Minggu, 03 Agustus 2014

Upaya Perdamaian di Gaza

                                       Upaya Perdamaian di Gaza

Anonim  ;   ( Tanpa Penjelasan )
KORAN SINDO, 31 Juli 2014
                                                
                                                                                                                                   

Sejak menjelang Idul Fitri, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengeluarkan pernyataan untuk mengadakan gencatan senjata.

Namun, tidak ada yang dapat menjamin apakah gencatan senjata itu akan dipatuhi kedua belah pihak. Sehari kemudian, serangan Israel ke Gaza justru meningkat. Ketiadaan kepercayaan antara Israel dan Hamas menjadi penghalang dialog dan kesepakatan apa pun; masing-masing pihak lebih peduli pada upaya ofensif dan provokasi serta mudah terprovokasi.

Akibatnya, korban sipil di Gaza terus bertambah. Lembaga Hak Asasi Manusia Palestina telah merilis jumlah korban jiwa, korban luka, dan kerugian material akibat perang 21 hari di wilayah Gaza. Penggunaan kekerasan senjata yang berlebihan oleh Israel kepada warga di Gaza telah menimbulkan jumlah korban yang besar. Kematian warga sipil Palestina di Gaza adalah 27 kali lebih banyak daripada Israel.

Untuk perbandingan, di pihak Israel ada 43 tentara dan 3 masyarakat sipil yang sementara ini telah meninggal akibat serangan ke Gaza. Di pihak Palestina, ada 182 tentara dan 832 penduduk sipil yang tewas, termasuk di antaranya 121 perempuan dan 221 anak-anak. Selain mereka yang tewas, perang di Gaza juga telah menyebabkan korban luka-luka, di mana jumlah korban di pihak Palestina sekitar 28 kali lebih banyak daripada jumlah korban di pihak Israel.

Di pihak Israel ada 140 korban luka tentara dan 23 masyarakat sipil, sementara di Gaza jumlah orang yang terluka ada 4.704 orang. Meningkatnya jumlah korban ini disebabkan karena keputusan Israel untuk melakukan serangan darat. Hingga saat tulisan ini ditulis, Israel dan Hamas tetap bergeming dengan tuntutannya masing- masing. Israel menuntut agar ada jaminan penghentian tembakan roket-roket dari Gaza ke wilayah Israel.

Pihak Israel mencatat ada lebih dari 2.000 roket telah ditembakkan dari Jalur Gaza. Untuk kepentingan itu, Israel juga menuntut agar wilayah Gaza bebas dari aktivitas militer, aliasdemi-literisasiwilayahGaza. Selain itu, Israel juga menuntut ditutupnya terowongan-terowongan yang dituding menjadi jalan bagi gerilyawan Hamas menculik dan menyerang Israel.

Kekhawatiran Israel ini muncul ketika sebuah terowongan muncul di dekat kibbutz (permukiman) Kerem Shalom sehingga beredar skenario bahwa Hamas berniat melakukan amuk dan membunuh penduduk Israel setelah infiltrasi melalui terowongan sejenis yang ditemukan di Kerem Shalom.

Di sisi lain, pihak Palestina menuntut agar blokade atas wilayah Gaza dibuka. Mereka juga menuntut agar terjadi pertukaran 4 orang tentara Israel dengan tahanan-tahanan Palestina yang dihukum dengan masa hukuman yang panjang. Pembebasan tahanan juga dituntut untuk mereka yang ditangkap kembali setelah kesepakatan pembebasan tahanan Shalit Deal 2011.

Palestina juga menuntut agar wilayah industri perikanan diperluas, batas kegiatan pertanian di perbatasan Gaza dilonggarkan agar masyarakat Gaza dapat melakukan kegiatan ekonomi, dan agar ada kesepakatan internasional yang menjamin penegakan kesepakatan Israel-Palestina. Tuntutan Palestina ini agak berbeda dari tuntutan Hamas yang bergeming bahwa Israel harus keluar dari wilayah-wilayah yang diduduki menurut Keputusan PBB Tahun 2012.

Posisi terakhir dari PBB pada 29 November 2012 telah mendefinisikan status Palestina sebagai Wilayah Palestina yang diduduki sejak 1967. Sementara itu, faksi kuat lain di Palestina yaitu kelompok Fatah, setuju untuk melakukan tukar guling dengan tanah-tanah yang memiliki nilai dan luas yang sama. Beragamnya tuntutan pihak bertikai telah membuat upaya perundingan berlarut-larut dan gencatan senjata seakan mimpi belaka.

Hingga saat ini ada sedikitnya tiga alternatif proposal perdamaian yang disampaikan oleh masyarakat internasional atau pihak regional di Timur Tengah. Hingga saat ini masih sulit untuk mengetahui dengan pasti apa isi dari masing- masing usulan perjanjian. Menurut kantor Berita Israel, Haaretz , pihak Israel telah menolak usulan perdamaian dari AS yang diajukan Menlu John Kerry.

Dalam usulan perdamaian yang diberi judul ”Framework for Humanitarian Ceasefire in Gaza” dan dikirimkan pada Jumat pekan lalu, Kerry tidak mengakomodasi tuntutan Israel untuk mendemiliterisasi Jalur Gaza dari roket dan persenjataan berat serta penghancuran terowongan yang menghubungkan Gaza dengan Israel. Ironisnya, Hamas juga menolak usulan Kerry karena mereka tidak mau melakukan negosiasi sebelum Israel keluar dari wilayah pendudukan.

Sebelum itu, ada juga proposal perdamaian yang diusulkan oleh Mesir pada 14 Juli 2014. Inti dari usulan itu antara lain adalah penghentian segala tindak kekerasan dari kedua belah pihak, serta pembukaan kesempatan untuk melakukan kegiatan pertolongan dan kemanusiaan. Para pihak harus sudah menjalankan isi perjanjian tersebut selama 12 jam setelah perjanjian disepakati dan kedua belah pihak setuju untuk pergi ke Kairo melakukan negosiasi selama 48 jam untuk mendiskusikan hal-hal yang belum diatur dalam kesepakatan.

Usulan Mesir ini diterima oleh Israel dan Otoritas Palestina, namun ditolak oleh Hamas. Banyak hal substantif dari usulan kesepakatan itu yang ditolak oleh Hamas, namun tidak dapat dibahas panjang karena keterbatasan ruang dalam artikel ini. Salah satu contoh misalnya penolakan Hamas atas syarat pembukaan perlintasan perbatasan yang disyaratkan dengan alasan jaminan keamanan.

Usulan ini pernah dicantumkan dalam usulan Mesir di tahun 2012 pada saat Presiden Mursi masih berkuasa. Dalam usulan itu tidak ada syarat jaminan keamanan. Menurut Hamas, hal itu hanya akal selubung dari Israel karena apabila ada syarat jaminan keamanan yang untuk membuka perbatasan, maka pembukaan perbatasan itu tidak akan pernah ada.

Dengan penolakan tersebut, Hamas beralih ke usulan perdamaian Qatar dan Turki. Usulan perjanjian tersebut dibahas oleh John Kerry di Paris. Pihak Otoritas Palestina menyatakan kekecewaan mereka atas pertemuan tersebut karena tidak melibatkan Otoritas Palestina sebagai negara yang berdaulat atas Palestina dan Mesir sebagai negara yang memiliki perbatasan langsung dengan wilayah Gaza.

Sebagai catatan, Qatar dan Turki adalah negara-negara yang mendukung perjuangan Hamas hingga saat ini. Turki dalam beberapa minggu terakhir memiliki hubungan yang buruk dengan Mesir setelah Perdana Menteri Erdogan menyebut Presiden Mesir, Abdel Fattah Al- Sisi, sebagai seorang tiran. Sebagai pihak luar, Indonesia berada dalam posisi yang tidak kalah sulit dengan yang dialami Palestina.

Informasi yang kita peroleh tidak sepenuhnya bebas nilai dan kita tahu persis bahwa eskalasi problem Gaza hari ini adalah buah dari makin tingginya ketidakpercayaan antara Israel dan Hamas akibat berlarutlarutnya konflik di Gaza. Banyak aktor politik, kelompok, faksi-faksi dan negara-negara yang terlibat dalam konflik di Gaza.

Eropa dan Amerika Serikat tidak dapat melakukan negosiasi langsung dengan Hamas sejak organisasi itu dinyatakan sebagai organisasi teroris sehingga mereka mengandalkan hubungan dengan negara lain seperti Turki dan Qatar. Turki dan Qatar pun memiliki hubungan yang tidak baik dengan Mesir sejak Jenderal Sisi memegang kekuasaan walaupun tidak dapat diabaikan fakta secara geografis, Mesir punya peran besar dalam solusi di Gaza.

Perserikatan Bangsa-Bangsajuga lemah dalam upaya perdamaian karena sebagian besar pemegang veto tidak dapat bersikap netral. Terlalu besar mungkin bila kita berharap ada solusi dari Indonesia yang dapat diterima oleh mereka yang sedang berkonflik di Palestina, namun kita dapat berperan aktif dalam masalah di Gaza dan Palestina dengan memperkuat solidaritas kemanusiaan dan memperkuat PBB.

Kemanusiaan adalah dasar imparsialitas kita yang paling kuat dalam konflik di Palestina tanpa mengurangi tuntutan self-determination bagi penduduk Palestina. Sekecil apa pun peran kita di Palestina, untuk kemanusiaan sudah pasti akan meringankan beban masyarakat di Palestina. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar