Selasa, 12 Agustus 2014

Peluang Wisata Syariah

Peluang Wisata Syariah

Sucipto  ;   Dosen Teknologi Industri Pertanian (TIP),
Peneliti Halal Thoyib Science Center (HTSC) Universitas Brawijaya
REPUBLIKA, 11 Agustus 2014
                                                
                                                                                                                                   

Peluang wisata syariah di dunia semakin meningkat. Ceruk pasar ini kurang dimanfaatkan pemerintah dan pengusaha wisata Indonesia. Apa tantangan untuk menangkap peluang wisata syariah di Indonesia ke depan?

Survei Thomson Reuther dan Dinar Standard menunjukkan belanja masyarakat Muslim di dunia, selain haji dan umrah, mencapai 137 miliar dolar AS pada 2012. Diproyeksikan mencapai 181 miliar dolar AS tahun 2018. Angka ini menggambarkan besarnya potensi wisata syariah. Banyak faktor pendukung teridentifikasi. Penduduk Muslim Indonesia merupakan pasar industri wisata syariah terbesar di dunia. Bahkan, warga Indonesia menjadi target wisata syariah Malaysia, Thailand, dan Jepang.

Keunggulan komparatif wisata Indonesia sangat besar. Letak geografisnya di khatulistiwa bersuhu tidak terlalu ekstrim. Keindahan alam terbentang dari pegunungan hingga pesisir.

Budaya Indonesia sangat beragam. Budaya Melayu mendominasi Pulau Sumatra dengan nuansa religius dan berbagai peninggalan bersejarah. Budaya religius juga ada di Jawa, seperti Banten, Cirebon, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Demikian juga di Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, dan daerah lain.

Di sisi lain, kuliner nusantara memiliki daya tarik yang diakui dunia, seperti rendang dan nasi goreng. Kuliner khas sering dinikmati saat kunjungan ke daerah dan sangat elegan dijadikan oleh-oleh. Beberapa keunggulan komparatif ini semestinya dioptimalkan untuk mendukung wisata syariah nusantara.

Kuatkan keunggulan kompetitif 

Meski banyak keunggulan komparatif penunjang wisata syariah, namun ada kendala untuk memajukannya. Kendala utama adalah fobia kata syariah disatukan wisata. Isu halal haram sering menjadi hambatan pemilik usaha wisata non-Muslim dan masyarakat awam. Hal ini tak mudah dijelaskan, namun perlu diyakinkan bahwa wisata syariah Indonesia berpotensi mendatangkan keuntungan bagi siapa saja yang menekuninya. Pengusaha Indonesia mesti belajar pada pengusaha Thailand dan Jepang yang berupaya mengambil peluang wisata syariah meski penduduk dan pelaku usahanya sebagian besar non-Muslim.

Thailand memosisikan diri sebagai "Kitchen of the World" menangkap peluang wisata syariah dengan keinginan baru sebagai "Halal Thailand to kitchen of the world". Ini bukan sekadar slogan. Fakta menunjukkan Thailand salah satu pengekspor produk halal utama di dunia.

Pejabat pemerintah Jepang juga pernah berkunjung ke Indonesia untuk studi banding wisata syariah. Jepang mempunyai lembaga Halal Development Foundation Japan (HDFJ) yang dipersiapkan menunjang Olimpiade Tokyo 2020. Toilet dan restoran halal di Jepang mulai banyak.

Selanjutnya, situs bersejarah penyebaran Islam di nusantara layak dan menarik dijadikan objek wisata syariah bagi generasi muda. Islam sebagai rahmatan lil alamin disebarkan secara damai di nusantara.

Kuliner khas daerah tak boleh luput dari pengembangan wisata syariah. Kehalalan produk di daerah tujuan wisata syariah mutlak diperhatikan. Inovasi untuk menjamin mutu dan keamanan produk mutlak dilakukan. Hal-hal kecil, terkait higienitas bahan dan proses produksi dapat diusahakan. Standardisasi kuliner unggulan daerah penting agar dapat menjaga cita rasanya. Beberapa kuliner khas yang populer dan mudah diolah di hotel dan restoran dengan bumbu-bumbu terstandar dari Indonesia perlu dipilih. Ini yang dilakukan Thailand dan Jepang untuk mengenalkan kulinernya.

Hotel syariah menjadi prasyarat pengembangan wisata syariah. Hotel ini tak sekadar menyediakan tempat shalat dan restoran bersertifikat halal, namun mesti mampu melindungi pengunjung dari hal-hal mudarat atau kurang baik. Tidak harus setiap kamar ditempeli Ayat Kursi, yang terpenting justru layanan terbaik sesuai ajaran Islam. Pengelolaan hotel seperti ini justru menarik bagi Muslim dan non-Muslim yang mementingkan nilai-nilai kemanusiaan.

Dukungan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) memudahkan promosi ke luar daerah. Aplikasi tracking (penelusuran) wisata syariah penting dikembangkan. Informasi hotel, restoran, rumah makan, kuliner, dan produk unggulan lokal tersertifikasi halal di daerah tujuan wisata akan mudah didapat. Demikian juga objek wisata dan informasi cuaca. Aplikasi ini memudahkan wisatawan merencanakan perjalanan sesuai keinginan, waktu luang, dan anggaran sejak dari rumah dan menjadi pemandu perjalanan ketika di daerah tujuan wisata melalui smartphone.

Pengembangan wisata syariah yang dirintis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif layak didukung. Pencanangan tujuh provinsi tujuan wisata syariah di Indonesia tahun 2013, termasuk Jawa Timur, seharusnya cepat ditindaklanjuti pemerintah daerah dan pelaku usaha wisata. Di sisi lain, lembaga penelitian, perguruan tinggi, dan pihak terkait perlu mendorong melalui penelitian dan pendampingan intensif.

Konsep wisata syariah yang menenteramkan dan menyenangkan penting diarusutamakan di Indonesia. Produk yang diperlukan selama wisata, termasuk hiburan mendidik dan menyehatkan, mudah didapat selama wisata. Adanya wisata rohani menumbuhkan optimisme dan memberi semangat baru pascakembali ke rumah dan tempat kerja. Kita yakin, perkembangan wisata syariah akan berkontribusi meningkatkan ekonomi masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar