di kawasan Eropa.
Sementara itu, ekonomi China sebagai kekuatan ekonomi terbesar
kedua di dunia dan kekuatan ekonomi terbesar di Asia juga masih mengalami
tekanan serius. Kebijakan rebalancing yang dilakukan China saat ini belum
mampu mendorong perbaikan ekonomi negara itu. Bahkan, ekonomi China periode
Juli-September 2014 hanya mampu tumbuh 7,3% dan merupakan pertumbuhan
terlambat sejak 2009. Kinerja sektor manufaktur China juga menunjukkan
pelemahan sepanjang 2014 diikuti oleh stagnannya konsumsi domestik.
Untuk mengantisipasi pelemahan yang berkelanjutan, Bank Sentral
China telah menambahkan stimulus likuiditas di pasar keuangan dan menurunkan
tingkat suku bunga. Pada saat yang bersamaan, krisis politik di Timur Tengah
dan krisis Ukraina yang melibatkan Rusia telah memicu kekhawatiran akan
pemulihan pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut.
Sementara itu, ekonomi Amerika Serikat setelah berakhirnya
pelonggaran kuantitatif pada periode Juli-September 2014 tercatat tumbuh 3,9%
atau lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya 3,5%. Membaiknya sektor konsumsi
domestik sebagai penggerak pertumbuhan Amerika dan menyumbang 70% PDB negara
itu diperkirakan terus berlanjut pada 2015.
Realita ini telah menghadirkan harapan pemulihan ekonomi global
sekaligus ancaman, khususnya bagi negara-negara berkembang mengingat rencana
kenaikan suku bunga The Fed di
2015. Dari potret ekonomi global yang dipaparkan di atas, perekonomian
nasional tahun 2015 akan dihadapkan pada sejumlah tantangan. Pertama ,
kenaikan suku bunga The Fed pada
pertengahan 2015 akan mendorong potensi aliran modal keluar dari Indonesia.
Pemulihan ekonomi Amerika
dan kenaikan suku bunga The Fed
akan mendorong para investor global untuk merelokasi modalnya ke Amerika.
Pada kondisi ini, ekonomi nasional dihadapkan pada pilihan kenaikan suku
bunga acuan dan sejumlah insentif stimulus fiskal untuk menahan potensi
aliran modal keluar.
Kedua , pelemahan harga komoditas global yang telah terjadi
beberapa waktu ini akibat pelemahan permintaan global, sementara pasokan uang
melimpah. Ini tidak hanya terjadi pada komoditas pangan, tetapi juga energi.
Hingga akhir 2014, harga minyak dunia diperkirakan berada di level USD70 per
barel. Menurunnya harga komoditas global tentu akan memberi sentimen negatif
pada neraca perdagangan, mengingat struktur ekspor nasional masih didominasi
oleh komoditas.
Beberapa komoditas ekspor seperti batu bara, karet, minyak
sawit, dan tembaga telah mengalami penurunan hampir 20% sepanjang tahun ini.
Ketiga, pelemahan ekonomi zona Eropa, Jepang, dan China berpotensi menaikkan
pertumbuhan ekonomi nasional mengingat ketiga kawasan ini merupakan mitra
strategis Indonesia baik di sektor perdagangan maupun investasi.
Keempat , pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang
mendorong perlunya persiapan yang lebih matang tidak hanya terkait dengan
pembangunan infrastruktur, tetapi juga perbaikan kualitas sumber daya manusia
(SDM) dan pembenahan neraca perdagangan Indonesia-ASEAN. Kinerja neraca
perdagangan Indonesia-ASEAN saat ini masih berada pada posisi defisit USD1,6
miliar periode Januari-Oktober 2014.
Kelima , risiko inflasi pada 2015 akan kembali meningkat
pascakenaikan tarif listrik, elpiji, dan BBM. Risiko inflasi ini berpotensi
menggerus daya beli masyarakat sehingga konsumsi domestik juga tertekan
sepanjang 2015. Dan yang terakhir (keenam), volatilitas nilai tukar rupiah
juga masih relatif tinggi mengingat kenaikan suku bunga TheFed akan mendorong
penguatan kurs dolar AS terhadap sejumlah nilai tukar mata uang khususnya
negara berkembang seperti Indonesia.
Dengan berbagai kemungkinan di atas, proyeksi pertumbuhan
ekonomi nasional tahun 2015 akan berada di rentang 5,1-5,3% dengan tingkat
inflasi berada pada level 7,5-7,8%. Sementara itu, nilai tukar rupiah
terhadap dolar AS akan berada di level Rp11.8000 hingga Rp12.100 sepanjang
2015.
Neraca transaksi berjalan masih mengalami defisit 2,7-3,0% dari
PDB sepanjang 2015 akibat kelanjutan tekanan neraca perdagangan barang dan
jasa. Pada 2015, Bank Sentral Indonesia akan kembali menaikkan suku bunga
acuannya ke level 8,0- 8,25% untuk mengantisipasi kenaikan suku bunga The Fed di pertengahan 2015.
Kemudian, harga minyak dunia kemungkinan akan tetap berada di
bawah USD100 per barel atau tepatnya di kisaran USD75-85 per barel sepanjang
2015. Hal ini mengingat pasokan minyak serpih Amerika yang melimpah dan
negara-negara OPEC juga tetap mempertahankan produksi 30 juta barel per hari.
Proyeksi 2015 ini
tentunya memerlukan kerja keras bagi pemerintahan Jokowi-JK di tahun 2015.
Tantangan ekonomi nasional 2015 relatif lebih kompleks dibanding tahun 2014
yang juga menaikkan risiko ekonomi di dalam negeri. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar